Sinetron Bunglon mendapat banyak kecaman hanya dengan empat episode saja yang tayang.
JEDA.ID – Pada tahun-tahun awal terbentuknya, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) harus menghadapi salah satu sinetron berjudul Bunglon. Sinetron yang tak banyak dikenal di masa sekarang ini terbilang cukup legendaris lantaran banyak dikecam.
Penulis Widjajanti M. Santoso dalam buku Sosiologi Feminisme: Kontruksi Perempuan dalam Industri Media (2011) menyinggung penolakan keras sinetron Bunglon pada 2004 silam.
KPopers Garis Keras Habiskan Rp10 Juta demi Idola
Bunglon adalah sinetron yang ditayangkan SCTV produksi Rapi Film. Sinetron ini hanya tayang empat episode dari rencana awal 26 episode. Gelombang penolakan dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) membuat sinetron ini dihentikan.
Diproduseri oleh Sonia Mukhi, sinetron tersebut menghadirkan pendatang-pendatang muda seperti Fauziah Alatas (sebagai Nina), Doly Indra Permana (Adit), Cynthia Apsari (Lusi), Muhammad Amien (Robin), Arini Astari (Tari), Kukuh Adirizky, Heliya S, dan Yudi Lifa. Sedangkan pemain senior yang tampak hanyalah Berliana Febrianti (ibu Nina).
Deretan Kontroversi Garuda Indonesia Saat Dipimpin Ari Askhara
Diprotes Keras
Protes datang dari Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI), Kritis Media Untuk Anak (Kidia), Media Ramah Keluarga (Marka), Aliansi Masyarakat Anti Pornografi dan Pornoaksi (AMAPP), Media Watch & Consumer Center (MWCC) dan Yayasan Kita dan Buah Hati.
Sinetron ini dikecam lantaran dinilai tidak memberikan contoh yang baik bagi masyarakat, sehingga penayangan sinetron ini telah dihentikan.
Sinetron Bunglon dianggap bertentangan dengan nilai-nilai pendidikan, mengandung pelecehan seksual, menjungkirbalikkan norma kehidupan dan pola pengasuhan. Sinetron ini mengandung nilai anti-sosial dan mengajarkan memusuhi ayah kandung serta mengelabuhi orang tua.
Hal yang mengkhawatirkan lainnnya adalah tentang gambaran perilaku asosial, atheis dan memuat adegan yang tidak sesuai dengan norma-norma masyarakat pada umumnya. Salah satu adegan yang dipersoalkan adalah ketika seorang karakter dikeluarkan dari geng karena salat.
Contoh adegan lain adalah ajakan seorang ibu kandung dari karakter benama Tari yang mengajak anaknya memusuhi ayah kandung sendiri.
Di dalam sinetron ini, remaja perempuan digambarkan sebagai pelaku dan korban kekerasan, dan kekerasan yang ditunjukkan menjurus ke arah tindak kriminal serta terjadi di dalam rangkaian kekerasan yang tidak ada putusnya.
Terdapat adegan pelecehan seksual yang ditampilkan tanpa resistansi dan bahkan digambarkan sebagai perilaku yang layak. Hal itu terlihat dari adegan saat Tari mengalami pelecehan seksual.
Yang Terjadi pada Otak saat Orang Mengalami Stres
Diganti Sinetron Lain
Dikisahkan Tari hidup bersama ibunya yang wanita panggilan kelas atas. Profesi sang ibu membuatnya tak jarang berganti-ganti menerima tamu di rumah. Tari sering mengalami pelecehan seksual dari para tamu ibunya, seperti dipegang tangan atau dagu sampai dicolek pantatnya. Adegan ini digambarkan langsung oleh sinetron tersebut.
Gambaran pelecehan seksual yang dilakukan sinetron Bunglon ini dianggap lebih buruk dibanding sinetron-sinetron lain. Sinetron ini kerap memperlihatkan kekerasan yang dilakukan ibu kandung terhadap anaknya sendiri. Tari digambarkan selalu dipaksa untuk menjadi pekerja seks komersil (PSK) seperti ibunya.
Tari juga sering berada di situasi selalu dilecehkan oleh anak laki-laki di sekolahnya. Dia dimusuhi teman satu sekolahnya, Bianca, yang cemburu lantaran hubungan cinta segitiga dengan karakter bernama Adit.
Setelah digagalkan untuk tayang utuh, SCTV mengganti sinetron ini dengan sinetron lain produksi SinemArt bertajuk Cewek Tulalit. Sinetron komedi romantis ini dibintangi oleh Nagita Slavina. Kala itu Nagita sudah dikenal dengan akting culun sebagai tokoh Anya di serial dan film produksi SinemArt yang bertajuk Di Sini Ada Setan.
Film ini juga dibintangi oleh Thomas Nawillis yang sudah terbiasa menjadi lawan main Slavina serta Andrew White, bintang serial Ada Apa dengan Cinta? dan Dara Manisku.