Wilayah perairan Natuna sampai dengan abad ke-17 telah terintegrasi dalam suatu jaringan pelayaran dan perdagangan Nusantara.
JEDA.ID–China bersikukuh atas klaim perairan Laut Natuna meski Indonesia menegaskan klaim itu bertentangan dengan hukum internasional yang sah.
Indonesia berpijak pada Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).
Pada 2016, pengadilan internasional tentang Laut China Selatan menyatakan klaim 9 Garis Putus-putus sebagai batas teritorial laut Negeri Tirai Bambu itu tidak mempunyai dasar historis.
”Pihak China secara tegas menentang negara mana pun, organisasi, atau individu yang menggunakan arbitrasi tidak sah untuk merugikan kepentingan China,” kata juru bicara Menteri Luar Negeri Republik Rakyat China, Geng Shuang, dalam keterangan pers reguler dilansir dari situs Kementerian Luar Negeri RRC, Jumat (3/1/2020), sebagaimana dilansir dari Detikcom.
Ramai-Ramai Bikin Pabrik Mobil di Indonesia, China Paling Agresif
Geng berbicara menanggapi keterangan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Indonesia pada Selasa (1/1/2020). Indonesia menyatakan klaim China terhadap Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia tidak punya dasar yang sah dan tak diakui UNCLOS.
Indonesia menegaskan bahwa klaim 9 Garis Putus-putus dari China telah dimentahkan Pengadilan Arbitrase Laut China Selatan untuk menyelesaikan sengketa Filipina vs China (South China Sea Tribunal 2016).
“Saya menjelaskan posisi China dan dalil-dalil isu tentang Laut China Selatan sehari sebelum kemarin dan tak ada gunanya saya mengulangi lagi,” kata Geng dalam keterangan pers tertulis berbentuk tanya-jawab itu.
Sejak Era Sriwijaya
Perairan Natuna disebut-sebut memiliki peran geopolitik sekaligus kekayaan alam yang melimpah. Perairan Natuna merupakan salah satu jalur perdagangan Internasional yang menghubungan Laut China Selatan dengan Samudera Hindia.
Jalur ini memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi bagi penggunanya sehingga keamanan lalu lintas ini sangat penting. Sebagaimana dikutip dari laman Kebudayaan Kemendikbud, pada masa Kerajaan Sriwijaya, Natuna menjadi tempat berteduh dari amukan badai Laut Cina Selatan yang ganas.
Kepulauan Natuna pada masa itu menjadi tempat berteduh sekaligus sebagai tempat untuk mengisi air bersih dan perbekalan lainnya guna meneruskan pelayaran.
Pelayaran yang melewati Kepulauan Natuna pada masa itu dilakukan karena aktivitas perdagangan dengan Cina, Siam, dan Campa.
Wilayah Kepulauan Natuna mulai tercatat dalam beberapa literatur pada penghujung abad ke-16. Disebutkan bahwa pelaut Makassar dan Bugis pada abad ke-17 telah melakukan pelayaran ke seluruh perairan Nusantara.
Mereka juga telah berlayar sampai ke Kedah, Kamboja, Ternate, dan juga Sulu (Filipina). Tentu saja melewati perairan Kepulauan Natuna. Wilayah perairan Natuna sampai dengan abad ke-17 telah terintegrasi dalam suatu jaringan pelayaran dan perdagangan Nusantara.
10 Tahun Mobil Produksi China Rajai Otomotif Dunia
Saat ini wilayah ini berbatasan langsung dengan Kamboja dan Vietnam di sebelah utara. Kemudian Singapura maupun Malaysia di bagian barat, dan Malaysia Timur di bagian timur.
Selain itu, wilayah ini ditakdirkan berada di titik simpul pelayaran internasional yang menghubungkan Hong Kong, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dengan negara-negara lainnya.
Perairan Natuna termasuk pulau-pulau yang terletak di Gugusan Natuna telah dijadikan titik dasar terluar wilayah Indonesia dalam Deklarasi Djuanda pada 1957.
Disebutkan wilayah perairan Natuna juga memiliki peran dan arti geopolitik yang sangat besar. sebab, perairan ini menjadi titik temu China dengan tetangga-tetangganya terutama yang berada di dalam wilayah ASEAN.
”Bagi Tiongkok, lautan ini sangat penting bukan hanya karena banyaknya jenis ikan. Tetapi juga kekayaan sumber daya alamnya yang dapat mendukung perkembangan ekonomi, politik, dan pertahanan keamanannya.”
Migas dan Ikan
Kekayaan alam perairan Natuna sudah menjadi rahasia umum. Berdasarkan laporan studi Kementrian Energi dan Sember Daya Mineral (ESDM), cadangan minyak yang dimiliki Natuna mencapai 308,30 juta barel.
Sementara cadangan gas buminya terbesar se-Indonesia yaitu, sebesar 54,78 triliun kaki kubik. Dana hasil migas menjadi sumber pendapatan utama bagi Natuna.
Perairan Natuna juga memiliki sumber daya perikanan laut yang mencapai dari 1 juta ton per tahun dengan total pemanfaatannya baru sekitar 36%.
Sejarah mencatat Kabupaten Natuna merupakan hasil pemekaran Kabupaten Kepulauan Riau. Ada tiga kabupaten yaitu Kabupaten Kepulauan Riau (sekarang Kabupaten Bintan), Kabupaten Karimun, dan Kabupaten Natuna.
Pesona Mulut Seribu di Ujung Selatan Indonesia
Baru kemudian menyusul kemudian Kota Tanjungpinang yang diresmikan pada 2001. Pada 21 Juli 2008 dilakukan pemekaran Kabupaten Natuna yaitu Kabupaten Kepulauan Anambas dengan 7 Kecamatan di gugusan Pulau Anambas.
Natuna yang masuk Provinsi Kepulauan Riau merupakan kepulauan paling utara di Selat Karimata. Luas Natuna mencapai 141.901,20 kilometer persegi dengan rincian 138.666,0 kilometer persegi berupa perairan (lautan) dan 3.235,20 km2 daratan.
Inilah yang menjadikan perairan Natuna begitu sentral secara ekonomi sekaligus geopolitik.