Generasi kekinian, terutama milenial, mengalami kelelahan fisik dan mental yang luar biasa. Penyebabnya bukan hanya karena kelebihan kerja.
JEDA.ID—Generasi lelah belakangan muncul di mana-mana. Kelebihan kerja alias overworked bukanlah satu-satunya alasan. Kelelahan generasi lelah juga datang dari media sosial dan gaya hidup.
Data dari General Social Survey (GSS) Universitas Chicago, Amerika Serikat didapati orang-orang dewasa-muda saat ini mengalami kelelahan dua kali lipat dibanding dua puluh tahun silam.
Studi lain dari American Psychological Association, seperti dilansir Healthline menyebutkan generasi milenial adalah generasi paling rentan stres, dengan pemicu paling banyak adalah kehilangan jam tidur dan kecemasan sosial.
Studi itu melibatkan para dokter dan banyak orang dari generasi milienial. Penyebab kelelahan akut di dari generasi masa kini yang lantas membuat mereka pantas disebut sebagai generasi lelah datang dari berbagai hal.
Dikuasai Teknologi
Generasi dewasa-muda saat ini memang akrab dengan teknologi. Terlihat memudahkan padahal teknologi seperti ponsel pintar justru mengambil alih kehidupan mereka termasuk waktu istirahat yang cukup.
Studi dari Pew Research menyebutkan delapan dari generasi milenial mengoperasikan ponsel saat bersiap tidur di tempat tidur. Kegiatannya biasanya membalas pesan, menelepon, mengecek dan membalas email, memutar lagu, membaca berita, menonton video, bermain game dan bangun menggunakan musik dari ponsel pintar.
Saat ini, sebagian orang terutama milenial selalu menggunakan ponsel sampai detik ketika berangkat tidur. Padahal, menurut penelitian, jika kita menggunakan gadget sebelum tidur, cahaya dan spektrum biru yang terpancar memicu respons siaga secara psikologis. Tanpa kita sadari, tubuh menerima sinyal siaga untuk terjaga. Itu yang kerap membuat kita terasa lelah saat bangun tidur.
Sedangkan efek psikologis yang muncul justru jauh lebih besar dari yang kita bayangkan. Dengan seringnya mengecek ponsel sepanjang hari, pikiran akan banjir dengan informasi. Secara konstan berita buruk akan memunculkan kecemasan sosial dan kelelahan secara mental.
Rebecca Robbins ahli dari Department of Population Health di NYU Langone, Universitas New York, Amerika Serikat menyarankan agar memberi waktu pada tubuh dan pikiran sekitar 20-60 menit bebas gadget sebelum tidur. “Mandi air hangat, atau membaca buku [cetak, bukan e-book] akan membantu pikiran beristirahat dari kesibukan dan menyiapkan otak dan tubuh untuk tidur. Itu artinya Anda harus mematikan ponsel,” ujarnya.
Budaya Serba Tergesa
Penjara lain yang memerangkap generasi masa kini dan menjadikannya generasi lelah adalah budaya serba tergesa. Para milenial banyak yang berpikir bahwa kerja keras yang serba cepat akan membuat mereka memimpin dalam banyak hal. Dengan serba cepat, generasi dewasa-muda saat ini berpikir bakal menguasai dunia. Akhirnya mereka selalu tergesa dalam banyak hal. Tak pernah santuy (baca: santai).
Sejak kecil, dalam benak generasi milienial selalu ditanamkan bahwa mereka mampu meraih segala hal dan menjadi generasi yang mengambil alih dunia. Bagi yang menerima nasihat semacam itu sebagai nilai yang harus dianut, mereka akan berjuang untuk menyesuaikan harapan dengan kenyataan. Mereka akan bekerja keras, sampai terlalu keras dan benar-benar tidak mampu lagi melakukannya.
“Sayangnya, ketika mereka tidak memberi kesempatan yang cukup pada diri sendiri untuk rehat, mereka sedang meningkatkan risiko burnout [sindrom kelelahan akut],” Martin Reed, ahli pemegang sertifikat di klinik kesehatan tidur dan founder Insomnia Coach.
Bahkan, menurut Reed, generasi kekinian kerap membawa pekerjaan ke rumah dan menyelesaikannya malam hari menjelang tidur. “Kebiasaan itu bisa memunculkan tautan mental antara tempat tidur dan kerja, dibandingkan dengan tidur. Tentu saja tidur akan lebih sulit, jadinya insomnia,” katanya.
Terlalu Khawatir Jatuh Miskin
Generasi lelah masa kini terlalu mengkhawatirkan soal uang dan kondisi finansial. Kekhawatiran itu muncul berlebihan akibat kerapnya terjadi resesi ekonomi. Ancaman perang dagang dan labilnya harga kebutuhan hidup. Di sisi lain, tren media sosial mendorong gaya hidup mapan dan mewah.
Kekhawatiran yang seharusnya porsinya wajar, berubah menjadi berlebihan. Kekhawatiran itu lantas mendorong mereka bekerja sangat keras dan mendorong pada kelelahan fisik dan mental. Sebagian besar dari mereka juga berakhir dalam putaran utang yang banyak untuk mendongkrak kebutuhan hidup agar tak menjadi miskin dalam keseharian.
Memang, stres masalah keuangan dialami hampir semua orang. Namun masalah ini bukan berarti tak bisa dikendalikan. Sejumlah ahli menyarankan sebelum tidur Anda menulis daftar apa yang harus dilakukan besok pagi. Membuat daftar tertulis jauh lebih membantu mental Anda dibandingkan dengan sekadar mengingat sebelum tidur. Otak akan lebih terbantu dan siap untuk tidur.
Kebiasaan Makan yang Buruk
Jajan sembarangan dan tak memperhatikan asupan makanan yang baik bagi tubuh justru bisa memicu kelelahan. Generasi kekinian kerap bicara soal kesehatan, namun juga senang sekali jajan. Jajan adalah tren.
Marissa Meshulam, ahli nutrisi dari klinik diet Mount Sinai Beth Israel, New York, Amerika Serikat menyebut generasi modern saat ini terlalu banyak mengonsumsi alkohol atau kafein yang mendatangkan malapetaka pada siklus tidur. Generasi sibuk zaman sekarang juga punya kebiasaan makan sembarangan, asal kenyang dengan cepat. Mereka tak punya waktu memikirkan pola makan dan jenis makanan yang baik bagi tubuh.
“Biasanya mereka mengonsumsi refined carbohydrates [karbohidrat olahaan] dan rendah serat. Makanan jenis ini memicu naik turunnya gula darah. Ketika gula darah stabilitas gula darah rusak, Anda akan makin lelah. Ditambah lagi, pola makan seperti ini biasanya rendah vitamin dan mineral, yang akan memicu kekurangan gizi dan kelelahan kronis,” ujarnya.
Bangga Menjadi Martir Pekerjaan
Siapa bilang generasi milenial lebih malas bekerja dibandingkan generasi baby boomers? Studi terbaru dari Project: Time Off, lembaga penelitian dan komunikasi Growth from Knowledge (Gfk) Jerman, seperti dilansir Harvard Business Review menyebutkan para milenial kerap membanggakan diri sebagai “martir pekerjaan”. Mereka bahkan sedikit menggunakan hak cuti.
Survei terbaru yang melibatkan sekitar 5.000 pekerja tetap yang mendapatkan gaji tetap ini menemukan data para milenial lebih banyak setuju dengan anggapan-anggapan yang mengarahkan mereka menjadi para “martir pekerjaan”. Tanpa mereka sadari. Anggapan-anggapan yang di antaranya, dengan bangga disetujui para milenial yaitu:
“Di perusahaan ini tak ada yang bisa menggantikanku kalau aku tidak masuk kantor.”
“Aku ingin memperlihatkan dedikasi penuh pada perusahaan dan pekerjaanku.”
“Aku tidak ingin orang lain berpikir aku bisa digantikan.”
“Aku merasa bersalah saat menggunakan hak cutiku.”
Anggapan-anggapan itu yang mendorong generasi kekinian mengalami kelelahan fisik dan mental. Mereka tak bisa beristirahat dengan baik bahkan ketika cuti. Akhirnya berubah menjadi generasi lelah.