• Wed, 24 April 2024

Breaking News :

Sejarah Aica Indonesia Sampai Muncul Wabah Ngelem Aibon

Lem Aica Aibon menjadi populer satu pekan terakhir menyusul perdebatan soal anggaran bermasalah di RAPBD DKI Jakarta.

JEDA.ID – Ngelem Aibon kembali menjadi kekhawatiran usai muncul perbincangan soal keramaian di DKI Jakarta. Politikus PSI, William Aditya Sarana mengungkap temuan anggaran Rp82,8 miliar untuk pembelian lem Aibon di RAPBD (Disdik) DKI Jakarta.

Aica Aibon di situs resminya, Aica Indonesia, memperkenalkan diri sebagai produk yang berasal dari Jepang dan dibuat sejak tahun 1974. Di Jepang, nama produsen Aica Aibon adalah Aica Kogyo. Sedangkan, lem Aibon di Indonesia diproduksi oleh PT Aica Indonesia.

Aica Kogya Japan sendiri merupakan pemimpin pasar lem di Jepang dengan produk utama HPL dan perekat. Adapun Aica Kogyo Japan adalah induk perusahaan dari Aica Group di negara Sakura.

Mereka memproduksi produk utama (High pressure Laminated) HPL dan perekat, dengan tujuan ekpansi bisnis di seluruh dunia seperti ke Cina, Korea, Taiwan, Malaysia, Singapura, dan Indonesia.

Di pasar, lem ini sangat familiar dengan tampilan kuning dengan garis merah. Dalam bentuk tube, sampai kaleng, warnanya sama.

Lem Aibon adalah perekat multiguna yang terbuat dari karet sintetis dan pelarut organik. Aica Aibon tersedia dalam toluena dan non toluena, cat dan semprotan.

Aica Aibon merupakan lem dengan daya rekat yang tinggi, sehingga hampir semua bahan termasuk kayu, kain, karet, baja, dan HPL (High pressure Laminated) dapat direkatkan dengan Aica Aibon.

Soerjadi dan Sofjan Wanandi

Di Indonesia, merek ini lekat dengan dua tokoh besar. Soerjadi dan Sofjan Wanandi.

Menurut Ohiao Halawa dalam biografi Soerjadi, Membangun Citra Partai, PT Aica Indonesia didirikan tahun 1974, dengan pemilik saham Pakarti Yoga Group (milik Sofjan Wanandi), Metropolitan Group (milik Ciputra), Aica Kogyo Co. Ltd. dari Jepang, dan Mitsui Group. Perusahaan ini menghasilkan lem dan formika, yaitu bahan tipis berkilat yang terutama dipakai untuk pelapis furnitur.

“Dewasa ini (1993), PT Aica Indonesia memiliki sekitar 190 karyawan. Asetnya sekitar 20 miliar rupiah. Pangsa pasarnya 60% untuk ekspor. Soerjadi sendiri adalah presiden direkturnya sejak tahun 1982,” tulis Ohiao.

Dalam testimoninya di buku Sofjan Wanandi: Aktivis Sejati, Soerjadi mengungkapkan bahwa setelah tak lagi menjadi anggota DPR, dia menganggur karena tak memiliki pekerjaan lain selain berpolitik. Dia kemudian mendatangi Sofjan Wanandi.

“Lalu saya ditawari untuk memimpin salah satu perusahaannya (produsen Aica Aibon) yang tidak memiliki presiden direktur (dua kali presiden direkturnya meninggal dunia),” kata Soerjadi.

Soerjadi menjadi presiden direktur (presdir) PT Aica Indonesia setelah beberapa tahun tidak memiliki presdir. “Karena kata sementara orang tidak ada yang mau menjadi presdir, katanya sudah ada dua orang presdirnya yang meninggal dunia semasa memegang jabatan sebagai presdir,” tulis Ohiao.

Sofjan Wanandi adalah salah satu pebisnis nasional tersukses di Indonesia. Sejak 1974 -tahun yang sama dengan produksi awal lem Aibon- ia merintis karier sebagai pengusaha dan mengelola beberapa perusahaan di berbagai bidang, termasuk industri perkapalan, perakitan mobil, asuransi, konstruksi, manufaktur, farmasi dan lain-lain.

Pabrik Aica Aibon di Cikampek, Jawa Barat. (Aica.co.id)

Pabrik Aica Aibon di Cikampek, Jawa Barat. (Aica.co.id)

Ngelem Aibon

Laman berita BeritaSatu.com pada 2013 mencatat tren memperihatinkan siswa yang mabuk lem atau ngelem aibon. BeritaSatu secara lugas menyebut merek Aibon dalam berita tertajuk Lem Aibon Masih Banyak Digunakan Pelajar untuk Mabuk.

Saat itu, Badan Narkotika Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Bangka Belitung, menyatakan lem “aibon” atau lem sintetis berwarna kuning mengancam pelajar setempat karena sering disalahgunakan untuk mabuk.

Laman Okezone memberitakan Jayapura Darurat Anak Kecanduan Ngelem pada 21 Juni 2019 lalu. “Kondisi ratusan anak pecandu lem aibon di Kota Jayapura, Papua disebut sudah pada titik yang memprihatinkan. Polda Papua pun membuat rumah rehabilitasi untuk menghilangkan efek candu dari lem aibon yang mendera anak-anak setempat,” demikian tulis Okezone.

Kondisi ratusan anak pecandu ngelem aibon di Kota Jayapura, Papua disebut sudah pada titik yang memprihatinkan. Polda Papua pun membuat rumah rehabilitasi untuk menghilangkan efek candu dari lem aibon yang mendera anak-anak setempat.

Dicatat Historia.id, jejak penyalahgunaan ini bermula sejak era 1980-an dan muncul dari kalangan anak-anak jalanan. “Penyalahgunaan zat hirup (volatile substance misuse) dapat dikatakan sebagai salah satu acara rekreasional sejak 1980-an,” catat artikel Anak Jalanan, Seks, dan Ngelem, termuat di Kompas, 2 September 1998.

Lem Aibon mulai beredar di Indonesia pada 1974. Jenama ini lesat menjadi lem tertangguh di Indonesia. Para kuli bangunan, produsen sepatu, tas, dan mainan anak-anak menggunakan lem ini untuk membuat produknya.

Anak jalanan di Indonesia mengeksplorasi informasi secuil tentang koran dan majalah yang memuat informasi tentang penyalahgunaan bahan-bahan adiktif dalam produk rumah tangga di Inggris. Produknya antara lain bensin, thinner, lem perekat, semir, pewangi, dan pembersih karpet.

Semua produk tersebut mengandung bahan solven organik (bahan kimia cair untuk melarutkan bahan kimia lainnya). Ciri khasnya beraroma menusuk dan bisa mempengaruhi kesadaran si penghirupnya. Para remaja di Inggris menggunakan produk itu untuk mabuk-mabukan. “Penelitian ini dilakukan di Inggris tahun 1980,” catat Kompas, 7 Juni 1997.

Singkat cerita, mereka kemudian bereksperimen dengan produk-produk rumah tangga. Dari sekian banyak produk termaksud, lem Aibon paling memuaskan mereka untuk lari sementara waktu dari stres.

Menjadi Populer

Ketangguhan lem Aibon untuk mabuk pun tersebar di kelompok anak jalanan. Penyalahgunaannya meluas dan menembus masa.

Perhatian orang tentang anak-anak jalanan di kota-kota besar Indonesia meningkat pada akhir dekade 1980-an. Mereka menjadi bahasan sendiri. Sebelumya mereka selalu disinggung bertalian dengan perilaku menggelandang.

Penelitian tentang Anak Jalanan: Kondisi, Masalah, dan Penanggulangannya, karya bersama Fakultas Psikologi UI dan Kegiatan Kesejahteraan Sosial DKI Jakarta tahun 1989.

Sutradara Garin Nugroho turut mengangkat kehidupan anak jalanan di Yogyakarta ke layar lebar. Film bioskop itu berjudul Daun di Atas Bantal.

Ngelem adalah mekanisme mengatasi persoalan bagi anak jalanan. Mereka bisa tetap terjaga, waspada terhadap kekerasan, dan tidur untuk melupakan sakit tubuh dan batin,” catat Kompas, 2 September 1998.

Pengakuan langsung dari anak jalanan tak jauh berbeda. “Ngaibon [ngelem aibon] menghibur hati, bisa ngimpi. Duit gopek (Rp500) dikira goceng (Rp5000)… Pohon kita masukin, kita raba-raba,” kata seorang anak jalanan dalam Anak Jalanan Pun Punya Waktu Luang.

Penelitian menyimpulkan bahwa zat dalam lem Aibon menyebabkan kerusakan hati, ginjal, otak, dan tulang sum-sum. Peruntukan lem ini sedari awal bukanlah untuk dihirup. Sampai sekarang pun begitu. Peruntukannya hanya untuk merekatkan bahan-bahan tertentu.

Ditulis oleh : Jafar Sodiq Assegaf

Menarik Juga

Sign up for the Newsletter

Join our newsletter and get updates in your inbox. We won’t spam you and we respect your privacy.