Dalam dua hari terakhir warga melaporkan adanya fenomena aneh, berupa ribuan cacing keluar dari dalam tanah di berbagai lokasi Kota Solo.
JEDA.ID— Dalam dua hari terakhir warga melaporkan adanya fenomena aneh, berupa ribuan cacing keluar dari dalam tanah di berbagai lokasi Kota Solo.
Cacing-cacing tersebut keluar pada pagi hari dan merayap di permukaan sebelum akhirnya mati, namun ratusan lainnya kembali lagi ke dalam tanah.
Warga Kelurahan Jagalan, Kecamatan Jebres, Riri Anwari, mengaku cacing tersebut muncul pada Jumat (17/4/2020) sekitar pukul 05.30 WIB.
“Tidak banyak, mungkin puluhan. Tapi menurut saya aneh sekali, karena tidak biasa. Sebagian saya sapu ke bawah pohon mangga, sebagian lagi mati. Menjelang siang, cacing-cacing itu sudah tidak ada. Sebenarnya tidak masalah, tapi anak-anak jijik karena merayap ke mana-mana. Daripada mereka heboh, saya bersihkan saja,” kata dia, kepada Solopos.com, Sabtu (18/4/2020).
Fenomena serupa juga muncul di Pasar Gede pada Sabtu sekitar pukul 05.30 WIB. Cacing itu keluar dari tanah di taman sebelah utara Pasar Gede Solo, lalu merayap hingga ke jalur pedestrian. Salah seorang pedagang di sekitar lokasi itu, Marsono Hadiwiyono, mengatakan cacing yang keluar mencapai ratusan ekor.
“Kalau dikumpulkan bisa satu ember kecil penuh. Saat saya lihat, langsung saya bersihkan karena takut pembeli jadi tidak nyaman karena saya jualan bakso,” kisahnya, Sabtu.
4 Anak Miliarder Ini Tak Melulu Andalkan Harta Ortu
Pernah Terjadi di Texas
Kehebohan juga pernah terjadi di Negara Bagian Texas, Amerika Serikat, akibat kemunculan cacing dalam jumlah banyak secara tiba-tiba.
Awalnya para penjaga Eisenhower State Park di Texas mengira seseorang meninggalkan spageti, lengkap dengan bumbunya, di tengah jalan, di sekitar garis kuning yang memisahkan lajur. Namun, ketika didekati, benda misterius itu ternyata bukan mi Italia, melainkan gundukan cacing tanah berwarna merah muda yang membentuk barisan.
Para petugas menemukan fenomena tak biasa itu pada 29 Mei 2015, di jalan raya di belakang taman nasional di Denison, Texas, Amerika Serikat.
“Kami masih bingung, mengapa mereka memutuskan untuk berbaris di tengah jalan,” kata inspektur di taman nasional itu, Ben Herman seperti dikutip dari ABC News, Kamis (4/6/2015) seperti dilansir Liputan6.com.
“Bahkan ahli biologi kami pun tak habis pikir bagaimana cacing-cacing itu bisa menempatkan diri mereka dengan baik, mengatur jarak, dalam satu barisan yang nyaris sempurna,” imbuh dia.
Para penjaga (ranger) kemudian memutuskan untuk mengurai gundukan itu, untuk memastikan ada apa di baliknya. Ternyata, di dalamnya hanya terdiri dari cacing-cacing tanah belaka.
Hewan yang masuk kelompok Oligochaeta tersebut ada di sana selama 2 hari, sebelum kembali ke dalam tanah, meninggalkan kotoran mereka di atas aspal jalan.
Pihak Eisenhower State Park berpendapat, setidaknya ada 2 teori yang bisa digunakan untuk menjelaskan fenomena tersebut.
Pertama, hujan lebat yang mengguyur Texas dan sekitarnya membuat tanah yang menjadi habitat para cacing jenuh. Air yang meresap memaksa hewan-hewan invertebrata itu pindah ke area yang lebih kering, yaitu di atas jalan aspal.
Teori kedua adalah bunyi guyuran hujan mirip suara predator yang menerjang masuk ke dalam lubang tempat para cacing berada. Jadi, mereka pun memutuskan pindah, saling berkumpul, untuk menghindari pemangsa.
Eisenhower State Park memiliki luas lebih dari 4.560 hektar, lokasinya sekitar 1 jam dari perbatasan Negara Bagian Oklahoma.
Cacing Bantul Pertanda Gempa?
Sebelumnya, warga Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta juga diresahkan kabar yang tersebar lewat media sosial: cacing-cacing keluar dari dalam tanah dalam kondisi lemas. Sejumlah orang mengaitkannya dengan peristiwa gempa 5,9 skala Richter yang pernah mengguncang, Sabtu (27/5/2006).
“Dari Bantul merata, wilayah Berbah, Prambanan, sampai Solo, ada fenomena aneh, banyak cacing keluar dari tanah dalam keadaan lemas,” demikian kutipan yang menyebar di media sosial waktu itu.
Saat dimintai konfirmasi, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bantul Dwi Daryanto mengakui adanya kemunculan cacing tersebut di wilayah Karangjati, Kasihan, Bantul. Namun dirinya melihat hal ini terjadi karena adanya fenomena hujan saat musim kemarau.
“Kemungkinan karena kepanasan mereka muncul di permukaan,” kata dia, Rabu (3/6/ 2015).
Masa Transisi Pergantian Musim
Sementara Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Surono waktu itu menegaskan, fenomena itu muncul karena adanya perubahan iklim pancaroba dan tidak terkait dengan gempa bumi seperti 2006 lalu.
“Ini masa transisi musim hujan ke musim panas. Waspada bahwa Bantul rawan gempa bumi, tapi kepanikan jangan berlebihan,” ujar Surono di Yogyakarta, Rabu (3/6/2015).
Pria yang akrab disapa Mbah Rono ini menyebut Bantul memang menjadi daerah rawan gempa. Pada 1946, lindu besar menggoyang Bantul dan kembali terjadi setelah 60 tahun kemudian, yaitu pada 2006.
Dia juga mengungkapkan fenomena munculnya cacing itu tidak bisa dikaitkan dengan kondisi Gunung Merapi. Karena kondisi Merapi saat ini dalam keadaan normal.
“Saya pikir masyarakat Yogya cukup cerdas. Bantul memang rawan gempa. Tahun 1946 terjadi gempa dan baru terjadi gempa lagi pada 2006, sekitar 60 tahun kemudian. Sekarang 2006 sampai sekarang [tahun 2015] kan baru berapa tahun? Apakah cukup energi yang terkumpul untuk gempa seperti 2006?” jelas Mbah Rono.
Ia menyatakan tak ada alat atau teknologi yang mumpuni untuk meramalkan akan terjadinya gempa bumi.
“Tidak ada teknologi meramalkan ke depan akan terjadi gempa, bisa dideteksi, tapi tidak tahu kapan,” ujar Mbah Rono waktu itu.
Energi Gempa Butuh Puluhan Tahun
Keterangan itu diperkuat pakar gempa dari Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Danny Hilman Natawidjaja. “Kemungkinannya kecil kalau [alasan cacing-cacing ke permukaan tanah] karena tektonik,” kata Danny kepada Liputan6.com di Jakarta, Kamis (3/6/2015).
Dia mengatakan, jikapun ada gempa, kemungkinan itu karena aktivitas tektonik yang berasal dari lepas pantai. Meskipun lokasi tersebut, menurut dia, berada jauh dari lepas pantai.
Sementara, kata Danny, energi untuk bisa menimbulkan gempa besar di lokasi itu telah terpakai pada 2006. Dan butuh waktu puluhan tahun untuk mengumpulkan energi baru sebelum bisa menghasilkan gempa.
Dia menduga, ada faktor lain yang menyebabkan cacing-cacing tersebut gelisah dan keluar hingga ke permukaan tanah. “Kemungkinan besar karena ada perubahan iklim, perubahan environment (lingkungan),” ucap dia.
Namun begitu, dia tak menampik, ada kemungkinan gejala tektonik di suatu tempat bisa saja terbaca lewat perilaku hewan-hewan di sekitarnya. Seperti cacing ini. Perubahan di alam, kata dia, dapat membuat hewan-hewan merasa gelisah dan tak nyaman.
“Insting makhluk hidup bisa merasakan perubahan di alam, seperti waktu gempa di Padang (Sumatra Barat). Sejak sebelum gempa kok tiba-tiba hewan-hewan besar yang nggak keluar, tiba-tiba keluar,” ujar dia.
Namun, menurut Danny, hal itu tak selalu terjadi sehingga tak bisa dijadikan indikator atau tolak ukur pertanda gempa. Butuh alat untuk memastikan hal tersebut.
“Enggak selalu terjadi, waktu [gempa] Aceh nggak ada, waktu gempa Nias nggak ada, Mentawai nggak ada,” tutur dia.
Hujan Cacing di Norwegia
Fenomena cacing tanah di Texas dan Bantul sebenarnya tidak terlalu aneh jika dibandingkan kejadian lainnya yang masih terkait dengan cacing. Seperti pada April lalu yang terjadi di Norwegia.
Penemuan tak biasa dilaporkan seorang guru Biologi. Ia mengaku menemukan kumpulan cacing di atas gundukan salju, yang awalnya dikira sudah mati namun kenyataannya tidak. Hewan melata itu masih menggeliat-geliat.
“Ketika aku menemukan mereka di salju, sepertinya sudah mati. Tetapi ketika diletakkan di tangan, terlihat tanda hewan itu masih hidup,” ujar Karstein Erstad kepada situs berita Norwegia, The Local seperti dikutip dari Daily Mail, Jumat (17/4/ 2015).
Setelah penemuan Erstad pada Minggu (19/4/2015), dilaporkan terjadi hujan cacing lagi di Norwegia selatan. Sekumpulan cacing itu menghujani Lindas, Suldal dekat Bergen, juga di Femunden.
Fenomena cuaca aneh berupa ribuan cacing tanah hidup berjatuhan dari langit itu, tak ayal membuat warga di sana keheranan.
“Ini adalah fenomena yang sangat jarang terjadi. Sulit mengetahui sudah berapa kali fenomena hujan cacing itu terjadi, tetapi baru sedikit yang dilaporkan,” jelas Erstad.
Erstad menuturkan, ia sempat menemukan laporan fenomena serupa terjadi di Swedia pada 1920-an.
Salut, Sederet Artis Hingga Idol K-pop Donasi untuk Penanganan Corona
Hujan Cacing di Skotlandia
Pada 2011, sekelompok siswa yang sedang bermain sepak bola di Galashiels Academy, Skotlandia heran bukan kepalang. Sebab, cacing-cacing berjatuhan ke tubuh mereka.
Bukan hanya cacing yang secara misterius turun dari langit. Menurut Mother Nature Network, beberapa insiden hujan binatang terjadi setelah tornado dan badai. Para ilmuwan menduga makhluk itu tersedot pusaran angin kuat yang terjadi lalu terbawa di dalamnya, dan berjatuhan saat kekuatan cuaca buruk itu melemah.
Cacing tanah memang sering ditemukan keluar dari liangnya dan berkeliaran di jalan, kebun, atau trotoar setelah hujan. Singkatnya, cacing memilih keluar setelah hujan karena mereka menemukan kondisi di atas tanah lebih ‘menguntungkan’ dibanding di bawah tanah.
Mitos yang umum menyatakan bahwa cacing tanah keluar dari liang karena jika tetap bersembunyi di lubang mereka akan tenggelam. Tentu saja hal ini tidak benar karena cacing bernapas melalui pertukaran gas yang terjadi di kulit.
Selama air memiliki oksigen terlarut yang cukup, cacing bisa hidup selama beberapa hari di dalam air. Cara bernapas cacing ini pula yang menjelaskan mengapa mereka keluar lubang setelah hujan.
Sifat Cacing
Kulit cacing dilapisi lendir untuk memfasilitasi pertukaran gas. Konsekuensinya, kulit cacing harus selalu lembab. Kondisi di atas tanah umumnya panas dan kering yang akan membuat kulit cacing kehilangan kelembaban dan membuatnya tidak bisa bernapas.
Setelah hujan, permukaan tanah menjadi lembab. Hal ini menguntungkan cacing sehingga mereka tertarik untuk muncul ke permukaan.
Cacing tanah juga lebih memilih untuk kawin di atas tanah. Cacing keluar setelah hujan dalam harapan menemukan pasangan. Saat berada di atas tanah cacing juga sering ditemukan dalam kelompok kecil.
Cacing termasuk hermafrodit, namun tetap memerlukan cacing lain agar terjadi pertukaran sperma yang digunakan untuk membuahi telur.
Selain setelah hujan, cacing tanah juga keluar pada malam hari. Pada malam hari, udara jauh lebih dingin, dan lingkungan sering lembab, sehingga ramah terhadap cacing tanah.