Sekolah bisa mengajak orang tua berpartisipasi langsung dalam pendidikan karakter anak-anak mereka melalui aktivitas berbasis sekolah.
JEDA.ID–Membangun dan menanamkan karakter anak tidak sebatas tanggung jawab orang tua. Para guru yang menjadi orang tua anak di sekolah juga punya peran sentral dalam menyiapkan pendidikan karakter anak.
Sejumlah pakar menyebutkan kerja sama yang apik antara orang tua dan sekolah punya peran sentral dalam menanamkan karakter ke siswa. Sebagaimana dilansir dari laman Sahabat Keluarga Kemendikbud yang melansir dari cortland.edu disebutkan orang tua adalah guru pertama dan terpenting dalam mendidik karakter anak.
Sekolah harus melakukan apa saja untuk mendukung orang tua. Sebaliknya, orang tua juga harus mendukung upaya sekolah untuk mengajarkan nilai-nilai dan karakter yang baik.
Duet antara orang tua dan sekolah yang kemudian akan memudahkan dalam membangun karakter anak. Ada beberapa cara yang bisa ditempuh orang tua dan sekolah dalam bekerja sama dalam pendidikan karakter anak.
Misalnya melakukan pertemuan di awal tahun ajaran atau bahkan sebelum tahun ajaran berlangsung. Dalam pertemuan tersebut, tanamkan kesadaran pentingnya peran orang tua dalam penumbuhan karakter anak.
Sekolah bisa mengingatkan orang tua, bahwa karakter anak terbentuk melalui apa yang dilihat, didengar dan dilakukan secara berulang-ulang oleh anak setiap harinya.
Begini Cara Adopsi Anak Seperti Ruben Onsu & Betrand Peto
Kemudian untuk memperkuat pemahaman orang tua, guru bisa memaparkan beberapa penelitian tentang pengaruh kuat orang tua dalam penumbuhan pendidikan karakter anak.
Bisa juga digelar seminar atau lokakarya tentang pengasuhan anak atau parenting. Sekolah bisa meminta ide dan masukan dari orang tua mengenai topik parenting yang menarik.
”Penting juga untuk mengintegrasikan para orang tua dalam komunitas sekolah. Dalam hal ini, perlu dibentuk semacam komite orang tua untuk perencanaan pendidikan karakter anak.”
Kemudian guru perlu berkomunikasi langsung secara pribadi dengan orang tua. Dalam pertemuan pribadi itu, guru bisa menanyakan mengenai karakter, kebiasaan sehari-hari anak dan perilakunya yang bisa dijadikan pertimbangan guru dalam mendidik anak di kelas.
Sebelum hari pertama sekolah perlu mengundang orang tua bersama anak-anak untuk mengunjungi ruang kelas. Guru juga bisa mengirimkan kalender kegiatan bulanan sekolah.
Survei ke Orang Tua
Tidak hanya itu, guru perlu mengomunikasikan dengan jelas inti kebijakan sekolah dan rencana pendidikan karakter kepada semua orang tua.
Dalam membuat kebijakan itu, sekolah bisa melakukan survei pada para orang tua dan mengundang komentar, pandangan, masukan dan kritikan para orangtua.
Orang tua harus diajak untuk memahami dan mendukung kebijakan sekolah dalam penumbuhan karakter anak. Termasuk pula mengajak orang tua berpartisipasi langsung dalam pendidikan karakter anak-anak mereka melalui aktivitas berbasis sekolah.
”Seperti nonton bareng film keluarga, family gathering, dan sebagainya. Bisa juga mengajak orang tua melakukan kegiatan penumbuhan karakter berbasis rumah, seperti makam malam bersama, mendongeng sebelum tidur.”
Menurut penulis buku, pembicara, dan pakar pendidikan karakter, Doni Koesoema, pendidikan karakter hanya akan menjadi sekadar wacana jika tidak dipahami secara lebih utuh dan menyeluruh dalam konteks pendidikan nasional.
Menurut Doni di laman Sahabat Keluarga Kemendikbud, pendidikan karakter yang dipahami secara parsial dan tidak tepat sasaran justru malah bersifat kontraproduktif bagi pembentukan karakter anak.
Dalam bukunya berjudul Pendidikan Karakter Integral, Doni memberikan formula pendidikan karakter akan efektif dan utuh harus lewat tiga basis desain.
Alasan Mengapa Usia Masuk SD Harus 7 Tahun
Pertama berbasis kelas. Desain ini berbasis pada relasi guru sebagai pendidik dan siswa sebagai pembelajar di dalam kelas. Dalam hubungan guru dan siswa, proses pembelajaran tidak secara monolog.
Harus terjadi dialog antara guru dengan siswa. Memberikan pemahaman dan pengertian akan keutamaan yang benar terjadi dalam konteks pengajaran ini. Termasuk manajemen kelas, konsensus kelas, yang membantu terciptanya suasana belajar yang nyaman.
Kemudian berbasis kultur sekolah. Membangun kultur sekolah yang mampu membentuk karakter anak dengan bantuan pranata sosial sekolah agar nilai tertentu terbentuk dan terbatinkan dalam diri siswa.
Misalnya menanamkan nilai kejujuran tidak cukup hanya dengan memberikan pesan-pesan moral kepada anak didik. Pesan moral ini mesti diperkuat dengan penciptaan kultur kejujuran melalui pembuatan tata peraturan sekolah yang tegas dan konsisten terhadap setiap perilaku ketidakjujuran.
Terakhir berbasis komunitas. Dalam mendidik, komunitas sekolah tidak berjuang sendirian. Masyarakat di luar lembaga pendidikan, seperti keluarga, masyarakat umum, dan negara, juga memiliki tanggung jawab moral untuk mengintegrasikanpendidikan karakter anak.