• Sat, 27 April 2024

Breaking News :

Ekonomi Terpuruk, Kenapa Enggak Cetak Uang untuk Rakyat Saja?

Pandemi Covid-19 menghantam ekonomi global, tak terkecuali Indonesia. Namun pemerintah tak serta merta mencetak uang karena bisa lebih buruk dampaknya.

JEDA.ID— Pandemi Covid-19 menghantam ekonomi global, tak terkecuali Indonesia. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menggambarkan dampak dari pandemi Covid-19 yang melanda Tanah Air terhadap ekonomi Indonesia.

Mulai dari keterpurukan sektor perhotelan, penerbangan hingga terjadi pengurangan pekerja baik di sektor formal maupun informal.

“Penerbangan di 15 bandara dibatalkan, angka turis menurun dari 6.800 per hari, Rp270 miliar kehilangan pendapatan di sektor layanan udara, dengan sekitar Rp 48 miliar kehilangan yang disebabkan oleh penerbangan dari dan ke Tiongkok,” ujar dia melalui video conference yang membahas APBN Kita, Jumat (17/4/2020) seperti dilansir dari Liputan6.com.

Sri Mulyani, menyebut hotel dan restoran merupakan sektor yang terkena sangat langsung dan awal pertama dari pandemi. Sektor ini mengalami setidaknya 50 persen penurunan okupansi.

“Di berapa tempat bahkan bisa mencapai hampir 90 persen dari 6.000 hotel di Indonesia, dan Menperkraf juga memperkirakan potensi kehilangan devisa yang merupakan salah satu penyumbang devisa yang signifikan di Indonesia,” jelas dia.

Sengitnya Perdebatan Asal-Usul Virus Corona, Alami atau Buatan Manusia?

Kondisi Lain

Sementara, jumlah pekerja yang dirumahkan, terutama dari bulan April mencapai 1,24 juta pekerja dari sektor formal. Di sektor informal, mencapai sekitar 265.000 pekerja informal, dan masih akan terus diperbarui.

Selain itu, impor Indonesia turun 3,7 persen pada kuartal I 2020. “Di sisi lain, inflasi masih tetap terjaga di bawah 3 persen,” imbuhnya.

Saat ini, jumlah kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 7.000 lebih kasus per 24 April dan masih berkonsentrasi mayoritas di DKI Jakarta, Jawa Barat Jawa Tengah, dan Jawa Timur serta Banten. Jika dilihat dari persebarannya, Pulau Jawa menjadi tempat terbesar dari penularan virus tersebut.

Selama ini dikatakan jika Pulau Jawa menjadi wilayah yang memberikan kontribusi sangat besar dalam perekonomian Indonesia, lebih dari 57 persen. Kondisi wilayah ini akan memberikan pengaruh besar dari sisi prospek ekonomi dan kegiatan ekonomi masyarakat.

Kenapa Enggak Cetak Uang Saja?

Lantas, kenapa pemerintah tak lantas mengambil jalan singkat, menggenjot pencetakan uang untuk kemudian dibagi-bagi ke masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT)?

Tenang, sebab pada kenyataannya logikanya tak sesederhana itu. Dijelaskan Sri Mulyani, mencetak uang memang bisa saja dilakukan oleh pemerintah. Namun jika tidak dihitung secara cermat bakal ada ancaman inflasi mengintai. Perlu dipikirkan pula supply and demand di pasar.

“Artinya kan ini orang menganggap persoalannya karena uang saja, sehingga ekonomi berhenti. Orang yang tadinya kerja, bisa belanja, perusahaan yang produksi barang bisa dapat revenue. Tapi sekarang ini orang di rumah, dia gak belanja, terbatas, sehingga ekonomi berhenti,” ujarnya saat berbincang dengan pimpinan media massa secara virtual, Kamis (23/4/2020) malam seperti dilansir detikcom.

Pun begitu, ibarat orang naik sepeda, Sri Mulyani tak mau membiarkan roda ekonomi langsung berhenti sepenuhnya karena bisa jatuh. Adapun yang ingin dilakukan pemerintah tetap menjaga roda ekonomi terus berputar, meski pelan-pelan.

“Karena kalau berhenti maka akan ada PHK masif. Makanya kita siapkan bansos, relaksasi, stimulus, dan kebijakan lain. Ini kita coba keroyok sama-sama [dengan lembaga lainnya],” imbuh Menkeu.

Mengenal Putri Sofia, Putri Kerajaan Swedia yang jadi Sukarelawan Corona

Harapan Ekonomi Pulih

Ia menambahkan, stimulus sendiri bisa dilakukan lewat kebijakan moneter dan fiskal. Baik itu dengan memberi keringanan pajak ataupun mencetak duit lebih banyak untuk kemudian ‘menggerojokin’ roda ekonomi biar naik lagi.

“Istilahnya kita bikin mengapung lagi, nggak tenggelam. Tapi kalau gerojokin terlalu banyak [cetak uang secara masif], di sisi lain supply side nggak jalan maka yang ada adalah akan terjadi inflasi,” jelasnya.

“Makanya kita harus melihat secara cermat. Seberapa banyak kita harus gerojokin ekonomi biar tiba-tiba gak malah berbalik jadi inflasi. Jadi aspirasi tetapi kita dengerin, tapi saya dan Bank Indonesia sama-sama kita jagain dan jangan lupa lagi situasi kaya gini jangan malah dianggap kita justru jadi merugikan negara. BI kan juga takut karena mereka juga punya neraca. saya juga punya neraca pemerintah. Jangan sampai jebol salah satu atau dua-duanya. Jadi kita tetap menjaga dua-duanya, antara sustainabilitas dari fiskal dan ekonominya kita selamatkan. Kita sama-sama mengatur pace dan levelnya,” papar Sri Mulyani.

Kebijakan instan menggenjot percetakan uang sendiri salah satunya dilakukan oleh Amerika Serikat. Meski begitu, bank sentral AS (The Fed) bisa melakukan kebijakan itu sekaligus membeli surat utang pemerintah sebanyak-banyaknya lantaran dolar selama ini dipegang oleh seluruh dunia, sehingga risiko inflasinya kecil atau bahkan hampir tidak ada.

Ditulis oleh : Anik Sulistyawati

Sign up for the Newsletter

Join our newsletter and get updates in your inbox. We won’t spam you and we respect your privacy.