MNC perlu mengubah izin penggunaan spektrum frekuensi dan memiliki lisensi telekomunikasi.
JEDA.ID-Jaringan 5G digadang-gadang menjajikan pendapatan besar, sehingga banyak yang meliriknya. Salah satu perusahaan yang tertarik menggelar jaringan 5G di Indonesia adalah PT MNC Investama Tbk. (BHIT).
Lalu berapa dana yang harus disiapkan MNC jika berinvestasi di bisnis jaringan 5G? Simak ulasannya di tips teknologi kali ini.
Sebelumnya, MNC Group menyatakan minat untuk mengembangkan layanan internet cepat 5G di pita 2,6 GHz. Direktur Corporate Secretary MNC Group Syafril Nasution mengakui perseroan sempat mengutarakan minat untuk menggelar 5G kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
MNC Group menjajaki pergelaran 5G di pita frekuensi 2,6 GHz yang saat ini sedang digunakan oleh anak usaha mereka PT MNC Sky Vision Tbk. untuk aktivitas penyiaran.
MNC dinilai harus mengeluarkan dana hingga belasan triliun rupiah seandainya perusahaan tersebut memutuskan bermain di sektor telekomunikasi. Biaya tersebut belum termasuk untuk pergelaran infrastruktur telekomunikasi.
Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Kristiono mengatakan untuk menggelar 5G, MNC perlu mengubah izin penggunaan spektrum frekuensi dan memiliki lisensi telekomunikasi. MNC tidak dapat serta merta langsung mengalihkan frekuensi dari penyiaran ke telekomunikasi.
Baca Juga: Disinfeksi Sikat Gigi untuk Cegah Covid-19, Begini Caranya
Kristiono juga meminta pemerintah untuk mengkaji dampaknya terhadap industri telekomunikasi, seandainya ingin memberikan MNC lisensi untuk menggelar 5G.
“Pemerintah harus memperhitungkan dampaknya kepada industri yang sudah ada dan perlakuan yang adil kepada semua operator karena pita 150MHz itu untuk operator yang telah beroperasi adalah barang yang sangat mewah,” kata Kristiono seperti dikutip dari Bisnis.com, Senin (25/1/2021).
Adapun mengenai biaya yang harus dikeluarkan MNC, Ketua Pusat Studi Kebijakan Industri dan Regulasi Telekomunikasi Indonesia-ITB Ian Yosef M. Edward mengatakan pada 2017 saat PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) memenangkan lelang di pita 2,3 GHz – sebesar 30 MHz-, biaya yang harus dibayarkan senilai Rp1 triliun.
Adapun jika ditambah dengan up front fee, biaya yang harus dibayarkan sekitar Rp3 triliun. Dengan 150 MHz yang digunakan oleh MNC Vision, kata Ian, maka biaya yang perlu dibayar oleh MNC sekitar Rp5 triliun atau lebih mahal lagi.
“Tergantung yang menang, jika dilelang,” kata Ian.
Adapun Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan jika yang dipakai acuan adalah saat lelang 3G pada 2006, dimana 5 MHz dipatok dengan harga Rp160 miliar, maka 150MHz akan senilai minimal Rp4,8 triliun. Jumlah ini belum termasuk up front fee.
Baca Juga: Waspadai 6 Titik Lengah Penularan Corona, Apa Saja?
“Dengan tambahan BI rate selama 14 tahun maka bisa tembus Rp6 triliun -Rp7 triliun,” kata Heru.
Meski biaya yang dibayarkan sangat mahal, potensi yang didapatkan juga cukup besar. Kearney, perusahaan konsultasi manajemen asal Amerika Serikat, memprediksi pada 2025 pendapatan industri telekomunikasi di Asia Tenggara untuk sektor ritel akan meningkat 6-9 persen dan 18-22 persen ketika mereka mengimplementasikan 5G.
Lalu apakah rencana ini mendapat restu pemerintah?
Juru Bicara Kemenkominfo Dedy Permadi mengatakan Kemenkominfo saat ini terus mengkaji agar pita frekuensi 2,6 GHz dapat digunakan secara optimal. Pembahasan mengenai peluang pergelaran internet cepat – 4G atau 5G – di pita yang tengah digunakan oleh satelit penyiaran tersebut menjadi salah satu opsi.
“Semua opsi untuk percepatan optimalisasi pemanfaatan pita frekuensi 2,6 GHz sedang dikaji di internal Kementerian Kominfo,” kata Dedy seperti dikutip dari Bisnis.com, Senin (25/1/2021).
Keseriusan pemerintah dalam menghadirkan 5G ke Indonesia, hakikatnya telah terlihat dari hadirnya satuan tugas 5G. Satuan tugas tersebut mematangkan sejumlah rencana agar 5G dapat tiba ke Indonesia, termasuk menyusun peta jalan dan alternatif frekuensi untuk 5G.
Dalam dokumen yang diterima Bisnis.com, disebutkan bahwa peluang pergelaran 5G di pita 2,6 GHz akan terjadi pada 2025.
Baca Juga: 9 Daftar Kuliner Teraneh di Dunia, Berani Coba?
Ada dua opsi untuk menggelar 5G di sana. Pertama, menunggu lisensi satelit penyiaran habis pada 2025. Kedua, sebelum 2024 dengan merelokasikan satelit penyiaran ke pita frekuensi yang lebih tinggi.
Diketahui Indonesia membutuhkan frekuensi sekitar 1.882 MHz untuk layanan internet bergerak cepat (4G/5G).
Frekuensi tersebut nantinya akan terbagi dalam dua lokasi frekuensi yaitu 959 MHz di frekuensi rendah (1 GHz- 6 GHz) dan 923 MHz pada frekuensi tinggi di atas 24 Ghz. Untuk mewujudkan hal tersebut, gugus tugas menyiapkan peta jalan 5G untuk 5 tahun ke depan.