Seorang pekerja medis di Hubei dengan nama samaran Yao memutuskan untuk bekerja sukarela di Xiangyang setelah virus corona mewabah.
JEDA.ID – Dokter Lin Wenliang mendapat pujian atas tindakannya mengambil inisiatif untuk memperingatkan soal wabah virus corona. Saat, Dokter Li meninggal dunia setelah terjangkit virus corona itu sendiri.
Saat menunjukkan gejala terinfeksi virus corona, Dokter Li menyewa sebuah kamar di hotel karena khawatir menginfeksi keluarganya. Keluarga Dokter Li Wenliang tidak tertular namun kedua orang tuanya terinfeksi virus corona. Sebelum meninggal, Dokter Li bertekad sembuh dan ingin membantu tenaga kesehatan lain menangani virus corona.
Pada 30 Desember 2019, Dokter Li Wenliang melihat hasil pemeriksaan yang menyatakan hasil positif terinfeksi virus corona. Dia kemudian mengunggah hasil pemeriksaan tersebut di grup WeChat angkatan kuliah. Menurut Li ada 7 kasus SARS yang berasal dari Huanan Seafood Market di Wuhan.
Namun jenis virus corona dalam kasus ini perlu diteliti lebih lanjut, karena berbeda dengan yang pernah ada. Dia juga memperingatkan teman kuliah dan keluarga terdekat mereka untuk hati-hati dan terus waspada. Dokter Li Wenliang kecewa karena obrolan di WeChat ini diposting dan mendapat perhatian masyarakat.
Setelah screenshots percakapan WeChat diposting, atasan Dokter Li Wenliang sempat datang dan bicara dengannya. Pada tanggal 3 Januari 2020 Zhangnan Street Police Station, Wuhan Public Security Bureau, Wuchang Branch, menuduh Dokter Li menyebarkan hoaks.
Polisi kemudian memerintahkan Dokter Li Wenliang menandatangani pernyataan, yang berjanji tidak akan melakukan perbuatan yang sama. Polisi memperingatkan jika Li terus melanggar hukum dan menyebarkan hoaks soal virus corona, maka dia akan menerima sanksi. Pernyataan ini diposting Li dalam media sosialnya.
Gagal Berantas Ebola, Remdesivir Jadi Obat Virus Corona
Terinveksi Virus Corona
Pada 8 Januari 2020, Dokter Li Wenliang terinfeksi virus corona saat memeriksa seorang pasien di rumah sakit tempatnya praktik. Pasien tersebut mengalami glaukoma akut dan demam esok harinya, sehingga Dokter Li menduga dia terkena infeksi corona virus. Pada 10 Januari 2020, pasien mengalami demam dan batuk yang makin buruk.
Pasien tersebut ternyata penjaga toko di Huanan Seafood Market yang menjadi tempat asal ditemukannya virus corona. Pada 12 Januari 2020, Li masuk ruang perawatan intensif dan diperiksa apakah mengalami infeksi virus. Pada 30 Januari 2020 hasil tes terbukti positif dan pada 1 Februari 2020, Dokter Li didiagnosa terkena infeksi virus corona.
Salah satu pejabat medis di China memuji tindakan delapan orang warga Kota Wuhan yang berupaya memperingatkan wabah 2019-nCov pada awal-awal penyakit ini mulai menyebar akhir Desember lalu.
“Kita seharusnya memberi mereka pujian,” kata Zeng Guang, kepala ahli epidemiologi di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular (CCDC). “Mereka cukup bijak sebelum wabah mulai melanda.”
Reakasi di dunia maya China atas kematian dokter Li begitu cepat dan tidak terduga. “Tak akan terhitung lagi berapa banyak anak muda yang menjadi dewasa dalam semalam, dunia tidak seindah yang kita bayangkan,” tulis seorang pengguna dunia maya. “Apakah kalian marah? Jika salah satu dari kalian beruntung bisa berbicara kepada dunia di masa mendatang, pastikan kalian mengingat kemarahan malam ini.”
Di tengah merebaknya kemarahan dan kesedihan publik China, aparat China yang selama ini bertugas di bagian sensor tampaknya cukup kerepotan.
Di Weibo, tagar “Pemerintah Wuhan Harus Meminta Maaf kepada dokter Li Wenliang” dan “Kami ingin kebebasan berpendapat” menarik perhatian ribuan pengguna sebelum dihapus aparat sensor.
Tagar lain “saya ingin kebebasan berpendapat” sempat dilihat 1,8 juta pengguna sebelum kemudian juga disensor pada kemarin pagi.
Kemarahan publik diperparah dengan upaya aparat untuk mengontrol narasi tentang kematian Li di tengah wabah corona.
Cegah Corona Pakai Semprotan Disinfektan, Efektifkah?
Pengakuan Petugas Medis
Dilansir BBC, seorang pekerja medis di Hubei, Yao memutuskan untuk bekerja sukarela di Xiangyang setelah virus corona mewabah. Yao bertugas menganalisis sampel darah dari orang-orang yang diduga terpapar virus corona.
Sebelum wabah ini tersebar, Yao tengah merencanakan untuk pelesir ke Guangzhou untuk merayakan imlek bersama keluarganya. Sayang rencana itu urung dilakukan. Meski begitu, anak dan ibunya sudah berangkat terlebih dahulu.
Yao menceritakan perjuangannya bergelut dengan virus corona. “Bahkan ketika tidak ada pakaian pelindung, aku selalu bisa memakai jas hujan. Jika tidak ada masker, aku bisa meminta teman-temanku di penjuru China untuk mengirimnya untukku. Selalu ada cara,” kata Yao.
Yao mengatakan bahwa ketersediaan perlengkapan pelindung di rumah sakit tersebut lebih bagus dari yang ia bayangkan. Pemerintah telah mengirimkan perlengkapan sementara perusahaan swasta memberi donasi.
Jika ada kekurangan perlengkapan pelindung, maka tak semua staf terlindungi dengan baik. “Ini adalah pekerjaan yang sulit, sangat sedih dan membuat patah hati, dan sering kali kami tidak punya waktu untuk memikirkan keamanan kami sendiri,” katanya.
“Kami juga merawat pasien dengan hati-hati, karena banyak orang yang datang ke rumah sakit sambil ketakutan, sebagian dari mereka mengalami nervous breakdown.”
Untuk mengatasi lonjakan pasien, staf di rumah sakit bekerja selama 10 jam untuk setiap shift. Yao mengatakan tidak ada satu pun yang diperbolehkan makan, minum, beristirahat atau menggunakan toilet saat mereka sedang bekerja.
“Di akhir shift, saat kami melepas peralatan pelindung, baju kami sudah basah karena keringat,” katanya. “Dahi kami, hidung, leher, dan wajah kadang terluka karena masker yang ketat. “Banyak dari kolega kami tidur di bangku setelah selesai bekerja, karena mereka terlalu lelah untuk berjalan,” katanya.
“Di Barat, orang bicara banyak soal kebebasan dan hak asasi manusia, tapi saat ini di China, kita bicara tentang hidup dan mati,” kata Yao. “Kami membicarakan soal apakah kami bisa melihat matahari terbit besok pagi. Jadi semua yang bisa dilakukan adalah bekerja sama dengan pemerintah dan mendukung petugas kesehatan.”
Jangan Ikutan Sebar! Ini Daftar Hoax Virus Corona