Ketika ibu-ibu kerap menyatakan menggemaskannya bayi gendut dan lucu, Badan Kesehatan Dunia (WHO) punya pendapat lain.
JEDA.ID–Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengingatkan agar orang tua yang memiliki bayi atau anak bawah umur lima tahun (balita) kerap dipuji seperti gendut, lucu, dan menggemaskan.
Peringatan itu bukan tanpa alasan karena kegemukan menjadi salah satu masalah kesehatan. Kebanyakan ibu di Indonesia akan merasa bangga bila memiliki bayi yang bertubuh gemuk atau gendut karena dianggap sangat sehat, lucu, dan menggemaskan.
Kegemukan terjadi karena energi yang masuk dengan yang keluar tidak seimbang. Berat badan berlebih yang dialami bayi seperti kerap disebut gendut dan lucu terjadi saat asupan kalori melebihi batas kebutuhan disertai dengan kurangnya aktivitas gerak.
Kemenkes sebagaimana dikutip dari laman mereka, Senin (30/9/2019), menyatakan kelebihan berat badan baik overweight maupun obese berarti terjadi penumpukan lemak sehingga memiliki risiko penyakit tidak menular (PTM). Perlu adanya perubahan pemahaman di masyarakat bahwa anak termasuk bayi yang gendut dan lucu belum tentu sehat.
”Dahulu masyarakat bangga punya anak gemuk, pipinya montok. Tapi saat anaknya sudah besar malu ingin kurus, tapi susah,” ujar Direktur Gizi Masyarakat Kemenkes Doddy Izwardi.
Secara umum, obesitas disebabkan oleh tiga faktor, yakni faktor perilaku, lingkungan, dan genetik. Faktor genetik sebenarnya menyumbang 10-30% sementara faktor perilaku dan lingkungan dpaat mencapai 70%.
Beberapa penelitian menyatakan perkembangan teknologi yang pesat berkontribusi pada peningkatan prevalensi kegemukan, tanpa disadari teknologi menggiring kita untuk bergaya hidup sedentary di antaranya kurang beraktivitas fisik, makan makanan instan, dan kurang mengonsumsi buah dan sayur.
Dikatakan Doddy, status ekonomi masyarakat bukan merupakan pengaruh utama terhadap terjadinya obesitas pada anak. Faktor lain yang dapat memengaruhi terjadinya obesitas pada anak yaitu pola asuh orang tua (terutama pola pemberian makan).
Misalnya rendahnya ASI Eksklusif karena tergoda memberikan susu formula yang tinggi lemak dan mengandung gula. Sampai pada pemberian makanan rendah protein namun tinggi gula, garam, dan lemak salah satunya adalah makanan instan.
Inilah mengapa Kemenkes mengingatkan orang tua yang memiliki bayi gendut dan lucu tidak buru-buru bangga, namun juga waspada.
Berdasarkan laporan gizi global atau Global Nutrition Report (2014), Indonesia termasuk ke dalam 17 negara yang memiliki 3 permasalahan gizi sekaligus, yaitu stunting (pendek), wasting (kurus), dan juga overweight (obesitas).
Prevalensi di Indonesia
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menyebutkan prevalensi anak balita gemuk menurut berat badan/tinggi badan pada anak usia 0-59 bulan adalah 8%. Angkanya naik untuk usia 5-12 tahun. Di kelompok umur ini ada 10,8% anak yang masuk kategori gemuk dan 9,2% di kriteria obesitas.
Berikutnya di usia 13-15 tahun yang masuk kategori gemuk sebanyak 11,2% dan obesitas 4,8%. Di kalangan dewasa obesitas menjadi tantangan besar karena ada 21,8% yang masuk kategori obesitas.
Ketika ibu-ibu kerap menyatakan menggemaskannya bayi gendut dan lucu, Badan Kesehatan Dunia (WHO) punya pendapat lain. Menurut WHO, suatu negara dikatakan tidak lagi memiliki masalah gizi bila indikator balita gemuk berada di bawah 5%.
”Biasanya sering digunakan istilah sangat sehat bagi bayi gendut dan lucu ini harus diperbaiki. Obesitas pada anak perlu diperhatikan. Jangan sampai kesenangan kita sebagai orang tua justru akan merugikan bayi atau balita kita di masa mendatang,” kata Doddy.
Bayi gendut disebutkan memiliki beragam risiko kesehatan:
– Gangguan penyakit hati.
– Penyumbatan atau gangguan saluran pernapasan saat tidur dengan gejala mengompol sampai mengorok.
– Usia yang lebih pendek dari generasi orang tuanya.
– Penyakit jantung dan pembuluh darah.
– Gangguan metabolisme glukosa.
– Gangguan kedudukan tulang.
– Gangguan kulit.
Itulah beberapa risiko kesehatan yang bisa mengancam bayi atau anak balita. Jadi kini pola pikir bayi gendut dan lucu itu selalu sehat harus mulai diubah. Bisa jadi itu menjadi masalah yang timbul yang membahayakan buah hati.