• Sat, 20 April 2024

Breaking News :

Pergi ke Barat, Tong Sam Cong Sebenarnya Mau ke Mana?

Kisah Sun Go Kong dan Tong Sam Cong ke barat terinspirasi perjalanan seorang biksu legendaris di China.

JEDA.ID – Serial Kera Sakti tentu tak asing bagi penonton TV era 1990-an. Kisah perjalanan ke barat mecari kitab suci menjadi tontonan yang selalu dinanti-nanti. Meski kisahnya sudah rampung, banyak yang belum tahu sebenarnya ke mana perjalanan Tong Sam Cong & Sun Go Kong itu berakhir.

Kisah perjalanan Tom Sam Cong adalah cerita asli perjalanan biksu Xuan Zang ke India. Namun, di serial Kera Sakti, perjalanan itu mendapat banyak cerita tambahan termasuk karakter utama bernama Sung Go Kong.

Legenda perjalanan ke barat ini diambil dari sebuah buku berjudul Catatan Perjalanan ke Barat Zaman Tang Raya (Ta Tang Xi Yu Ji 大唐西域記) yang disusun 626 Masehi.

Aslinya buku ini ditulis oleh seorang biksu bernama Xuan Zhang menggambarkan keindahan jalur sutra. Xuan Zhang bercerita tentang perjalanannya sendiri ke India.

Catatan sejarah ini berisikan 139 negara kecil-kecil yang disinggahi dalam perjalanannya ke India. Catatan meliputi keadaan politik, geografi, dan masyarakat masing-masing negara.

Catatan ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis pada tahun 1857, bahasa Inggris pada tahun 1884 dan berbagai bahasa lainnya.

India mengambil catatan ini sebagai acuan akademis mendalami sejarah kuno di India di zaman Tang.

Serial Kera Sakti sendiri diadaptasi dari kisah ini. Kisah Perjalanan ke Barat versi novel hampir mirip seperti yang ada pada serial Kera Sakti yang kita tonton di televisi. Tapi plotnya lebih mendetail, lengkap dengan gaya penceritaan yang mengalun indah.

Dan satu kelebihan lain dari novelnya ialah adanya puisi. Momen pertarungan atau pemandangan sering banget digambarkan lewat puisi singkat yang kata-katanya dirangkai dengan elok. Berbeda dengan serial televisinya yang lebih banyak menggambarkan aksi bela diri.

Perjalanan Panjang Xuan Zang

Kisah kehidupan Xuan Zang dimulai pada tahun 600 Masehi. Xuan Zhang kecil bernama Chen Yi, lahir di Cheng He, Provinsi Henan, China. Chen Yi lahir di garis keturunan cendekiawan.

Chen Yi mendapat nama buda Xuan Zang pada usia 6 tahun setelah lulus ujian di Vihara Jing Tu. Xuan Zang dipuji sebagai biksu yang jenius. Pada usia 20 tahun, Xuan Zang dinobatkan sebagai biksu.

Semakin banyak Xuan Zang belajar semakin ia tidak puas dengan kualitas kitab-kitab Buddhis yang ada. Terdapat banyak terjemahan yang berbeda atas suatu sutra, kebanyakan bertentangan satu dengan lainnya. Hal ini disebabkan penerjemahan kitab Buddhis kebanyakan dilakukan oleh para bhikshu luar dari India atau negeri lainnya.

Keterbatasan bahasa membuat terjemahan Tak akurat. Ditambah lagi masing-masing penerjemah memiliki pengertian yang berbeda atas kitab aslinya.

Perbedaan aliran dalam juga memperumit proses penerjemahan. Pengikut masing-masing memiliki pandangan yang berbeda atas ajaran Buddha.

Awal abad VII umat Budha di China mengalami perdebatan intelektual tentang Yogacara berdasarkan karya Asanga dan karya Vasubandhu.

Xuan Zang berpikir perdebatan antara keduanya disebabkan oleh tidak tersedianya kitab-kitab penting aliran Yogacara dalam bahasa China. Xuan Zang bertekad untuk mendapatkan versi lengkap kitab ini langsung dari tanah kelahiran Buddha, India.

Hal inilah yang menjadi awal perjalanan Xuan Zan ke barat. Xuang Zang menetapkan tujuan perjalanannya ke Universitas Nalanda di India.

Perjalanan ke Barat

Pada tahun 629 Xuan Zang memulai perjalanan bersejarahnya. Saat itu Kaisar Tang Zhen Guan baru naik tahta 3 tahun. Bangsa Turki Timur terus-menerus menyerang perbatasan barat China.

Oleh sebab itu pemerintah menutup jalan menuju barat, melarang siapa pun kecuali para pedagang dan orang asing melakukan perjalanan.

Xuan Zang dan beberapa biksu mengajukan permohonan izin untuk melewati perbatasan kepada pemerintah, tetapi ditolak. Saat biksu lainnya menyerah, Xuan Zang memutuskan untuk secara diam-diam keluar dari Changan.

Namun perjalanannya menjadi petualangan yang berat. Xuan Zang melewati Gansu, Lanzhou, dan Dunhuang di akhir Tembok Besar, ia mengambil jalan ke cabang utara Jalur Sutra. Ia melewati Yu Men Guan untuk menuju ke Gurun Gobi, bahaya pertama yang akan ia hadapi.

Tercatat dalam buku biografi yang ditulis oleh para muridnya, pada malam kelima Xuan Zang terbaring di atas pasir dan tidak dapat bergerak sama sekali. Ia lantas bermimpi seorang laki-laki tak dikenal dengan perawakan seperti raksasa mendatanginya dan menyuruhnya untuk bangun dan berjalan.

Tokoh Sha Wu Jing atau Wuching di serial Kera Sakti versi Indonesia, murid ketiga Tong Sam Cong dalam kisah Perjalanan ke Barat diinspirasi dari mimpi Xuan Zang ini.

Salah satu perjalanan paling ekstrem adalah ketika melewati Gunung Ling yang banyak ditutupi gletser. Sepertiga rombongan Xuan Zang tewas. Yang paling beruntung tewas seketika mereka tertimpa bongkahan es yang berasal dari gletser yang pecah ditiup angin.

Patung Xuan Zang di China. (Istimewa)

Patung Xuan Zang di China. (Istimewa)

Yang lainnya tertimbun salju longsor. Beberapa lainnya, saat berjalan di jalan es yang berbahaya, kehilangan pijakan mereka dan terjatuh. Yang lainnya lagi tewas karena membeku. Beberapa jatuh ke dalam retakan gletser.

Namun dengan tekad yang kuat, Xuan Zang dapat melanjutkan perjalanannya menuju Pegunungan Tian Shan dan sampai di daerah Kirgistan melalui Celah Bedal.

Setelah mengunjungi tempat-tempat yang berhubungan dengan kehidupan Sang Buddha, Xuan Zang pun tiba di Nalanda. Di sinilah tujuan utama perjalanannya ke India.

Belajar di Universitas Nalanda

Xuan Zang sampai di Nalanda sekitar tahun 635 dan mendaftar di pusat belajar agama Buddha tertua di dunia di sana untuk memenuhi tujuannya datang ke India.

Untuk dapat menjadi siswa di sana, seseorang harus menyelesaikan ujian dari penjaga gerbang yang merupakan seorang petugas yang bertanggung jawab atas proses belajar di sana.

Xuan Zang yang telah memiliki fondasi pengetahuan Buddha Dharma yang kuat dapat lolos ujian masuk. Dia diterima sebagai siswa Universitas Nalanda dalam tes sulit yang kemungkinan lolosnya hanya 20%.

Universitas Nalanda juga merupakan vihara terbesar di seluruh India. Para siswa terbaik Buddhis berkumpul di sini, beberapa dari mereka berasal dari negeri asing seperti Xuan Zang.

Pimpinan Universitas Nalanda saat itu adalah biksu kepala Silabhadra yang telah berusia lebih dari 100 tahun. Beliau telah menguasai semua kitab suci dan teks Buddhis sehingga ia diberi gelar kehormatan bernama “Zheng Fa Zang”.

Biksu Silabhadra sangat berkenan menjadikan Xuan Zang muridnya. Silabhadara menghabiskan waktu 17 bulan menjelaskan isi kitab Yogacarabhumi-sastra ke Xuan Zang.

Setelah banyak belajar, Xuan Zang dapat menguasai 50 kitab suci Buddhis dan menjadi Sang Zang ke-10.  Hal ini berbeda sekali dengan kisah Perjalanan ke Barat di mana Xuan Zang mendapat gelar San Zang dengan mudah, yaitu diberikan oleh kaisar Tang.

Selain mempelajari ajaran Buddha di Nalanda, Xuan Zang juga mempelajari filosofi Hindu dan menguasai bahasa Sanskerta.

Pada tahun 638 Xuan Zang menghentikan studinya di Nalanda dan bermaksud untuk pergi ke Sri Lanka guna mempelajari lebih dalam ajaran Theravada.

Sampai akhirnya dia ke Nalanda, Xuan Zang menghabiskan waktunya mempelajari ajaran Mahayana dan ikut serta dalam debat filosofi.

Setelah memperoleh pengetahuan agama Buddha yang cukup, ia berpikir untuk kembali ke tanah kelahirannya dan menyebarkan ajaran baru tersebut.

Mudik

Selama perjalanannya Xuan Zang telah mengunjungi lebih dari 130 negeri/kerajaan yang kebanyakan adalah negeri-negeri kecil yang belum dipersatukan.

Di Xinjiang, Xuan Zang menulis sebuah surat kepada Kaisar Tang yang menggambarkan detail perjalanannya dan memohon izin untuk kembali ke tanah kelahiran.

Kaisar sangat terkesan dengan kisah perjalanan Xuan Zang. Terlebih lagi, pada waktu itu kaisar membutuhkan informasi tentang negeri-negeri di sebelah barat China.

Kaisar mengetahui bahwa pengetahuannya tentang negeri-negeri di sebelah barat sekarang tidak cukup. Kembalinya Xuan Zang dari barat merupakan kesempatan emas bagi kaisar untuk meningkatkan pemahamannya atas negeri-negeri tetangga. Demikianlah, kaisar sendiri yang menulis surat balasan kepada Xuan Zang, yang menyambut kepulangannya ke Chang An.

Setelah mendapat surat balasan dari Kaisar Tang, ia meninggalkan Khotan dan melewati gurun Takla Makan, ia tiba di Dunhuang. Setelah berdiam beberapa lama di Dunhuang, ia kembali ke Chang An (Xian) pada tahun 645 di mana ia mendapat sambutan dan penghormatan besar dari para pejabat dan para biksu.

Beberapa hari kemudian kaisar mengundang Xuan Zang ke istana di mana Xuan Zang dengan tenang dapat menjawab semua pertanyaan tentang perjalanan dan pengalamannya.

Sangat terkesan dengan pengetahuan dan kebijaksanaan Xuan Zang, kaisar memintanya menjadi seorang pejabat kerajaan. Tentu saja ini ditolak Xuan Zang karena ia ingin memfokuskan diri menerjemahkan kitab-kitab suci yang ia bawa pulang dan menyebarkan ajaran Buddha di Cina.

Siapa Sun Go Kong?

Berbeda dengan Xuan Zang, Sun Go Kong adalah tokoh mitologi. Sun Go Kong adalah salah satu tokoh novel klasik Tiongkok Shi You Ji atau Perjalanan ke Barat karya Wu Cheng-en pada masa Dinasti Ming. Novel ini populer hingga berabad-abad di China.

Dalam novelnya itu, Wu terlihat lebih menekankan tokoh Sun Go Kong daripada tokoh sejarah asli Xuan Zang. Dapat dilihat dari penokohan Pendeta Tong sebagai seorang yang baik hati namun lemah. Padahal dalam sejarahnya, Pendeta Tong mengadakan ekspedisi sendirian yang dapat membuktikan ketegarannya.

Lu Xun (1881~1936) Bapak Sastra Modern Tiongkok yang terkenal berpendapat bahwa Sun Go Kong adalah karya Wu yang mengambil inspirasi dari cerita karya Lee Gong-zuo yang hidup di zaman Dinasti Tang. Dalam novelnya berjudul “Gu Yue Du Jing”, ia menceritakan tentang siluman sakti bergelar Huai Wo Shuei Shen yang akhirnya juga berhasil ditaklukkan oleh kekuatan Buddha.

Namun Hu Shi, sastrawan lain berpendapat bahwa Wu mengambil inspirasi dari Hanoman yang dikisahkan dalam cerita Ramayana. Karena ia berspekulasi bahwa tidak mungkin cerita Ramayana yang terkenal itu tidak sampai di Tiongkok.

Ditulis oleh : Jafar Sodiq Assegaf

Menarik Juga

Sign up for the Newsletter

Join our newsletter and get updates in your inbox. We won’t spam you and we respect your privacy.