• Fri, 26 April 2024

Breaking News :

Mengenal Mil MI-1, Helikopter Latih Pertama TNI AU

Tentang helikopter latih, Indonesia pernah memiliki helikopter SM-1 yang merupakan salah satu jenis helikopter yang dioperasionalkan TNI AU pada era 1950-an.

JEDA.ID-– Insiden helikopter TNI AD jatuh di Kawasan Industri Kendal (KIK), Sabtu (6/6/2020), terjadi saat kendaraan tempur tersebut sedang menjalani latihan terbang. Empat orang anggota TNI AD gugur dalam kecelakaan tragis itu.

Kepala Dinas Penerangan TNI AD, Brigjen TNI Nefra Firdaus, dalam rilis yang diterima Solopos.com menjelaskan kronologi kejadian. Helikopter tersebut merupakan tipe MI-17 dengan nomor registrasi HA 5141 itu. Helikopter tersebut sedang melaksanakan misi latihan terbang di Pusat Pendidikan Penerbang AD, Semarang, Jawa Tengah.

Latihan tersebut sebagai bagian dari program Pendidikan Calon Perwira Penerbang 1. Helikopter TNI AD itu dinyatakan dalam kondisi baik sebelum terbang hingga akhirnya jatuh di Kendal.

“Saat dilaksanakan Pre-flight Check tidak ditemukan hal-hal menonjol. Selain itu, misi latihan terbang endurance pertama (sebelum misi ke-2) juga berjalan dengan aman,” jelas Nefra dalam keterangan tertulis, Sabtu.

Pada pukul 12.35 WIB, helikopter ini melaksanakan misi latihan terbang endurance kedua dengan materi terbang Tactical Manuver. Lalu pada pukul 13.40 WIB, helikopter MI-17 ini jatuh di Kaliwungu, Kendal.

Setelah jatuh, helikopter terbakar dan menyebabkan 4 orang kru meninggal dunia. Sementara 5 lainnya mengalami dan dievakuasi ke rumah sakit terdekat. “Hingga kini penyebab helikopter MI-17 TNI AD di Kendal itu masih dalam proses investigasi,” kata Nefra.

Sejarah   Latih TNI-AU

Tentang helikopter latih, Indonesia pernah memiliki helikopter SM-1 yang merupakan salah satu jenis helikopter yang dioperasionalkan TNI AU pada era 1950-an. Seperti dilansir dari tni-au.mil.id, prototipe awal SM-1 adalah GM-1 (Gelikopter Mil atau helikopter Mil), yang diproduksi oleh perusahaan Mikhail Mil. GM-1 mulai dirancang sejak tahun 1947, dan terbang perdana pada September 1948.

Nama perusahaan Mikhail Mil diambil dari nama seorang perancang helikopter pertama Rusia, yaitu Mikhail Leontyevich Mil, seorang Teknisi Skuadron Rotor Pertama Angkatan Udara Soviet pada Perang Dunia II.

Setelah berakhirnya Perang Dunia II, GM-1 terus dikembangkan menjadi helikopter Mil Mi-1. Tahun 1951, pertama kalinya Mil Mi-1 dipamerkan ke dunia Barat melalui pameran di Tushino Air Display. Saat itu, Mil Mi-1 telah di produksi dalam jumlah yang banyak untuk angkatan bersenjata Uni Soviet, dan diekspor ke sekutu Uni Soviet untuk keperluan sipil dan militer.

Sejak tahun 1954, Mi-1 diproduksi pula di Polandia oleh perusahaan WSK-Swidnik, dengan nama SM-1, dan dirancang dalam berbagai versi yang berbeda. Sebagian besar produksi helikopter SM-1 di Polandia untuk ekspor. Produksi SM-1 di Polandia mencapai ribuan dan berakhir pada tahun 1965, sedangkan produksi Mi-1 di Uni Soviet berakhir tahun 1961. NATO menyebut Mil Mi-1 dengan sebutan “Hare”/Kelinci, karena bentuknya menyerupai Kelinci.

Pandemi Corona Gerus Kesaktian Paspor, Negara Mana yang Tetap Perkasa?

SM-1 Indonesia

Sejak berdirinya AURI sampai dengan tahun 1952, seluruh kekuatan AURI terdiri dari jenis Fixed Wing Aircraft. Sejalan dengan perkembangan tehnologi kedirgantaraan dunia internasional, serta didukung kondisi geografis Indonesia, AURI membutuhkan jenis pesawat rotary wing atau helikopter untuk meng-cover tugas yang tidak bisa dilakukan oleh pesawat fixed wing.

Keberadaan pesawat helikopter di Indonesia, diawali dengan berhasilnya Wiweko Soepono menyelesaikan sekolah penerbang helikopter di Amerika tahun 1950 dengan jenis Hiller-360 yang mulai datang di Indonesia tahun 1953, dan Wiweko menjadi penerbang helikopter pertama Indonesia.

Wiweko kemudian membagi pengetahuan dan pengalamannya kepada Letnan Udara II Joem Soemarsono. Kemudian Joem Soemarsono bersama Letnan Udara I R. Soemarsono mengikuti sekolah penerbang Helikopter jenis Hiller-12 B di Amerika.

Pulang dari Amerika mereka mentransformasikan ilmu yang didapat kepada Soewoto Soekendar, Suti Harsono dan Kusnidar. Joem Soemarsono yang juga seorang teknisi pesawat helikopter dibantu oleh beberapa teknisi lainnya merawat pesawat-pesawat yang sudah dimiliki yaitu Hiller-360 B, Hiller-12B, Bell-47 G2 Trooper, dan SM-1.

Pesawat Kepresidenan

Suatu hal istimewa pada era ini adalah bahwa Presiden Ir. Soekarno merupakan presiden pertama di dunia yang menggunakan helikopter sebagai pesawat kepresidenan, yang kemudian dalam perkembangan selanjutnya diikuti oleh negara-negara lainnya.

Untuk mewadahi helikopter yang sudah ada, Kasau mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 31 tahun 1956 tentang pembentukan Skadron Percobaan Helikopter. Dengan bertambahnya jumlah pesawat dan penerbang helikopter, kemudian Kasau mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 93 tanggal 20 Juni 1957 tentang peningkatan Skadron Percobaan Helikopter menjadi Skadron Helikopter, sekaligus sebagai kesatuan di bawah Komando Group Komposisi (KGK).

Skadron ini berkedudukan di PAU Husein Sastranegara dan diresmikan tanggal 20 Juni 1957 serta mengangkat Letnan Udara IR. Soemarsono menjadi Komandan Skadron.

Dengan peningkatan status ini, meningkat pula peran serta helikopter dalam mendukung tugas-tugas negara, baik OMP maupun OMSP. Sehingga penambahan armada helikopter menjadi skala prioritas dalam mengembangkan kekuatan AURI saat itu. Yakni dengan mendatangkan berbagai jenis pesawat dari negara-negara Blok Timur. Di antaranya dengan membeli helikopter jenis SM-1 dari Polandia sebanyak delapan unit, yang mulai berdatangan antara tahun 1958-1959.

Instruktur Terbang

Kedatangan helikopter SM-1 di Indonesia, juga membawa serta seorang instruktur terbang bernama Mr. Richard Widskorsky yang mendidik dan melatih dua orang pilot TNI AU yakni Soewoto Soekendar dan Ashadi Tjahjadi untuk mengawaki SM-1.

Dengan semakin banyaknya helikopter yang memperkuat TNI AU, pada 1961 Skadron Helikopter ditingkatkan menjadi Skadron 6 Helikopter dengan kekuatan helikopter SM-1 dan helikopter lainnya serta 22 buah Mi-4 yang baru datang.

Sesuai tuntutan tugas yang cukup berat dan padat saat itu, baik untuk kepentingan militer maupun non militer, dikarenakan banyaknya pemberontakan di Tanah Air, pada Maret 1963, Skadron 6 Helikopter dipindahkan ke PU Semplak (Atang Sendjaya) Bogor.

Pada 1965, armada helikopter Angkatan Udara terus bertambah, pimpinan TNI AU memandang perlu memekarkan Skadron 6 Helikopter. Untuk keperluan tersebut, pada 25 Mei 1965, Menteri/Panglima Angkatan Udara Laksamana Madya Omar Dhani mersemikan berdirinya Wing Operasi 004 Helikopter yang membawahi beberapa skadron, yaitu Skadron Udara 6 Angkut Sedang, Skadron Udara 7 Angkut Khusus, Skadron Udara 8 Angkut Berat, dan Skadron Teknik 6.

Skadron Udara 7 dibentuk sebagai wadah untuk menampung delapan unit SM-1 beserta helikopter Mi-4, semua jenis Bell Trooper, Ranger, dan Iroquios. Helikopter di Skadron 7 bertugas sebagai heli angkut khusus mendukung kegiatan kepresidenan dan heli latih yang bermarkas di Lanud Atang Sendjaja. Dengan perannya sebagai helikopter ringan angkut khusus dan latih, maka keterlibatan helikopter SM-1 dalam operasi militer yang terjadi pada masa tahun 1960-an tidak begitu menonjol.

Ditulis oleh :

Sign up for the Newsletter

Join our newsletter and get updates in your inbox. We won’t spam you and we respect your privacy.