Dua jenis pungutan pajak yang dikenakan ke BBM adalah PPN dan PBBKB.
JEDA.ID – Tahukah Anda sudah sejak lama pemerintah telah menetapkan sejumlah pungutan dari uang yang Anda belanjakan untuk pembelian BBM. Di antara pungutan untuk BBM itu adalah pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB).
Sadarkah Anda, ketika membeli bahan bakar minyak (BBM) untuk kendaraan, Anda dikenai beban untuk membayar dua pajak sekaligus. Salah satu diantaranya PPN selain PBBKB yang akan dibahas belakangan.
Pajak Pertambahan Nilai untuk BBM dikenakan sebagai bagian dari rangkaian kegiatan impor dan penjualan kepada konsumen industri dan end user.
Dalam kegiatan impor, pengenaan pajak bukan hanya PPN tapi juga termasuk PPH dan Bea Masuk. Sedangkan untuk penjualan ke konsumen industri dan end user PPN termasuk PPH dan PBBKB.
Namun PPH telah dikecualikan untuk pembayaran untuk pembelian bahan bakar, listrik, gas, air minum atau PDAM, dan, benda-benda pos. Jadi PPH relatif tak mempengaruhi harga jual dari distributor ke konsumen pengguna BBM untuk kendaraan bermotor.
Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 144 tahun 2000 bahwa minyak mentah termasuk barang yang tidak dikenakan PPN. Selain minyak mentah berarti termasuk objek PPN dan dikenakan PPN dengan tarif 10% (tarif tunggal).
Besaran Pajak Pertambahan Nilai untuk BBM adalah sebesar 10% sedangkan PBBKB sebesar 5% dari nilai jual bahan bakar kendaraan bermotor. Besaran ini ditetapkan 5 Januari 2016 silam.
PBBKB
PBBKB termasuk dalam pajak Provinsi. Besarannya bisa bergantung kepada kebijakan di masing-masing Provinsi. Hal ini yang menjadi faktor bagaimana harga BBM di setiap Provinsi itu berbeda-beda.
Pajak ini dikenakan pada bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan bermotor. Maka subjek dari pajak ini adalah konsumen baik yang merupakan wajib pajak atau bukan. Ketika konsumen membeli dan menggunakan bahan bakar untuk kendaraan bermotor, maka secara langsung ia telah membayarkan pajak untuk bahan bakar yang gunakan.
Dasar pengenaan tarif PBBKB ini adalah nilai jual bahan bakar kendaraan bermotor. Nilai jual ini dihitung sebelum dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
Jika pada satu kondisi harga jual bahan bakar kendaraan bermotor tidak termasuk PPN namun sudah termasuk PBBKB dengan tarif 5%, maka nilai jual dihitung dengan perkalian 100/105 dari harga jual total.
Namun pada kondisi lain di mana harga jual bahan bakar yang dimaksud sudah dihitung dengan memasukkan tarif PPN sebesar 10% maka besaran nilai jual bahan bakar tersebut dihitung dengan perkalian 100/115 dengan harga jual. Artinya ditambahkan dengan pajak bahan bakar yang ada sebesar 5%.
SPBU Dipungut Pajak
Pemungutan pajak ini dilakukan oleh penyedia bahan bakar kendaraan bermotor. Di Indonesia sendiri terdapat beberapa penyedia bahan bakar kendaraan bermotor, misalnya Pertamina, Shell, atau Petronas. Nantinya pemungutan ini dilakukan saat penerbitan surat perintah pengeluaran barang atau yang biasa disebut delivery order.
Untuk penyetoran, sebagai pihak yang menyediakan bahan bakar kendaraan bermotor wajib menyetorkan hasil pungutan PBBKB dengan menggunakan SSPD (Surat Setoran Pajak Daerah) berdasarkan angka sementara ke rekening kas daerah paling lambat tanggal 25 bulan berikutnya.
Jika terbentur hari libur maka penyetoran bisa dilakukan pada hari kerja efektif setelahnya. Perhitungan sementara hanya berlaku saat angka penjualan yang didapat belum pasti. Setelah ada angka penjualan pasti, maka harus dilakukan penyesuaian terhadap penghitungan sementara yang telah disetor sebelumnya.
Pelaporan PBBKB dilakukan dengan cara menyampaikan SPTPD (Surat Pemberitahuan Pajak Daerah) pada gubernur atau pejabat yang ditunjuk. Laporan tersebut berisikan data volume penjualan bahan bakar, jumlah pajak yang sudah disetor termasuk juga koreksi atas data laporan bulan sebelumnya dengan data pendukung lain.
Laporan tersebut kemudian disetorkan pada Dirjen Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri, Dirjen Lembaga Keuangan dan Dirjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Departemen Keuangan, selambat-lambatnya 5 hari setelah penyetoran dilaksanakan.
Pajak bahan bakar kendaraan bermotor, merupakan pajak yang dikelola oleh daerah secara otonom dan bisa menjadi daya saing setiap daerah.
Pertalite & Premium, BBM Sejuta Umat Diusulkan Dihapus
Dana Ketahanan Energi
Selain pungutan pajak, Pemerintah sempat mewacanakan Dana Ketahanan Energi yang akan dibebankan kepada pembeli BBM untuk kendaraan bermotor. Namun rencana ini urung dilakukan sehari menjelang pemberlakukan kebijakan.
Dana Ketahanan Energi sempat digagas pemerintah pada medio 2015 dan rencananya mulai diberlakukan pada 5 Januari 2016. Tadinya, pungutan ini akan menambah harga BBM sebesar Rp200/liter terhadap setiap pembelian Premium dan Solar Rp300/liter.
Pungutan ini adalah premi atas pengurasan energi fosil, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang No. 30/2007, dan Peraturan Pemerintah No. 79/2014.
“Rezim subsidi harus secara bertahap bergeser menjadi rezim netral subsidi, dan suatu saat dikenakan pungutan premi atas BBM. Beban keuangan negara harus diprioritaskan ke belanja yang lebih produktif seperti infrastruktur kesehatan dan pendidikan,” kata Sudirman Said saat menjabat Menteri ESDM (25/12/2015).
Ia memaparkan, kilang pengolahan Indonesia kini sudah tua dan hanya mampu memenuhi separuh dari kebutuhan. Produksi minyak mentah yang terus menurun, menyebabkan impor minyak mentah terus meningkat. Sementara, potensi energi baru dan terbarukan yang demikian besar tidak terolah dengan baik.
Karena itu, DKE dibutuhkan sebagai stimulus untuk membangun enegi baru dan terbarukan. Juga untuk melakukan eksplorasi migas, geothermal dan batubara, karena investasi untuk eksplorasi sedang menurun.
Padahal, eksplorasi ini penting untuk mengetahui cadangan energi secara akurat.
Dana pungutan ini seperti uang negara pada umumnya, disimpan oleh Kementerian Keuangan dengan otoritas penggunaan oleh kementerian teknis yaitu Kementerian ESDM.
Audit secara internal dilakukan oleh Irjen Kementerian ESDM atau BPKP, dan BPK juga akan mengaudit secara eksternal.
Pada akhirnya Pemerintah membatalkan rencana pungutan yang sempat diusulkan berganti nama menjadi Dana Pengembangan Energi Baru Terbarukan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian kala itu, Darmin Nasution, menjelaskan pembatalan dilakukan lantaran besarnya resistensi masyarakat yang berseberang dengan wacana.
Cara Beli BBM Tanpa Uang Cash dan Kendalanya