JEDA.ID – Pemerintah China mengeluarkan peraturan bahwa setiap korban meninggal dunia virus korona wajib diberlakukan kremasi sesegera mungkin. Selain itu, Tak seorang pun diizinkan melayat jenazah selama proses di atas berlangsung.
Komisi Kesehatan Nasional China (NHC) kemarin mengumumkan larangan korban meninggal karena virus corona dikuburkan dan segala kegiatan yang melibatkan jenazah korban.
Dilansir Business Insider, Minggu (2/2/2020), seluruh korban meninggal karena virus corona harus dikremasi di fasilitas krematorium terdekat. “Seluruh upacara pemakaman untuk korban juga dilarang,” kata NHC.
Menurut panduan yang baru dikeluarkan NHC kemarin, semua korban meninggal virus corona harus segera dikremasi secepatnya.
Sikap pemerintah itu menerima tanggapan beragam, dengan beberapa menuduh China menutupi jumlah sebenarnya dari kematian dengan membakar bukti-bukti dan yang lainnya memuji tindakan itu sebagai tindakan yang bijaksana.
Klaim China secara rahasia mengkremasi korban telah beredar di media sosial selama sekitar 10 hari. Kabar ini sering disertai dengan video tanpa konteks yang terkesan menyedihkan, biasanya dari WeChat atau Weibo. Video menunjukkan orang mati terbaring tanpa pengawasan atau di dalam kantong mayat di koridor rumah sakit.
Pada tanggal 2 Februari, Radio Free China memposting sebuah video online yang katanya direkam secara rahasia di suatu rumah sakit di Wuhan, provinsi Hubei, yang merupakan pusat penyebaran.
Hingga Selasa (4/2/2020) siang WIB, seluruh korban meninggal karena corona di China sudah mencapai 425 orang dan 20.589 terinfeksi. Virus ini juga sudah menyebar ke puluhan negara.
Filipina hari ini mengumumkan satu korban terinfeksi virus corona meninggal, yang pertama di luar China.
Departemen Kesehatan Filipina mengatakan laki-laki 44 tahun asal China yang berasal dari Wuhan dirawat pada 25 Januari lalu setelah mengalami batuk-batuk, demam, dan sakit tenggorokan.
Dia menderita pneumonia akut dan dalam beberapa hari terakhir pasien menunjukkan kondisi stabil dan ada kemajuan. Tapi kemudian dalam 24 jam terakhir kondisi pasien terus memburuk hingga meninggal kemarin, kata Departemen Kesehatan, seperti dilansir laman AP, Minggu (2/2/2020).
“Ini yang pertama kali kematian terjadi di luar China,” kata Rabrindra Abeyasinghe, perwakilan WHO untuk Filipina kepada wartawan.
Wacana Ebola
Sebelum kremasi benar-benar dilakukan untuk jenazah yang meninggal karena virus corona, WHO sempat mewacanakan hal serupa saat wabah ebola. Namun hal ini urung dilakukan.
Wacana serupa diungkapkan Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM), Suharno. Dia mengatakan setiap departemen di pemerintahan diharapkan segera menyusun standar prosedur standar (SOP) mewaspadai ancaman ebola.
“Virus tetap akan menular meski penderita sudah meninggal sehingga perlu dipikirkan bagaimana tata cara penguburannya agar tidak membuka peluang penularan. Harusnya dibakar atau dikremasi, tetapi ini tidak mudah dilakukan karena menyangkut agama dan kepercayaan yang diikuti,” tandasnya.
Orang yang sudah meninggal akibat ebola, virusnya tetap ada dalam tubuhnya sehingga kemungkinan menulakan ke orang lain masih sangat besar.
WHO menegaskan mereka yang menangani pasien yang meninggal akibat ebola harus menggunakan pengaman yang kuat seperti pakaian dan sarung tangan yang khusus. Jenazah pasien juga harus secepatnya dibakar.
Tak hanya itu, WHO juga menyarankan agar kremasi jenazah harus dilakukan oleh orang yang memiliki keahlian sehingga mencegah virus meluas.
5 Wabah yang Lebih Mengerikan dari Virus Corona 2019-nCov
Proses Kremasi
Kremasi adalah proses pembakaran jasad manusia yang telah meninggal. Kremasi dilakukan pada tungku yang dirancang khusus. Umumnya, krematorium membutuhkan wadah untuk tubuh seperti peti mati yang sesuai atau wadah kardus yang kaku. Wadah itu akan dibakar bersamaan dengan jasad manusia di dalamnya.
Sisa-sisa kremasi biasa disebut sebagai abu, walau pada kenyataannya sisa hasil pembakaran terdiri dari fragmen tulang. Kremasi menghasilkan antara 3-9 pon sisa abu pembakaran, tergantung pada ukuran tubuh dan proses yang digunakan oleh krematorium, ungkap laman Funeral Wise.
Di dunia Barat kuno, praktik penunuan mayat dilakukan pula, hal ini disebut di kitab Perjanjian Lama dan banyak dilakukan di peradaban Yunani kuno dan Romawi.
Sebelum dikremasi, tubuh jenazah akan dimandikan, dibersihkan dan diberi pakaian. Biasanya, jasad tidak dibalsem sebelum dikremasi, kecuali ada permintaan khusus dari pihak keluarga. Selanjutnya, jika ada perhiasan atau barang lain di tubuh jenazah akan dilepas, terang laman Funeral Wise.
Apabila ada perangkat medis atau prostetik mekanis yang mengandung baterai juga dilepas. Ini untuk mencegah reaksi selama proses kremasi. Namun, kebijakan tentang ini berbeda-beda di tiap krematorium.
Kremasi jenazah biasanya dilakukan di suhu antara 760-1000°C. Panas yang hebat akan membantu mereduksi tubuh menjadi elemen-elemen dasar dan fragmen tulang kering. Ruang kremasi dipanaskan pada titik setel dan kemudian tubuh ditempatkan dengan cepat ke dalamnya untuk menghindari kehilangan panas.
Setelah proses kremasi yang memakan waktu antara 1,5 hingga 3 jam, perlahan-lahan tubuh mulai terurai jadi abu. Kemudian, abu tersebut dikumpulkan dalam baki. Sementara, sisa residu dari jasad yang masih tersisa di bilik akan dibersihkan segera setelah ruangan kremasi mendingin suhunya, terang laman Cremation Resource.
Karena dibakar bersamaan dengan peti mati, abu tersebut perlu dipisahkan dari sekrup, paku, engsel dan bagian lain dari peti mati yang digunakan. Benda-benda yang mengandung logam akan dipisahkan dari abu jenazah, lalu abu akan ditempatkan pada tempat khusus dan diserahkan ke pihak keluarga.