Ada kemungkinan dana desa belum menjadi obat mujarab untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk di perdesaan.
JEDA.ID–Lima tahun berakhir, kucuran rupiah mengalir deras ke lebih dari 72.000 desa di Indonesia. Dana desa Rp257,2 triliun digelontorkan, namun kemiskinan di desa baru turun 1,12% atau sekitar 2,4 juta orang.
Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2015 lalu menyebutkan jumlah penduduk miskin di perdesaan mencapai 17,94 juta orang atau 14,22%. Secara bertahap orang miskin di desa turun perlahan tiap tahunnya menjadi 15,54 juta orang atau 13,10% pada September 2018. Saat ini, persentase penduduk miskin di desa ini lebih tinggi dari kemiskinan di perkotaaan.
Tak hanya penduduk miskin yang berkurang tipis. Namun, jumlah pengangguran terbuka di desa juga hanya terpankas sedikit. Pada 2015 lalu, tingkat pengangguran terbuka 4,93% dan pada 2018 menjadi 4,04% alias terpangkas 0,89%.
Jumlah dana desa yang naik tiap tahunnya diyakini Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Eko Putro Sandjojo akan menurunkan kemiskinan di desa. Termasuk anggaran dana desa Rp70 triliun pada 2019.
”Kalau akselerasi penurunan kemiskinan di desa bisa kita pertahankan, dalam 7 tahun ke depan itu jumlah orang miskin di desa akan lebih kecil dibandingkan orang miskin di kota,” kata Eko sebagaimana dikutip dari Liputan6.com, Minggu (7/7/2019).
Politikus PKB ini mengatakan penurunan kemiskinan tidak bisa hanya didukung dengan dana desa semata. Dibutuhkan kerja sama serta program yang terintegrasi antara kementerian/lembaga.
”Kemiskinan itu penurunannya bukan hanya dari dana desa. 19 kementerian/lembaga yang ada di kabinet Pak Jokowi itu punya program di desa yang anggarannya lebih dari Rp500 triliun. Jadi digrebek ramai-ramai akan terjadi,” jelas Eko.
Cenderung Stagnan
Meski Eko mengklaim dana desa bisa menurunkan kemiskinan, namun Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati punya pendapat berbeda. Pada 16 Desember 2017, dia menyebut tren penurunan kemiskinan cenderung stagnan.
”Ini sudah kelihatan bahwa dalam 4 tahun ini jumlah kemiskinan kita enggak menurun cepat padahal uang yang dialokasikan ke desa itu sudah meningkat. Itu tetap kemiskinan bentuknya stagnan. Maka kita semua perlu memikirkan dan bekerja mencari solusi,” kata dia kala itu di Magelang, Jawa Tengah, sebagaimana dikutip dari kemenkeu.go.id.
Pernyataan Sri Mulyani diamini Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto, pada Maret 2019. Dia menyatakan ada kemungkinan dana desa belum menjadi obat mujarab untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk di perdesaan.
Meski begitu, tak bisa dimungkiri, dana desa telah mengubah wajah desa. Desa menjadi lebih baik terutama dari sisi infrastruktur. Desa yang berstatus tertinggal pun kian menipis.
”Berdasarkan hasil BPS Oktober 2018, kita sudah melampaui target pengentasan desa tertinggal bahkan untuk tahun 2019. Sekarang sudah ada 6.518 desa yang tadinya tertinggal menjadi berkembang, 2.665 desa yang kategori berkembang menjadi mandiri,” ujar Dirjen Pengembangan Daerah Tertentu Kemendes PDTT Gamawati.
Ada enam indikator kategori ketertinggalan desa yaitu terkait sumber daya manusia, kemampuan keuangan daerah, ketersediaan sarana prasana infrastruktur dasar, aksesibilitas, serta karakteristik daerah dan pengembangan ekonomi.
Sejak dikucurkan 2015, dana desa banyak tersedot untuk proyek infrastruktur daerah. Pola yang sama masih berlaku hingga 2018 lalu. Gencarnya pembangunan infrastruktur ini diklaim menjadi salah satu prestasi dana desa.
Kemendes PDTT menyatakan dana desa mampu membangun sepanjang 191.600 kilometer jalan desa, sepanjang 1.140.378 meter jembatan, 8.983 unit pasar desa, 37.830 unit Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), dan ribuan infrastruktur lainnya.
5 Tahun ke Depan
Eko mengakui lima tahun pertama dana desa sebagian besar dikucurkan untuk infrastruktur. Namun, lima tahun ke depan, dana desa yang akan menembus Rp400 triliun lebih fokus untuk pemberdayaan manusia dan pemberdayaan ekonomi desa.
Hal ini pula yang ditekankan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada April 2019 lalu. ”Ke depan mulai sedikit digeser ke hal yang berkaitan dengan ekonomi dan inovasi. Kalau ada produk-produk di desa, produk lokal yang memiliki keunggulan di situ, distudikan agar jadi produk berkualitas dan memiliki daya saing,” sebut dia.
Upaya menggenjot perekonomian di desa salah satunya lewat BUMDes. Bila pada 2015 ada 11.945 BUMDes, pada 2018 jumlah berlipat ganda menjadi 45.549 BUMDes. Kemendes mengklaim BUMDes itu menyerap lebih dari 1 juta tenaga kerja dan memiliki omzet Rp1,21 triliun/tahun.
Meski gencar membangun BUMDes, tantangan untuk menekan kemiskinan di desa belum berakhir. Banyak faktor yang menjadi penyebab kemiskinan di desa. Perbaikan sektor pertanian yang banyak menyerap tenaga kerja di perdesaan menjadi salah satu kunci untuk kian memangkas angka kemiskinan.
Eko menyebut Kemendes PDTT mengembangkan program Produk Unggulan Kawasan Perdesaan (Prukades) yang bertujuan untuk membentuk klaster-klaster ekonomi di kawasan perdesaan dengan fokus pada satu produk tertentu.
“Desa-desa miskin rata-rata menanam padi sedikit, menanam cabai sedikit, tidak ada skala ekonominya. Dengan Prukades kita buat satu kawasan perdesaan fokus pada satu produk tertentu dengan skala besar sehingga skala ekonominya terpenuhi,” ujar dia sebagaimana dikutip dari kemendesa.go.id.