• Fri, 11 October 2024

Breaking News :

Menuntaskan Pemecatan PNS Koruptor

Percepatan pemecatan PNS koruptor digencarkan sejak September 2018. Hingga Juli 2019, pemecatan PNS korup tak kunjung tuntas.

JEDA.ID–Harapan untuk mempercepat pemecatan pegawai negeri sipil (PNS) koruptor membuncah sejak September 2018. Keinginan untuk percepatan pemecatan PNS korupsi dituangkan dalam surat keputusan bersama (SKB) diteken Mendagri, Menpan & RB, dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN). Setengah tahun lebih berlalu, pemecatan PNS korup tak juga tuntas.

SKB yang diteken 13 September 2018 itu sesungguhnya memberikan tenggat pemecatan 2.357 PNS koruptor tuntas hingga Desember 2018. Namun, hingga Januari 2019 masih ada 1.352 PNS yang tak kunjung dipecat. Tenggat baru dibuat yaitu 30 April 2019. Lagi-lagi batas akhir agar PNS korup dipecat terlewati.

Pemecatan PNS korupsi berada di tangan pejabat pembina kepegawaian (PPK). Bila ditingkat daerah bisa gubernur, bupati, atau wali kota. Di tingkat pusat bisa menteri atau kepala lembaga negara.

Berdasarkan data BKN per 30 April 2019, dari 2.357 PNS korup yang seharusnya dipecat, baru 1.237 PNS yang telah menerika surat keputusan pemberhentian tidak dengan hormat (SK PTDH). Artinya masih ada 1.120 PNS koruptor yang belum dipecat. Data terbaru dari Kemendagri hingga akhir Juni 2019 masih ada 275 PNS korupsi yang belum dipecat.

Sebagian besar PNS korup yang belum dipecat adalah PNS di daerah. Artinya pemecatan berada di tangan gubernur, bupati, dan wali kota. Sisanya, PNS di kementerian/lembaga negara.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo memberikan teguran tertulis pertama kepada 11 gubernur, 80 bupati dan 12 wali kota agar dalam waktu 14 hari segera melakukan PTDH aparatur sipil negara yang kasus korupsinya telah berkekuatan hukum tetap.

”Per 1 Juli sudah diberikan teguran tertulis oleh Pak Mendagri kepada kepala daerah untuk segera PTDH dalam waktu 14 hari ini,” kata Plt. Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Akmal Malik sebagaimana dikutip dari laman setkab.go.id, Selasa (9/7/2019).

Akmal menambahkan dari total sebanyak 2.357 ASN yang harus dipecat, sebanyak 2.259 ASN berada di lingkup pemerintah daerah. Masih ada sebanyak 275 ASN yang belum diproses oleh PPK yang tersebar di 11 provinsi, 80 kabupaten, dan 12 kota.

Ciri Malas Birokrasi

”Ini menunjukkan ciri malas birokrasi dan ketiadaan komitmen antikorupsi dari PPK di institusi tingkat pemerintah pusat dan daerah. Di tingkat pusat PPK adalah menteri, kepala badan, dan instansi lain yang setara. Di tingkat daerah PPK adalah gubernur, bupati, dan wali kota. Mereka telah terbukti melanggar peraturan yang telah ditetapkan,” sebut aktivis Indonsia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah dalam siaran pers di laman antikorupsi.org.

Uji materi UU No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang selama ini kerap menjadi ”tameng” penundaan pemecatan PNS koruptor telah tuntas. Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya pada 26 April 2019 lalu memperkuat SKB tentang pemecatan PNS korup.

Kepala Biro Humas BKN Mohammad Ridwan mengatakan terdapat beberapa kendala pemecatan PNS koruptor belum tuntas hingga 30 April 2019. Pertama, kesulitan instansi mendapat putusan pengadilan dan tidak adanya kewajiban pihak pengadilan meneruskan putusan ke instansi. ”Dalam hal ini instansi yang dituntut bergerak proaktif mengajukan permintaan data ke pengadilan,” sebut dia daalm siaran pers di laman bkn.go.id.

Kedua, beberapa instansi menunggu terbitnya putusan MK soal gugatan Pasal 87 ayat (4) huruf b dalam UU ASN yang kerap dijadikan dalil penundaan melakukan pemberhentian.

Ketiga, terjadinya proses mutasi PNS korupsi sebelum mekanisme pemberhentian sehingga tidak masuk daftar pemblokiran data kepegawaian oleh BKN dan ada yang berstatus meninggal dunia sebelum dilakukan pemberhentian. Keempat, ditemukannya data sejumlah PPK belum memulai proses penerbitan pemecatan.

Wana mengingatkan percepatan pemecatan PNS korupsi sebagai bagian dari menjaga marwah etika publik yang seharusnya dimiliki oleh lembaga eksekutif selaku pemberi pelayanan publik.

”Hal ini juga upaya agar potensi kerugian negara akibat gaji yang terus dibayarkan kepada PNS terpidana korupsi tidak semakin membengkak,” ujar dia.

Ditulis oleh : Danang Nur Ihsan

Sign up for the Newsletter

Join our newsletter and get updates in your inbox. We won’t spam you and we respect your privacy.