Program TX2 bertujuan melipatgandakan jumlah populasi harimau di tiap-tiap negara pemilik harimau pada 2022.
JEDA.ID–Harimau Sumatra itu tewas mengenaskan di tepi jurang di perbatasan Desa Muara Lembu dan Pangkalan Indarung, Kecamatan Singingi, Kuantan Singingi, Riau.
Hewan langka berjenis kelamin betina itu ditemukan tewas dengan posisi tergantung di tepi jurang. Masih ada jerat sling baja yang membelit pinggangnya.
Harimau itu mati akibat jerat babi. Peristiwa itu terjadi 26 Sptember 2018. Ironisnya, pada saat dilakukan nekropsi oleh tim dokter, ditemukan dua janin Harimau Sumatera utuh yang siap lahir.
Nekropsi dilakukan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Yayasan Arsari Djojohadikusomo, dan WWF-Indonesia Program Sumatera Tengah,
”Sangat disayangkan satwa prioritas nasional dan penting bagi budaya lokal harus mati akibat jerat. Kondisi populasi harimau Sumatera itu sendiri saat ini kritis. Ini akibat berbagai macam ancaman dan tekanan seperti hilang dan menyusutnya habitat, perburuan maupun konflik dengan manusia.” ujar Febri Anggriawan Widodo, Module Leader Riset Harimau WWF-Indonesia Program Sumatra Tengah, sebagimana dikutip dari laman wwf.or.id.
WWF Indonesia mencatat populasi harimau Sumatra sekitar 600 ekor. Mereka tersisa di dalam blok-blok hutan dataran rendah, lahan gambut, dan hutan hujan pegunungan.
Sebagian besar kawasan ini terancam pembukaan hutan untuk lahan pertanian dan perkebunan komersial. Juga perambahan oleh aktivitas pembalakan dan pembangunan jalan.
Bersamaan dengan hilangnya hutan habitat mereka, harimau terpaksa memasuki wilayah yang lebih dekat dengan manusia. Seringkali harimau dibunuh atau ditangkap karena tersesat memasuki daerah pedesaan atau akibat perjumpaan tanpa sengaja dengan manusia.
Propinsi Riau adalah rumah bagi sepertiga dari seluruh populasi harimau Sumatra.
Di dunia, populasi semua harimau diprediksi sekitar 3.900 ekor pada 2018 lalu. Populasi tersebut tersebar di 11 negara di antaranya Bangladesh, Bhutan, Cambodia, India, Indonesia, Lao, Myanmar, Nepal, Rusia, dan Vietnam.
Upaya menjaya eksistensi harimau bukan perkara mudah. International Union for Conservation Nature (IUCN) mencatat kurang dari 4.000 ekor harimau dewasa sekarang tetap di alam liar.
Peringatan GTD
Peringatan Hari Harimau Sedunia atau Global Tiger Day (GTD) tiap 29 Juli pun ingin memastikan harimau mendapat perlindungan yang layak dan habitatnya semakin luas, tidak sebaliknya.
Dilansir dari sumatrantiger.id, peringatan GTD dimulai pada 2010 bersamaan dengan Saint Petersburg Tiger Summit di Rusia. GTD 2019 di Indonesia akan diperingati di Balai Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (BTNBT) Riau.
Peringatan GTD sengaja digelar di kawasan itu untuk menyentuh hati masyarakat yang tinggal di batas kawasan TNBT yang selama ini berbagi ruang dengan habitat harimau Sumatra.
Ahli Ekologi Satwa Liar dan Lanskap WWF Indonesia Sunarto menyebut pada 2015 lalu Rima, induk harimau melahirkan tiga ekor anak harimau. Dua tahun berselang, Rima kembali melahirkan empat ekor anak. Ini menunjukkan harimau Sumatra sukses berkembang biak di alam liar.
”Ini adalah bukti yang mengagumkan dan membuktikan bahwa harimau berkembang biak seperti kucing jika saja mereka memiliki habitat yang terlindungi, memiliki cukup mangsa, dan tidak diburu,” ungkap Sunarto.
Namun, Sunarto mengatakan jumlah kembang biak harimau Sumatra belum mencapai target mencapai tujuan Tiger TX2 yaitu melipatgandakan jumlah populasi harimau di tiap-tiap negara pemilik harimau pada 2022.
”Untuk mencapai tujuan TX2 artinya kita butuh bantuan pemerintah, bisnis, masyarakat lokal dan setiap orang yang peduli harimau untuk mendukung usaha-usaha konservasi harimau,” tanda Sunarto.