Program acara tentang budaya Indonesia, acaranya lebih mendidik, sampai sudah menjadi kebiasaan menjadikan orang masih loyal nonton TVRI.
JEDA.ID–TVRI bisa jadi dikesankan sebagai stasiun televisi yang jadul, namun tidak sedikit masyarakat yang masih loyal nonton TVRI.
Sayang, stasiun televisi tertua ini tengah dilanda konflik internal setelah Dewan Pengawas Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI memberhentikan Direktur Utama Helmy Yahya. Dan Helmy pun melawan pemberhentian dirinya.
Helmy masuk sebagai Direktur Utama TVRI sejak 2017 lalu. Di pengujung 2019, tiba-tiba Dewan Pengawas TVRI memberhentikan Helmy.
Pesan berantai di aplikasi WhatsApp beredar luas mengenai berbagai masalah di TVRI selama kepemimpinan Hemly Yahya. Salah satu isu yang santer berkaitan dengan honor yang ditunggak sejak April 2019.
Seorang karyawan TVRI menyatakan honor yang ramai diperbincangkan adalah honor Satuan Kerabat Kerja (SKK). Sedangkan untuk urusan gaji tidak ada masalah.
Karyawan TVRI lainnya mengakui adanya masalah itu. Namun, dia menyebut hal itu disebabkan oleh proses pembenahan sistem keuangan oleh Direktur Keuangan TVRI, Isnan Rahmanto.
Saat ini honor karyawan tengah dibayarkan secara berkala. Selain itu, menurut dia, hanya 30% pegawai TVRI yang menerima honor di luar gaji pokok itu.
”Isu honor itu sebenarnya isu lama yang bergulir terus, dan itu tengah dibayarkan. Kalau pun dibayarkan itu merupakan efek domino dari tunggakan lama,” kata dia yang tak bisa disebutkan namanya sebagaimana dikutip dari Detikcom, Selasa (10/12/2019).
Ganti Logo
Dia yang sudah bekerja di TVRI selama 12 tahun merasa kepemimpinan Helmy justru membuat TVRI bangkit dari keterpurukan. Dia menilai saat ini TVRI sudah ada di jalur yang benar dan masyarakat sudah mulai merasakan perubahan yang dilakukan stasiun televisi yang berdiri pada 1962 itu.
Selama memimpin TVRI, Helmy beberapa kali membuat gebrakan. Kerap dikesankan sebagai stasiun televisi yang jadul alias oldies, TVRI melakukan rebranding dengan mengganti logo mereka pada 29 Maret 2019.
Sejak berdiri 57 tahun lalu, TVRI sudah delapan kali mengganti logo mereka. TVRI juga gencar menyiarkan pertandingan olahraga khususnya sepak bola dan bulu tangkis, dua cabang olahraga populer di Tanah Air.
Pada 2019, TVRI menyiarkan 10 turnamen bulu tangkis dunia. Hal ini tidak lepas dari banyaknya peminat olahraga bulu tangkis di Indonesia.
Untuk urusan sepak bola, TVRI mendaparkan jatah dua pertandingan per pekan untuk Liga Inggris. Sisanya pertandingan LIga Inggris bisa dinikmati lewat Mola TV.
Selain itu, program acara TVRI pun kian beragam dengan menyasar milenial. Upaya TVRI mempertahankan eksistensi mereka di tengah kerasnya persaingan industri pertelevisian karena masa keemasan mereka telah lewat.
TVRI memiliki masa keemasan sejak berdiri pada 24 Agustus 1962 hingga di pengujung Orde Baru. Di bawah payung kebijakan penyiaran monopolistik selama Orde Baru, program berita dikemas dengan format ”menurut petunjuk Bapak Presiden.”
Ketika masa keemasan itu sudah berlalu bukan berarti tidak ada lagi yang nonton TVRI. Berdasarkan survei berjudul Survei Indeks Kualitas Program dan Berita TVRI yang dilakukan Provetic, hasilnya tidak terlalu mengecewakan. Masih banyak orang yang loyal nonton TVRI.
Channel Favorit
Survei dilakukan terhadap 1.740 responden dari seluruh Indonesia dan FGD di Nusa Tenggara Barat, Sumatra Utara, dan Kalimantan Tengah pada April-Mei 2019.
”Channel TV yang paling banyak ditonton oleh responden dalam sebulan terakhir (April-Mei 2019) adalah RCTI, Trans 7, dan NET TV. Namun ketika ditanya channel favorit, NET TV dan TVRI menjadi dua channel yang paling banyak dipilih responden,” sebagaimana tertulis dalam laporan survei itu.
NET TV dan Potret Kebiasaan Menonton Televisi
Hal ini menunjukkan NET TV dan TVRI memiliki tingkat penerimaan yang tinggi dari orang-orang yang menontonnya, meskipun jumlah penonton mereka tidak sebanyak RCTI dan Trans 7.
Loyalitas orang nonton TVRI tergolong masih baik karena sebanyak 74% responden masih menonton TVRI dalam sebulan terakhir (April-Mei 2019). Namun, mereka menonton stasiun TV tertua di Indonesia itu dalam waktu yang tidak lama yaitu tidak lebih dari 2 jam sehari.
Tantangan besar lainnya adalah kesan jadul masih erat terasosiasi dengan TVRI. Meski mulai terlihat adanya apresiasi terhadap perubahan TVRI.
Sebab, dalam setahun terakhir lebih sedikit responden yang mengasosiasikan kata ‘monoton’ dengan TVRI dan juga komentar positif mengenai kualitas tayangan yang sudah high definition (HD).
Survei Provetic menyebutkan ada 26% responden yang sudah tidak lagi nonton TVRI. Mayoritas menyebut konten TVRI tidak menarik dan tidak variatif.
Namun, ketika ditanya hal yang dapat membuat mereka mau menonton TVRI, mayoritas menyebutkan tayangan kebudayaan dan kualitas gambar yang lebih baik.
”Berdasarkan respons tersebut, dapat diasumsikan bahwa responden yang tidak menonton TVRI masih belum mengamati perubahan yang terjadi pada TVRI,” tulis Provetic.
Budaya Indonesia
Mereka menyarankan TVRI perlu memaksimalkan pemanfaatan media sosial dengan membangun narasi komunikasi dan brand personality yang unik.
Mengapa orang masih loyal nonton TVRI? Dari survei itu disebutkan beberapa alasan utama mereka menyukai TVRI adalah mengenal budaya Indonesia sebanyak 70%.
Kemudian acaranya lebih mendidik 63%, Objektif 51%, pertandingan bulu tangkis 44%, dan sudah menjadi kebiasaan atau nostalgia 18%.
TVRI Masa Kini, Ganti Logo hingga Siarkan Liga Inggris
”Kami berharap TVRI ini konsisten menjadi TV publik, jadi fokus ke kearifan lokal. Sering kali publik minta TVRI meniru TV swasta lain yang kejar rating, seolah-olah TVRI ini harus jualan. Padahal kita justru berharap TVRI berbasis pada faktual dan kearifan lokal,” sebut salah satu peserta FGD, Agus, dari Mataram.
Peserta FGD di Palangka Rata, Badrul, mengungkapkan alasannya tetap nonton TVRI meski untuk acara tertentu. ”Kalau sore itu ada Kabar Kampung yang informasinya dari daerah-daerah, ini menarik sekali. Masyarakat yang di daerah juga mengonsumsi informasi ini. Ini memang acara favorit.”
Responden pun menyarankan TVRI memperbanyak konten untuk anak muda, namun tidak meninggalkan konten budaya dan lokalitas. Hal ini untuk meningkatkan orang yang mau nonton TVRI.
”TVRI perlu memproduksi program unggulan selain Dunia dalam Berita yang dapat mengundang lebih banyak orang untuk membicarakan TVRI, khususnya dari kalangan anak muda,” sebut mereka.
Program Ikonik
Program berita Dunia Dalam Berita diakui sebagai program ikonik TVRI yang masih mengundang orang untuk nonton stasiun TV ini.
Dunia Dalam Berita berada di urutan teratas untuk Top 20 Acara TVRI Favorit dengan 21,78%. Kemudian disusul Rumah Bulutangkis 5,5%, Semangat Pagi Indonesia 4,96%, Pesona Indonesia 4,81%, dan Kuis Siapa Berani 4,34%.
Karena Dunia Dalam Berita Adalah Legenda
Dalam survei berjudul Bedah Kualitas Program dan Berita Berdasarkan Keinginan Publik yang dilakukan Lembaga Survei Iconesia dan TVRI pada 2018 lalu, Dunia Dalam Berita dinilai sudah sesuai secara konten.
Namun, ada beberapa catatan yang diberikan. Misalnya untuk pembawa acara kostum terlalu formal dan kurang fashionable. Kemudian cara penyampaian kurang menarik dan kurang lugas, bahasa tubuh kaku & terlalu formal. Selain itu, pembawa berita kurang popular sehingga disarankan ada pembawa acara yang lebih muda.
Tantangan itulah yang harus dihadapi TVRI agar masyarakat tetap mau menonton siaran TV ini. Bila penonton loyal tergerus dan penonton baru dari tidak terakomodasi, akan menjadi pertanyaan di kemudian hari, siapa yang akan nonton TVRI?