• Thu, 25 April 2024

Breaking News :

Siswi di Bekasi Dikeroyok Gegara Cowok, Begini Cara Membantu Korban Persekusi

Kasus persekusi di sekolah kembali terjadi. Seorang siswi SMK di Bekasi berinisial G,16, mengalami perundungan atau persekusi oleh 3 orang seniornya.

JEDA.ID— Kasus persekusi di sekolah kembali terjadi. Seorang siswi SMK di Bekasi berinisial G,16, mengalami perundungan atau persekusi oleh 3 orang seniornya.

Kekerasan dialami G diduga dipersekusi oleh 3 orang seniornya–yang juga perempuan. Diduga, perundungan (bullying) terjadi karena pelaku cemburu kepada korban. Akibatnya korban mengalami kekerasan seperti dijambak, dicekik, dan ditampar.

Seperti dilansir detikcom, atas kejadian ini orang tua korban melaporkan kejadian ini ke Polres Metro Bekasi di Bekasi Kota pada Selasa (20/8/2019). Mereka membawa barang bukti berupa video pengeroyokan anaknya.

Persekusi (dalam bahasa Inggris: persecution) adalah perlakuan buruk atau penganiayaan secara sistematis oleh individu atau kelompok terhadap individu atau kelompok lain, khususnya karena suku, agama, atau pandangan politik.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, persekusi merupakan pemburuan sewenang-wenang terhadap seorang atau sejumlah warga yang kemudian disakiti, dipersusah, atau ditumpas.

Persekusi adalah salah satu jenis kejahatan kemanusiaan yang didefinisikan di dalam Statuta Roma Mahkamah Pidana Internasional. Timbulnya penderitaan, pelecehan, penahanan, ketakutan, dan berbagai faktor lain dapat menjadi indikator munculnya persekusi, tetapi hanya penderitaan yang cukup berat yang dapat dikelompokkan sebagai persekusi

Data Persekusi

Menurut Komsisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bullying dan kekerasan fisik mendominasi tren kasus kekerasan anak sepanjang Januari sampai April 2019.

Data-data tersebut bersumber dari divisi pengaduan KPAI baik pengaduan langsung maupun pengaduan online, hasil pengawasan, dan kasus yang disampaikan melalui media sosial KPAI dan juga dari pemberitaan media massa khusus kasus terkait bidang pendidikan.

Seperti dilansir suara.com, KPAI memerinci ada 8 anak korban, 3 kasus anak korban pengeroyokan, 3 kasus anak korban kekerasan seksual, 8 kasus anak korban kekerasan fisik, 12 kasus anak korban kekerasan psikis dan bullying serta 4 kasus anak pelaku bullying terhadap guru.

Anak korban kebijakan memiliki permasalahan yaitu diberi sanksi mempermalukan, tidak mendapatkan surat pindah, tidak bisa mengikuti ujian sekolah dan UNBK, siswa dikeluarkan karena terlibat tawuran, anak dieksploitasi di sekolah, anak ditolak sekolah karena HIV, dan anak korban kekerasan seksual dikeluarkan dari sekolah.

Sementara anak korban kekerasan fisik dan anak korban bully memiliki permasalahan meliputi anak dituduh mencuri, anak dibully oleh teman-temannya, anak dibully oleh pendidik, saling ejek di dunia maya dan dilanjurkan persekusi di dunia nyata, anak korban pemukulan, anak korban pengeroyokan, dan sejumlah siswa SD dilaporkan ke polisi oleh kepala sekolahnya.

Selain itu, anak sebagai pelaku bullying atau persekusi terhadap guru yang kemudian divideokan dan viral juga meningkat drastis di pada 2019, dengan cakupan wilayah menyebar yaitu di Gresik, Yogyakarta, dan Jakarta Utara.

Data KPAI mencatat, berdasarkan jenjang pendidikan, mayoritas kasus terjadi dijenjang SDI sederajat yaitu sebanyak 25 kasus atau mencapai 67%, jenjang SMP/sederajat sebanyak 5 kasus, jenjang SMA/sederajat sebanyak 6 kasus dan Perguruan Tinggi (PT) sebanyak 1 kasus dan tersebar di puluhan Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

Dampak pada Korban dan Pelaku

Tindak kekerasan atau persekusi terutama dalam kasus yang terjadi di kalangan anak-anak atau remaja akan memberi dampak yang serius. Dampak ini tidak saja dialami oleh korban tapi juga pelaku tindak kekerasan itu sendiri.  Berikut sejumlah dampak negatif yang biasa dialami korban persekusi seperti dilansir alodokter.com

-Mengalami gangguan mental, seperti depresi, rendah diri, cemas, sulit tidur nyenyak, ingin menyakiti diri sendiri, atau bahkan keinginan untuk bunuh diri.

-Menjadi pengguna obat-obatan terlarang.

-Prestasi akademik menurun. Efek ini mungkin bisa terjadi karena korban takut pergi ke sekolah sehingga berdampak kepada kegiatan belajar.

-Ikut melakukan kekerasan atau melakukan balas dendam.

Sementara bagi para pelaku persekusi juga akan mendapatkan dampak negatif seperti dilansir dari pijarpsikologi.org antara lain adalah:

-Pelaku bullying di usia remaja rentan terhadap masalah-masalah psikologi jangka panjang dan akan terbawa hingga dewasa jika tidak ditangani dengan tepat.

-Pelaku berisiko tumbuh menjadi seorang dewasa yang tidak bahagia.

-Pelaku bullying rentan mengalami masalah-masalah psikologis seperti masalah pengendalian emosi sehingga ia akan kesulitan membangun relasi/hubungan sosial maupun hubungan romantis.

Cara Mengatasi

Jika Anda mendapati anak Anda mengeluh karena tidak ada yang mau bermain dengannya, berikut beberapa cara mengatasinya, dilansir Liputan6.com dari laman Scholastic.

1. Bicara pada guru

Bila anak atau remaja menjadi korban atau pelaku kekerasan, ceritakan mengenai masalah tersebut kepada guru atau pihak sekolah. Agar masalah tersebut segera diselesaikan.

2. Minimalkan kebiasaan negatif

Beberapa lelucon yang sering dilakukan anak-anak di sekolah bisa berawal dari hal-hal sepele, misalnya bau badan. Pastikan anak Anda rapi dan bersih saat bersekolah.

3. Ajarkan anak untuk percaya diri

Setiap anak memiliki kelebihan tertentu, gali potensi yang dimiliki oleh anak dan ajarkan untuk membantu teman yang kesulitan belajar, dengan begitu akan lebih mudah untuk berteman.

4. Ajarkan anak untuk membela diri

Perilaku bullying terjadi saat anak membiarkan orang lain mengejeknya, menertawakannya, dan merendahkannya. Namun, saat dia mampu membela dirinya, perilaku bullying akan diminimalisasi dan dapat dihindari.

5. Kenali teman-temannya

Jika anak Anda masih kesulitan untuk diterima oleh teman sebayanya, undanglah teman-teman sekolahnya dan tunjukkan perilaku yang terbuka. Hal ini bisa menjadi lahan berbaur bagi anak sekaligus kesempatan untuk berdiskusi dengan para orang tua.

Kesempatan itu juga menjadi momentum pas untuk mengenali teman-teman anak kita. Bila ada temannya bermain ke rumah, usahakan untuk mengenali dan ramah kepada mereka. Teman-teman kelas mereka pasti akan segan atau berpikir ulang untuk berbuat tidak baik kepada anak kita, bila kita mengenal mereka juga dengan baik.

Ditulis oleh : Anik Sulistyawati

Sign up for the Newsletter

Join our newsletter and get updates in your inbox. We won’t spam you and we respect your privacy.