Bus Rapid Transit (BRT) atau busway dikembangkan di ratusan kota di dunia termasuk Indonesia. Kisah transportasi favorit banyak negara ini dimulai dari Kota Curitiba, Brasil.
JEDA.ID—Keluhan warga Jakarta tentang kemacetan kotanya mirip sebuah pagi, terus datang setelah malam berakhir. Namun kisah bus rapid transit (BRT) milik Jakarta, Transjakarta adalah cerita lain.
Angkutan umum berupa bus dengan ciri khas memiliki jalur khusus, yang dulunya diimpikan untuk mengatasi kemacetan ini, disebut sukses. Ironisnya, Jakarta tetap macet.
Sebagai bus rapid transit pertama yang beroperasi di Asia Tenggara, Transjakarta membawa Jakarta meraih anugerah Honorable Mention dalam Sustainable Transport Award 2020 yang diserahkan pada Januari 2020 di Washington DC, Amerika Serikat.
Pengumuman anugerah ini seperti dilansir Bisnis.com dilakukan di Fortaleza, Brasil (negara pertama di dunia yang mengoperasikan BRT). Jakarta diangap sukses mengembangkan sistem BRT, Transjakarta.
Seperti di Jakarta, kota-kota lain yang mengembangkan BRT juga memiliki kisah sukses yang sama. Bahkan BRT yang pertama kali beroperasi di dunia hingga kini menjadi transportasi massal andalan.
Sebuah Awal
BRT pertama di dunia beroperasi pada 1974, di Kota Curitiba, Brasil. Sayangnya setelah dibuka, BRT ini tak langsung sukses. Meski masih beroperasi dan digunakan oleh warga, BRT di Curitiba stagnan tanpa pengembangan sampai pada 1979.
Seperti dilansir The Guardian, saat itu Wali Kota Curitiba, Jaime Lerner, yang juga seorang arsitek, merancang sistem transportasi publik terpadu yang dinamai Rede Intergrada de Transporte (Jaringan Transportasi Terpadu).
BRT yang tadinya stagnan dikelola dengan sistem yang lebih baik. Rute baru pun dibuka. Sejak saat itu, BRT di Curitiba menunjukkan potensi penuh. Pada 1993, BRT di Curitiba dilaporkan mengangkut 1,5 juta penumpang per hari.
Dengan penumpang yang sangat banyak, Lerner kemudian merancang sistem boarding yang mirip dengan subway atau sistem light rail transit (LRT). Pada 1991 ia juga merancang stasiun BRT berbentuk pipa kaca yang futuristik.
Stasiun pipa kaca ini menjadi ikon di Curitiba. Kini ada 357 stasiun pipa kaca yang menjadi pintu masuk penumpang BRT di Curitiba.
BRT di Amerika Serikat
Tiga tahun kemudian setelah beroperasinya BRT di Curitiba, Amerika Serikat memulai proyek yang sama. Pada 1977, Kota Pittsburgh, negara bagian Pennsylvania, Amerika Serikat membuka South Busway dengan panjang jalur 4,3 mil (atau sekitar 6,88 kilometer). Rutenya hanya dari pinggir kota sebelah barat sampai ke tengah kota.
South Busway, seperti dilansir USA Streetblog terinspirasi dari BRT di Curitiba, Brasil. Saat itu Pittsburgh, terutama jalur yang dilalui BRT, memang mengalami kepadatan lalu lintas yang makin hari kian parah. BRT di Pittsburg kemudian menjadi BRT kedua yang beroperasi di seluruh dunia.
Pengembangan lanjutan dilakukan pada 1983 dengan dibukanya Martin Luther King, Jr East Busway. Jalurnya menghubungkan pinggir kota sebelah timur sampai ke pusat kota. BRT ini disebut lebih sukses dibanding pendahulunya, South Busway dengan menawarkan banyak kemudahan layanan. Seperti kemudahan perpindahan jalur, durasi kedatangan bus tiap dua menit dan sinyal kedatangan yang bermanfaat menginformasikan keterlambatan busway. Kelak pengembangan selanjutnya adalah layanan kemudahan koneksi dengan transportasi lain serta halte yang menghubungkan langsung penumpang dengan trotoar pusat kota.
BRT di Pittsburg hingga saat ini menjadi satu-satunya sistem BRT di Amerika Serikat yang beroperasi dengan direct service model. Artinya warga setempat, yang terbatas dengan layanan East Busway, bisa terakomodasi dengan lokasi transit yang lebih luas.
Busway melayani rute pinggir kota ke tengah kota melalui koridor utama, penumpang lalu bisa transfer melalui jalur perpindahan secara gratis. Saat ini pintu keluar stasiun BRT juga menghubungkan langsung ke berbagai lokasi penting di pusat kota yang memudahkan penumpang. Dari Pittsburgh inilah, BRT di Amerika Serikat kemudian dikembangkan lebih luas di kota-kota lain.
Pertama di Asia
BRT pertama di Asia beroperasi di Kota Kunming, Provinsi Yunnan, China. Pada halaman 96, buku Developing Bus Rapid Transit, The Value of BRT in Urban Spaces karya Fiona Ferbrache yang diterbitkan Keble College, Universitas Oxford, Inggris (2019) disebutkan BRT di Kunming mulai beroperasi pada 1999.
Konsep BRT di Kunming sudah menggunakan sistem transit di tengah kota yang memudahkan penumpang. Pengembangan setelah BRT di Kunming dilakukan di Beijing pada Desember 2004 (beberapa bulan setelah beroperasinya Transjakarta).
Beijing menerapkan BRT yang lebih modern dan sistem full-featured dan sukses beroperasi. Setelah Beijing, BRT kemudian lebih luas dibangun di berbagai kota di China. Pada 2006, BRT ketiga dioperasikan di Kota Hangzhou, Provinsi Zhejiang. Disusul lima kota lain yang serentak mengoperasikan BRT pada 2008. Kini ada lebih dari 20 kota di China punya BRT.
Terpanjang di Dunia
Di kawasan Asia Tenggara, pionir BRT adalah Transjakarta. Menurut Transjakarta.co.id, Transjakarta juga menjadi busway pertama yang beroperasi di seluruh kawasan Asia Selatan. BRT milik Jakarta ini mulai beroperasi pada 1 Februari 2004.
Transjakarta dirancang sebagai moda transportasi massal pendukung aktivitas warga Ibu Kota yang sangat padat. Dengan jalur lintasan terpanjang di dunia (251.2 km), serta memiliki 260 halte yang tersebar dalam 13 koridor, Transjakarta yang awalnya beroperasi mulai pukul 05.00-22.00, kini beroperasi 24 jam.
Sistem BRT ini didesain berdasarkan sistem TransMilenio di Bogota, Kolombia. Transjakarta diputuskan berbentuk Badan Pengelola (BP) Transjakarta berdasarkan Keputusan Gubernur No.110/2003, dikelola secara non-struktural, menggunakan dana transfer, anggarannya fleksibel, pendapatan bisa disetor dan bertanggungjawab langsung kepada Gubernur DKI.
Pada 4 Mei 2006, Gubernur DKI Sutiyoso mengubah BP Transjakarta menjadi Badan Layanan Umum (BLU) Transjakarta, sebuah Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bawah Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi DKI Jakarta.
Pada 2013, Transjakarta mulai menerapkan sistem e-ticketing untuk seluruh koridor serta integrasi sistem e-ticketing dengan feeder busway dan angkutan umum lain. Penerapan ini memulai era baru pembelian tiket angkutan umum di Indonesia secara lebih luas.