• Fri, 22 November 2024

Breaking News :

Kasus George Floyd dan Jejak Demonstrasi Anti-Rasial Kulit Hitam di AS

Gelombang demonstrasi di London dan Berlin pada Minggu (31/5/2020), dalam solidaritas dengan demonstrasi di Amerika Serikat (AS) atas kematian seorang pria kulit hitam, George Floyd.

JEDA.ID – Gelombang demonstrasi di London dan Berlin pada Minggu (31/5/2020), dalam solidaritas dengan demonstrasi di Amerika Serikat (AS) atas kematian seorang pria kulit hitam, George Floyd. Kematian Floyd karena tak bisa bernapas akibat lehernya ditekan lutut seorang polisi terekam dalam video yang kemudian viral.

Para pengunjuk rasa berlutut di Lapangan Trafalgar London pusat, meneriakkan “Tidak ada keadilan, tidak ada perdamaian”, dan kemudian berbaris melewati Gedung Parlemen dan berakhir di luar Kedutaan Besar AS. Demikian seperti mengutip laman Channel News Asia.

Ratusan demonstran juga menggelar unjuk rasa di luar Kedutaan Besar AS di Berlin, memegang poster yang bertuliskan “Keadilan untuk George Floyd”, “Berhentilah membunuh kami” dan “Siapa di belakang”.

Kematian George Floyd telah memicu gelombang protes di Amerika Serikat, melepaskan kemarahan lama yang membara atas bias rasial dalam sistem peradilan pidana AS.

Penjarahan Mobil

Demonstrasi atas kematian George Floyd berbuntut kerusuhan dan penjarahan di berbagai lokasi di Amerika Serkat. Di banyak kota, puluhan mobil hilang karena dijarah.

Diberitakan Carscoop, sebuah dealer di California melaporkan ada 50 mobilnya yang hilang pada Minggu malam waktu setempat. Mobil tersebut digondol penjarah yang melakukan aksi perusakan di tengah demonstrasi di AS atas kematian George Floyd oleh petugas polisi.

Beberapa mobil yang hilang adalah mobil mewah. Di antaranya Dodge Challengers dan Chargers. Beberapa akun media sosial memposting mobil-mobil Dodge keluar dari sebuah dealer pada malam hari. Mobil-mobil tersebut harganya bervariasi mulai dari Rp867 juta sampai sekitar Rp1,3 miliar.

“Saat ini kami perkirakan 50 [mobil] hilang. Kami memiliki pelacak pada mobil-mobil tersebut, jadi kami akan lihat di mana saja mereka berada,” ucap Carlos Hidalgo, pemilik dealer Dodge yang dibobol perusuh seperti dilansir detikcom.

Pencurian dan penjarahan mobil juga dilaporkan terjadi di Madison. Seorang pemilik dealer melaporkan enam mobilnya raib setelah pada Minggu malam terjadi demonstrasi besar yang diiringi aksi perusakan. Termasuk Porsche Panamera Turbo.

Demonstrasi berujung perusakan dan penjarahan makin membuat penjual mobil di Amerika Serikat terpukul. Sebelumnya bisnis mereka sudah sepi lantaran larangan membuka toko di beberapa negara bagian dan ekonomi yang lesu karena pandemi corona.

Lelahnya Jadi Youtuber, Ini Tanda-Tanda Harus Beristirahat dari Dunia Maya

Di Balik Banyaknya Kasus Rasis

Menurut Robin DiAngelo dalam bukunya yang berjudul “White Fragility” menyebutkan bahwa orang kulit putih yang progresif sering mendefinisikan rasisme sebagai sesuatu yang jelas dan sikap keras, demikian dikutip Liputan6.com dari laman splcenter.org, Selasa (2/6/2020).

Seperti ketika polisi memukuli demonstran hak sipil di Selma pada 1965. Faktanya, itu adalah tindakan yang sangat berbahaya.

“Dalam pengalaman saya, hari demi hari, sebagian besar orang kulit putih sama sekali tidak menerima alasan dalam buku itu dan tak mengetahui dampaknya pada orang lain,” kata DiAngelo.

“Mereka bersikeras, ‘ini bukan aku’, atau mengatakan ‘Aku melakukan yang terbaik, apa yang kamu inginkan dariku?’.”

“Buku ini berpusat pada konteks kolonial barat kulit putih, dan dalam konteks itu orang kulit putih memegang kekuasaan institusional.”

Tetapi selama 20 tahun melakukan pelatihan seputar ras dan keanekaragaman, DiAngelo telah menemukan bahwa orang kulit putih progresif yang mengatakan mereka ingin menjadi sekutu bagi orang kulit berwarna sering tidak nyaman karena dampak dari perilaku mereka sendiri.

DiAngelo mendefinisikan ini sebagai kerapuhan orang kulit putih yang rasis itu. Atau ketidakmampuan orang kulit putih untuk mentolerir tekanan ras.

“Saya ingin membangun stamina untuk mengatasi ketidaknyamanan sehingga kami tidak mundur menghadapinya, karena mundur menahan status quo, dan status quo adalah reproduksi rasisme,” DiAngelo menjelaskan. “Jika tidak ada yang rasis, mengapa rasisme masih menjadi masalah terbesar Amerika?”

Tak Seindah Tarzan, Ini 5 Kisah Manusia yang Dibesarkan oleh Hewan

Bukan Satu-Satunya

AS  yang saat ini menjadi pusat pandemic Covid-19 kini harus menghadapi badai demonstrasi. Aksi itu dipicu oleh kematian seorang warga kulit hitam asal Minneapolis, George Floyd. Floyd meninggal dunia akibat kehabisan napas setelah anggota polisi menekan lehernya dengan lutut dalam proses penangkapan.

Demonstrasi pertama kali pecah di Minneapolis, Minnesota, sehari setelah kematian Floyd pada Senin (25/5/2020).

Sejak itu unjuk rasa serupa yang menuntut keadilan atas kematian Floyd juga bermunculan di Danver, New York, Oakland, hingga Ibu Kota Washington DC hingga sempat membuat Gedung Putih terkunci.

Kerusuhan pun tak terhindarkan selama aksi demonstrasi berlangsung mulai dari pembakaran sebuah kantor polisi di Minneapolis oleh pedemo, penangkapan pengunjuk rasa, hingga penembakan terhadap tujuh demonstran di Louisville, Kentucky.

Kematian Floyd bukan lah satu-satunya pemantik demonstrasi AS yang sesungguhnya. Insiden Floyd terjadi tak lama setelah dua warga kulit hitam AS lainnya meninggal dunia.

Ahmaud Arbery,25, meninggal  pada 23 Februari lalu setelah ditembak oleh dua pria kulit putih ketika dirinya tengah lari pagi di lingkungan rumahnya di Brunswick, Georgia.

Beberapa pekan setelah kematian Arbery, perempuan kulit hitam bernama Breonna Taylor juga meninggal akibat tembakan aparat saat merazia gedung apartemennya pada Maret lalu.

Teknisi tim darurat medis itu meninggal ditembak petugas polisi yang menerobos apartemennya ketika tengah tertidur lelap.

Berikut adalah rentetan demonstrasi besar yang pernah terjadi di Negeri Paman Sam akibat tersulut insiden berbau rasial dan diskriminasi seperti dilansir dari berbagai sumber

Justice for Trayvon

Martin Trayvon,(bigrafi.com)

Martin Trayvon,(bigrafi.com)

Protes menuntut keadilan terhadap warga kulit hitam juga pernah terjadi menyusul kematian Martin Trayvon, remaja keturunan Afrika-Amerika berusia 17 tahun, pada 26 Februari 2012 lalu.

Trayvon tewas setelah ditembak oleh George Zimmerman. Insiden berlangsung ketika Trayvon sedang berjalan kaki menuju rumah saudaranya di Sanford, Florida, setelah berbelanja di minimarket terdekat.

Di tengah perjalanan, Zimmerman melihat dan mengikuti Trayvon yang ia anggap mencurigakan. Pria 28 tahun itu mengikuti sang remaja hingga keduanya terlibat kontak fisik.

Zimmerman, yang saat itu membawa senjata, mengaku tak sengaja menembak Trayvon di dadanya ketika beradu fisik hingga menewaskan sang remaja.

Meski sempat diperiksa, kepolisian saat itu tidak menahan Zimmerman. Berita kematian Trayvon pun tersebar dan menuai perhatian publik.

Dilansir Guadian, ribuan orang turun ke jalan Sanford menuntut penangkapan Zimmerman. Para pedemo kompak memakai hoodie berwarna abu layaknya pakaian terakhir yang dikenakan Trayvon saat tertembak.

Demo yang dikenal dengan “Justice for Trayvon” itu bahkan meluas di media sosial. Sebanyak 2,2 juta tandatangan terkumpul dalam petisi daring yang dibuat ibunda Trayvon berisikan penuntutan terhadap penahanan Zimmerman.

Petisi itu menjadi yang paling besar dalam sejarah situs change.org. Sejumlah tokoh publik hingga pebasket seperti LeBron James dan klub Miami Heat memakai hoodie serupa milik Trayvon sebagai tanda penghormatan terhadap sang remaja.

Kasus Trayvon pun menjadi pendorong gerakan Black Lives Matter terbentuk. Gerakan yang semula hanya sebatas tagar di media sosial itu terbentuk sebagai bentuk perlawanan terhadap kekerasan dan sikap rasisme yang sistematik terhadap warga kulit hitam di AS.

Black Lives Matter

Demonstrasi gerakan Black Lives Matter semakin signifikan pada 2014 terutama setelah kematian sejumlah warga keturunan Afrika-Amerika yakni Dontre Hamilton, Eric Garner, John Crawford III, Michael Brown, Ezell Ford, Laquan McDonald, Akai Gurley, Tamir Rice, Antonio Martin, dan Jerame Reid.

Sepuluh warga kulit hitam AS itu meninggal di tangan kepolisian dan beberapa di antara mereka bahkan masih berusia remaja.

Lebih dari 3.000 orang berkumpul di Mall of America, Bloomington, Minnesota, memprotes perlakuan polisi terhadap sepuluh warga kulit hitam yang tak bersenjata itu. Tak hanya di Minnesota, protes serupa juga berlangsung di beberapa kota lainnya seperti Milwaukee, Wisconsin.

Pada 2015, gerakan Black Lives Matter pun kembali mencuat lagi-lagi karena beberapa kematian warga Afrika-Amerika di tangan polisi termasuk Charley Leundeu Keunang, Tony Robinson, Meagan Hockaday, Freddie Gray, Sandra Bland, dan masih banyak lagi.

Dilansir CNN, protes Black Lives Matter memuncak pada April tahun itu setelah kematian Freddie Gray di Baltimore. Pria 25 tahun itu meninggal akibat menderita cedera leher saat dalam penahanan polisi.

Ribuan orang di seluruh penjuru AS menggelar aksi demonstrasi ke jalanan di berbagai kota besar menuntut reformasi dalam tubuh kepolisian. Para pedemo menginginkan masyarakat sipil dilibatkan dalam memantau aktivitas kepolisian.

Black Panther Party

Jauh sebelum gerakan Black Lives Matter terbentuk, gerakan serupa juga pernah muncul sekitar 1966-1982 yang dikenal dengan Black Panther Party (BPP). Cerakan itu merupakan sebuah partai yang awalnya dibentuk demi memonitor tindakan Kepolisian Oakland yang dinilai brutal terhadap warga kulit hitam.

Melansir the Washington Post, BPP merilis protes perdananya dengan menerbitkan surat kabar Black Panther pada 1967 sebagai respons terhadap pembunuhan seorang pria kulit hitam bernama Denzil Dowell oleh seorang petugas polisi di California.

Keberanian para anggota BPP saat itu untuk menentang kekerasan dan diskriminasi terhadap warga kulit hitam di AS membuat organisasi tersebut saat itu dinilai sebagai pembela hak warga keturunan Afrika-Amerika. Hingga masa-masa akhir BPP beroperasi, organisasi itu terhitung memiliki lebih dari 5.000 anggota di seluruh penjuru AS.

Ditulis oleh : Anik Sulistyawati

Menarik Juga

Sign up for the Newsletter

Join our newsletter and get updates in your inbox. We won’t spam you and we respect your privacy.