• Sun, 24 November 2024

Breaking News :

Mewaspadai 7 Jenis Serangan Siber Menjelang Pilkada 2020

Pilkada serentak dijadwalkan akan diselenggarakan pada 2020 ini. Sedikitnya ada 270 daerah yang akan mengikuti pilkada serentak ini.

JEDA.ID–Pilkada serentak dijadwalkan akan diselenggarakan pada 2020 ini. Sedikitnya ada 270 daerah yang akan mengikuti pilkada serentak ini.

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Bahtiar dalam keterangannya, beberapa waktu lalu seperti dilansir detikcom mengatakan pada 2020 Pilkada akan diikuti 270 daerah.

Pilkada serentak 2020 merupakan Pilkada serentak gelombang keempat yang dilakukan untuk kepala daerah hasil pemilihan Desember 2015.

Bahtiar menjelaskan, ke-270 daerah itu perinciannya adalah 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Pilkada Serentak 2020 seharusnya diikuti 269 daerah, namun menjadi 270 karena Pilkada Kota Makassar diulang pelaksanaannya.

Namun, di tengah kondisi pandemi Covid-19 seperti saat ini, Pilkada 2020 tampaknya kemungkinan akan sangat mengandalkan kampanye di media online.

Mengingat bila kampanye secara langsung dilakukan akan rentan bagi persebaran virus. Walaupun jadwal kampanye secara resmi belum diumumkan, kemungkinan panitia dan peserta akan berpikir ulang untuk menggelar kegiatan secara terbuka.

Meski kampanye dan proses pelaksaan Pilkada lebih banyak di online, tetap perlu ada yang mesti diwaspadai yakni kemungkinan serangan peretas.

Organisasi masyarakat Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) membeberkan setidaknya ada tujuh jenis kemungkinan serangan siber yang diperkirakan bakal marak terjadi saat Pilkada. Peneliti Perludem, Nurul Amalia memaparkan sejumlah kemungkinan serangan siber yang akan terjadi dilansir dari berbagai sumber.

Ashanty Hampir Jadi Korban, Catat Tips Agar Tak Kena Tipu Saat Jual Rumah

1. Serangan DDoS (Distributed Denial of Service).

“DDoS merupakan serangan yang sering terjadi di Pemilu,” kata Nurul saat konferensi virtual bertajuk “Keamanan Siber Teknologi Pilkada 2020”seperti dilansir sebuah media online, pada Minggu (19/7/2020).

Teknik serangan DDos atau DDos Attack biasanya dilakukan dengan cara menyerang dan membanjiri server bertubi-tubi menggunakan paket data berkapasitas besar, sehingga situs dan sistem aplikasi yang diserang tidak dapat menampung data dan akhirnya rusak. Akibatnya situs atau aplikasi yang diserang dengan DDos bakal sulit diakses pengguna lain.

2. Serangan Siber Perubahan Hasil Penghitungan Suara

Serangan siber dengan mengubah tampilan situs yang menayangkan hasil penghitungan suara. Menurut Nurul, jenis serangan ini, peretas ingin menunjukkan seakan mampu mengakses sistem penghitungan suara penyelenggara pemilu.

“Jadi peretas tidak betul-betul masuk sistem dia hanya ke situs website dan ubah tampilan situs sehingga seolah-olah dia sudah obrak-abrik sistem. Seolah-olah mereka sudah ubah sistem,” kata Nurul.

3. Serangan Phising

Serangan phising yakni mengelabui target untuk mengklik dokumen atau file yang disusupi malware atau ransomware. Peretas biasanya mengirim tautan-tautan berisi malware dan ransomware. Metode phising belakangan juga jadi modus baru dalam kasus paket online.

Nurul menyebut contoh serangan macam itu terjadi pada Pilpres di Makedonia Utara pada 2019 lalu. Dimana satu bulan sebelum Pilpres, sistem informasi dan komunikasi utama yang digunakan KPU Makedonia Utara dihajar serangan siber.

4. Merusak Jalur Komunikasi

Nurul menyebut serangan dengan merusak jalur komunikasi yang digunakan mentransfer hasil penghitungan suara. Nurul menyebut contoh serangan semacam ini terjadi pada Pilpres Kenya 2017 lalu.

5. Merusak Integritas Daftar Pemilih Online

Serangan berupa perusakan integritas pada daftar pemilih online. Ini jenis serangan ini telah masuk ke internal sistem. Serangan ini biasanya terjadi karena sistem teknologi keamanan situs tersebut lemah dari serangan siber.

Selain itu, Nurul menjelaskan jenis serangan tersebut dilakukan oleh peretas dengan sumber daya yang besar dan dilakukan secara terus-menerus. Serangan juga telah direncanakan dan melalui beberapa fase.

6. Membocorkan Data Pemilih

Pembocoran data pemilih dilakukan setelah peretas memiliki data pemilih.

7. Kampanye Disinformasi

Kampanye disinformasi yang menargetkan integritas penyelenggara pemilu dari proses pemilihan. Hal ini terjadi pada Pilpres 2019 di Indonesia. Serangan menyasar disintegritas KPU ketika terjadi kesalahan sistem. Meskipun kesalahan sistem ini kecil, akan tetapi menurut Nurul, ada pihak tertentu yang akan membesar-besarkan masalah.

“Disinformasi penindakan bukan di KPU di lembaga lain. Apalagi nanti di Pilkada 2020 itu diprediksi akan ada banyak kampanye di media daring,” kata Nurul.

Ditulis oleh : Kristina Wulandari

Sign up for the Newsletter

Join our newsletter and get updates in your inbox. We won’t spam you and we respect your privacy.