Hari pahlawan selalu diperingati pada 10 November sebagai tanda perjuangan setelah pertempuran besar 10 November 1945 di Surabaya.
JEDA.ID – Hari pahlawan diperingati pada tanggal 10 November 2019. Hal ini dilatarbelakangi peristiwa pertempuran 10 November 1945 di Surabaya yang menjadi salah satu pertempuan terbesar dalam sejarah bangsa.
Pertempuran di Surabaya merupakan perang antara rakyat Indonesia melawan penjajah Belanda dan tentara sekutunya, Inggris. Belanda dan Inggris berusaha merebut kembali kemerdekaan Indonesia usai Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Usai pertempuran ini, dukungan rakyat Indonesia dan dunia internasional terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia semakin kuat.
Hotel Yamato
Setelah proklamasi, muncul maklumat pemerintah 31 Agustus 1945 menetapkan mulai 1 September 1945 bendera nasional Merah Putih dikibarkan terus di seluruh wilayah Indonesia. Gerakan ini makin meluas hingga pelosok kota Surabaya.
Saat terjadi pengibaran bendera Merah Putih di Surabaya terjadi insiden perobekan bendera di Hotel Yamato, (dulu Oranje Hotel) di Jl. Tunjungan no. 65 Surabaya. Sekelompok Belanda di bawah pimpinan Ploegman pada 18 September 1945 sekitar pukul 21.00 WIB mengibarkan bendera Belanda tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya.
Keesokan harinya para pemuda Surabaya melihatnya dan menjadi marah karena mereka menganggap Belanda telah menghina kedaulatan Indonesia.
Para pemuda yang diwakili oleh Residen Soedirman yang didampingi Sidik dan Hariyono kemudian menemui perwakilan Inggris, WVch Ploegman serta orang-orang Belanda di sana. Pertemuan tersebut bertujuan untuk berunding dan menurunkan bendera yang memicu amarah masyarakat Surabaya.
Namun Ploegman menolak usulan tersebut. Dia bahkan juga menolak mengakui kedaulatan Indonesia. Segera setelah pertemuan, Ploegman mengeluarkan pistol yang memicu perkelahian di lobi Hotel Yamato. Kala itu, ia tewas dicekik Sidik, adapun Sidik lalu tewas ditembak tentara Belanda.
Residen Soedirman keluar dan mengatakan perundingan tidak mendapat titik temu. Akhirnya, para pemuda yang masih berada di luar gedung memanjat naik ke atas hotel dan menurunkan bendera Belanda. Setelah itu, mereka merobek bagian biru dari bedera tersebut dan hanya menyisakan dua warna yakni merah dan putih.
Bendera yang telah dirobek tersebut kemudian dipasang kembali ke puncak tiang. Segera setelah bendera kembali terpasang, masyarakat memekikkan seruan Merdeka. Peristiwa ini kemudian menjadi awal dari berbagai pertempuran pertama antara pihak Indonesia dengan tentara Inggris.
Akhirnya Indonesia dan Belanda serta Inggris sepakat untuk gencatan senjata. Namun sayang terbunuhnya salah satu Jenderal Inggris, Brigjen Mallaby, membuat mereka marah dan membatalkan gencatan senjata.
Ultimatum
Pasca-terbunuhnya Mallaby, Mayor Jenderal Robert Mansergh kemudian menggantikan Mallaby sebagai pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur.
Robert Mansergh kemudian mengeluarkan ultimatum yang menyebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang telah ditentukan, mereka juga diminta untuk menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas.
Batas ultimatumnya adalah jam 6.00 pagi tanggal 10 November 1945. Ultimatum tersebut kemudian dianggap sebagai penghinaan bagi para pejuang dan rakyat yang telah membentuk banyak badan-badan perjuangan atau milisi.
Peperangan antara rakyat Indonesia dan tentara Inggris serta sekutunya pun pecah di Surabaya. Peperangan ini adalah yang pertama dan terbesar sejak kemerdekaan Indonesia diproklamirkan beberapa bulan sebelumnya.
Dikutip dari buku Indonesia dalam Arus Sejarah edisi 6 (2012) menggambarkan, Sekutu yang pada awalnya melihat Indonesia sebagai het zachtste volk ter wereld atau bangsa terhalus di dunia, kini menjadi bangsa yang lebih liar, ganas, dan garang.
Pertempuan tersebut berlangsung hingga beberapa hari dan berakhir pada 28 November 1945. Kantor berita Reuters kala itu melaporkan ribuan orang Indonesia menjadi korban serbuan militer Sekutu.
Adapun korban dari pihak tentara dan masyaraat Surabaya diduga mencapa 20.000 orang. Sementara korban dari phak Sekutu diperkirakan mencapai 1.500 orang.
Atas perjuangan rakyat Surabaya dalam melawan penjajah, pemerintah akhirnya mengenang peristiwa tersebut sebagai Hari Pahlawan.
Hingga saat ini, Hari Pahlawan selalu dilaksanakan pada 10 November.