Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan RI resesi pada kuartal III-2020. Saat ekonomi nasional resesi ada sejumlah hal sebaiknya dihindari.
JEDA.ID-Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan ekonomi nasional resmi resesi pada kuartal III-2020. Hal itu menyusul revisi proyeksi yang dilakukan Kementerian Keuangan.
Sri Mulyani mengatakan Kementerian Keuangan melakukan pembaruan proyeksi perekonomian Indonesia untuk tahun 2020 secara keseluruhan menjadi minus 1,7% sampai minus 0,6%.
“Forecast terbaru kami pada September untuk 2020 adalah minus 1,7% sampai minus 0,6%. Ini artinya, negatif territory kemungkinan terjadi pada kuartal III,” kata Sri Mulyani dalam video conference APBN KiTa, Selasa (22/9/2020).
Jika resesi terjadi, ada beberapa hal yang kemungkinan besar dilakukan masyarakat, namun sebenarnya tidak tepat. Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad adalah menahan konsumsi untuk menghemat uang.
Tupai Alien Ditemukan Hidup di Planet Mars, Apa Kata Pakar?
Menurut Tauhid, jika masyarakat menahan konsumsinya, justru pemulihan ekonomi Indonesia semakin berat. Pasalnya, konsumsi rumah tangga merupakan ‘tulang punggung’ dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
“Kalau di resesi menurut saya tetap konsumsinya nggak boleh turun, jadi tetap kebutuhan minimum nggak boleh kurang. Jadi justru ketika ada resesi kan agar ada spending tetap berjalan. Kalau semakin turun ya dia akan memperburuk pertumbuhan ekonomi, terutama dari sisi masyarakat atau rumah tangga,” kata Tauhid seperti dikutip dari detikcom, Rabu (23/9/2020).
Masyarakat Kehilangan Pendapatan
Begitu juga pemerintah, yang pada intinya harus mendorong masyarakat untuk konsumsi, caranya dengan memberikan bantuan sosial (Bansos), atau stimulus lain untuk mendongkrak daya beli.
“Justru peran pemerintah mendorong agar konsumsi masyarakat bisa terpenuhi, terutama di masyarakat menengah bawah. Oleh karena itu Bansos harusnya diperluas dan diperbesar. Diperluas jangkauannya, diperbesar nilainya yang signifikan, dan itu untuk membantu konsumsi. Kalau sekarang Rp 600.000 nggak ada artinya dibandingkan kebutuhan masyarakat yang dalam kondisi resesi mereka kehilangan pendapatan,” papar dia.
10 Profesi Ini Cocok untuk Introvert
Tauhid mengatakan, menahan konsumsi ini juga tak boleh dilakukan ketika suatu negara sudah mengalami depresi, setelah menerjang resesi yang dalam.
“Begitu juga depresi, karena Indonesia basisnya konsumsi, 58% terhadap PDB. Ya situasi begini kan tidak bisa berharap bahwa ekspor-impor dan investasi normal, ya jalannya konsumsi harus dipertahankan,” tutur Tauhid.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal juga mengatakan hal serupa.
“Sama, depresi dengan ketika kondisi resesi, jadi bukan menahan konsumsi. Masyarakat yang punya pekerjaan berarti harus berjaga-jaga. Jadi mempunyai tabungan. Kalau punya aset menyimpan yang lebih aman atau stabil, seperti properti, emas, kalau yang sudah punya aset. Tapi ya saya tidak menganjurkan untuk ekstra hemat,” tegas Faisal.
Ia juga meminta agar masyarakat tidak panik menyimpan uangnya ketika ada resesi, atau bahkan depresi. Pasalnya, hal itu justru akan memperburuk kondisi ekonomi.
“Karena itu kan dampaknya ke ekonomi terhadap konsumsi itu bisa lebih menekan lagi. Apalagi kalau sampai panik. Justru itu bisa memperdalam krisisnya,” pungkas Faisal.