Proses alih fungsi lahan sawah ke penggunaan nonsawah pada prinsipnya bermuara pada motif ekonomi, yaitu penggunaan nonsawah memiliki land rent lebih tinggi.
JEDA.ID–Cerita sawah yang berubah bentuk menjadi deretan beton berupa perumahan sampai pusat perbelanjaan seakan menjadi cerita berulang. Lahirnya Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah yang baru diteken Presiden Jokowi menjadi senjata baru untuk memagari sawah dari peralihan bentuk.
”Peraturan Presiden ini akan menjadi payung hukum pelaksanaan pengendalian alih fungsi lahan sawah yang merupakan kerja tim terpadu yang dikoordinasi oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) sebagai Ketua Harian,” ujar Direktur Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah (PPRPT), Budi Situmorang dalam siaran pers di laman Kementerian ATR sebagaimana dikutip Sabtu (14/9/2019).
Peraturan itu menjadi jawaban atas terus menyusutnya lahan pertanian di Tanah Air. Hasil Sensus Pertanian 1983 dan 1993 menunjukkan selama kurun waktu 10 tahun telah terjadi penurunan lahan pertanian seluas 1,1 juta hektare.
”Dari penurunan luas lahan pertanian tersebut, sekitar 92 persen merupakan lahan pertanian di Jawa. Sebagaian besar adalah lahan sawah. Kondisi ini secara teoritis akan dapat mengganggu produksi pangan nasional,” sebut Ashari dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian dalam Tinjauan tentang Alih Fungsi Lahan Sawah ke Nonsawah dan Dampaknya di Pulau Jawa.
Budi Situmorang mengatakan pemerintah pusat akan klarifikasi dan berdiskusi dengan daerah untuk menyepakati luasan lahan sawah yang akan dilindungi.
Hasil klarifikasi ini akan menjadi bahan tim terpadu untuk menhyinkronkan kemudian penetapan Peta Lahan Sawah Dilindungi oleh Menteri ATR/Kepala BPN.
Peta Lahan Sawah Dilindungi tersebut akan dikendalikan pengintegrasiannya ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah masing-masing kabupaten/kota sebagai bagian dari Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).
Direktorat Jenderal PPRPT akan memantau dan menertibkan terhadap alih fungsi lahan yang telah ditetapkan pada Peta Lahan Sawah Dilindungi.
151 Daerah Lumbung Padi
Dia menyebutkan Direktorat Jenderal PPRPT telah melakukan verifikasi lahan sawah terhadap data pertanahan pada 8 Provinsi dan 151 Kabupaten/Kota Lumbung Padi di Indonesia.
Verifikasi ini dilakukan untuk mengidentifikasi lahan sawah beserta data pertanahan yang menjadi faktor-faktor yang dapat mengurangi luas lahan sawah secara legal/administrasi maupun faktor-faktor yang dapat menambah luas lahan sawah.
Data hasil verifikasi yang diklarifikasi kepada pemerintah daerah di antaranya adalah izin-izin yang telah menyebabkan alih fungsi yang diterbitkan di atas sawah, Proyek Strategis Nasional yang menggunakan lahan sawah, dan alokasi peruntukan lahan basah dan LP2B pada Rencana Tata Ruang Wilayah.
”Keberpihakan pemerintah daerah terhadap perlindungan lahan sawah ini sangat dibutuhkan dalam Penetapan Peta Lahan Sawah Dilindungi,” sebut Budi.
Ashari dalam kajiannya menyebutkan proses alih fungsi lahan sawah ke penggunaan nonsawah pada prinsipnya bermuara pada motif ekonomi, yaitu penggunaan nonsawah memiliki land rent lebih tinggi.
Dia menyebutkan dampak negatif akibat konversi lahan terutama adalah pada sisi hilangnya “peluang” memproduksi hasil pertanian di lahan sawah yang terkonversi, yang besarnya berbanding lurus dengan luas lahannya.
Jenis kerugian tersebut mencakup produksi pertanian dan nilainya, pendapatan usahatani, dan kesempatan kerja pada usaha tani. ”Alih fungsi lahan sawah juga menyebabkan hilangnya nilai investasi berupa dana pembangunan untuk membangun sistem irigasi baru,” sebut dia.
Dia menyebut konversi lahan sawah juga memberikan manfaat. Hasil ini didasarkan pada fakta bahwa sebagai bagian dari sumber daya ekonomi, lahan akan dialokasikan pada penggunaan yang menghasilkan land rent tertinggi.
Nakun, dia mengingatkan mempertahankan luas lahan sawah tetap penting serta memberi kan kontribusi yang signifikan dalam upaya mencukupi kebutuhan pangan.
Apalagi di Indonesia, sebagaimana lazimnya negara yang sedang berkembang, produktivitas lahan- nya masih relatif rendah sehingga untuk memacu produksi yang lebih besar harus didukung oleh ketersediaan lahan yang luas pula.