Aturan mengenai sepeda motor wajib menyalakan lampu siang ada di Pasal 107 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
JEDA.ID – Dua mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta, Eliadi Hulu dan Ruben Saputra menggugat aturan menyalakan lampu sepeda motor di siang hari. Mereka mengajukan uji materiil pasal aturan UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Aturan mengenai sepeda motor wajib menyalakan lampu siang hari tertuang dalam Pasal 107 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Ayat (1) pasal itu menyebutkan pengemudi kendaraan bermotor wajib menyalakan lampu utama kendaraan bermotor yang digunakan di jalan pada malam hari dan pada kondisi tertentu.
Sedangkan ayat (2) menyatakan pengemudi sepeda motor selain mematuhi ketentuan dalam ayat (1), juga wajib menyalakan lampu utama pada siang hari.
Sedangkan aturan yang digugat Eliadi adalah Pasal 197 ayat 2 dan Pasal 293 ayat 2 dan meminta untuk dihapuskan. Pasal 197 ayat 2 menyatakan Pengemudi Sepeda Motor selain mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyalakan lampu utama pada siang hari.
Pasal 293 ayat 2 adalah sanksi pidana bagi pelanggar pasal 107 ayat (2) yaitu kurungan paling lama 15 hari atau denda paling banyak Rp100.000,00.
Alasan Uji Materiil
Aturan ini digugat oleh Eliadi yang merupakan mahasiswa semester VII Fakultas Hukum UKI Jakarta. Ia mengaku pernah ditilang polantas di Jl. D.I. Panjaitan Jaktim pada 8 Juli 2010 pukul 09.00 WIB. Eliadi ditilang karena lampu sepeda motornya tidak menyala.
“Dengan posisi lampu utama yang otomatis menyala mengakibatkan pemborosan pada aki sepeda motor. Hal ini tentunya sangat merugikan bagi para driver online yang sehari-hari mencari nafkah dengan menggunakan sepeda motor,” kata Eliadi yang tertuang dalam berkas permohonan yang didaftarkan 7 Januari 2020 sebagaimana dilansir website MK, Kamis (9/1/2020).
Dia sudah mempertanyakan mengapa ia wajib menyalakan lampu. Padahal bumi sudah terang terkena sinar matahari. Namun jawaban petugas tidak memuaskan.
“Sebagai mahasiswa Fakultas Hukum yang merupakan generasi penegak hukum di republik ini,” kata dia dilansir Detik.com. “Maka sudah kewajiban pemohon untuk mengkritisi setiap norma yang tidak bermanfaat dan tidak sesuai dengan UUD dan berpotensi merugikan dan meresahkan masyarakat luas,” lanjutnya.
Dalam berkasnya, Eliadi juga berdalih mengapa hanya ia yang ditilang, sementara Presiden Joko Widodo tidak.
“Presiden Joko Widodo pada hari Minggu, 4 November 2018 pukul 06.20 WIB mengemudi sepeda motor di Jalan Sudirman, Kebun Nanas, Tangerang, Banten dan tidak menyalakan lampu utama sepeda motor dikemudikannya namun tidak dilakukan penindakan langsung (tilang) oleh pihak kepolisian,” kata Eliadi.
Pada tanggal yang dimaksud, Jokowi sedang kampanye Pilpres dalam kapasitas sebagai pribadi, bukan sebagai Presiden RI.
Ahli hukum tata negara dari Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia Makassar, Dr Fahri Bachmid SH MH, menanggapi alasan uji materiil UU ini. Fahri Bachmid mempertanyakan dalil dan kedudukan hukum kenapa pemohon membandingkan alasan uji materiil dengan kasus Jokowi.
Salah Dalil
Argumentasi yuridis yang dikemukakan dinilai tidak relevan karena perkara di MK adalah tentang pengujian materiil UU atas UUD bukan dengan kasus konkrit.
Dalil permohonan mereka telah masuk pada kasus konkrit, yaitu Jokowi yang mengendarai sepeda motor tanpa menyalakan lampu pada siang hari.
“Ini adalah bukan persoalan konstitusionalitas penerapan sebuah norma UU, tetapi lebih pada kasus kongkrit, sehingga secara teoritik maupun konstitusional sangat sulit jika MK akan mengabulkan permohonan seperti itu,” kata Bachmid.
Fahri Bachmid lantas mempertanyakan kerugian kontitusional dua mahasiswa yang menguji aturan wajib menyalakan lampu motor siang hari ke Mahkamah Kontitusi.
“Apakah mereka mengalami kerugian konstitusional dari berlakunya UU Nomor 22/2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,” tanya Bachmid, dalam keterangan tertulis yang diterima, Minggu.
Ia yakin MK akan menolak permohonan pengujian UU LLAJ yang diajukan dua mahasiswa UKI tersebut.
Berdasarkan konstruksi hukum, Bachmid menyebutkan bahwa apa yang mahasiswa UKI itu ajukan adalah norma UU. Sementara sifat putusan MK adalah erga omnes.
Maka dari itu, dia menilai yang dipersoalkan mahasiswa UKI adalah norma hukum, bukan presiden dalam tindakannya.
Ia menyebut tidak ada yang keliru dengan presiden mengendarai sepeda motor tanpa menggunakan lampu. Sebab di dalam UU Nomor 22/2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan telah mengatur secara komprehensif berbagai hal, sampai pada norma pengecualian.
Selain itu, dari segi materiil, berdasarkan teori perundang-undangan maka, sesungguhnya apa yang telah diatur dalam UU Nomor 22/2009 bersifat kebijakan hukum terbuka. Dan hal itu tentunya merupakan otoritas pembentuk UU.
Menurut Fahri Bachmid, norma yang digugat merupakan kebijakan hukum terbuka pembentuk UU. Dengan demikian, dia menegaskan, dari segi hukum tata negara, tidak ada persoalan konstitusionalitas atas permasalahan itu.
Melihat Kembali Aturan Motor Wajib Menyalakan Lampu Siang Hari
Tanggapan Polri
Kepala Korlantas Polri Irjen (Pol) Istiono mengatakan bahwa aturan sepeda motor wajib menyalakan lampu di siang hari, adalah bagian dari upaya meningkatkan kualitas keselamatan berkendara.
“Jumlah korban kecelakaan lalu lintas yang berakibat fatal lebih 60 persen karena sepeda motor. Faktor utamanya adalah manusia, yang lalai, sembarangan, melakukan pelanggaran, tidak mengetahui peraturan, tidak terampil mengendarai,” terang Istiono, dilansir Detik.com
“Untuk menangani hal tersebut dibuatlah aturan sepeda motor wajib menyalakan lampu di siang hari, sebagai bagian dari upaya meningkatkan kualitas keselamatan bagi sepeda motor yang dituangkan dalam pasal 107 UU No 22 Tahun 2009 pada ayat 2,” lanjutnya Istiono.
Dalam aturan tersebut menyatakan pengemudi sepeda motor, selain mematuhi ketentuan menyalakan lampu utama di jalan pada malam hari dan kondisi tertentu, wajib menyalakan lampu utama pada siang hari. Sanksi bagi pelanggaran ini adalah pidana kurungan 15 hari atau denda Rp 100 ribu- yang tertuang dalam pasal 293 ayat 2.
Tudingan Kecurangan TSM Selalu Muncul Tiap Gugatan Pilpres