Tiap daerah memiliki tradisi mahar yang berbeda dan tidak sedikit pula mahar pernikahan dipatok mahal.
JEDA.ID–Kisah cinta Ramli dan Isa, keduanya warga Jeneponto, Sulawesi Selatan berakhir duka. Isa meninggal akibat menenggak racun karena kekasihnya tak bisa menyanggupi permintaan uang mahar pernikahan atau di wilayah itu disebut uang panai.
Ramli hanya memiliki uang Rp10 juta. Padahal, keluarga mempelai perempuan meminta mahar pernikahan Rp15 juta. Keduanya sempat kawin lari. Ramli mencoba rujuk dengan keluarga Isa, namun ditolak. Keluarga Isa tetap meminta mahar pernikahan atau uang panai Rp15 juta. Kejadian itu memicu kekecewaan Isa hingga akhirnya bunuh diri dengan menenggak racun.
Indonesia yang memiliki beragam suku memiliki adat mahar pernikahan yang beragam pula. Tiap daerah memiliki tradisi mahar yang berbeda jenis hingga nominalnya. Tidak sedikit pula mahar pernikahan dipatok mahal. Berikut lima tradisi mahar pernikahan di Indonesia.
Adat Sasak
Mahar di Suku Sasak di NTB mungkin tidak terlalu mahal, namun perhitungannya cukup rumit. Jumlah mahar harus disesuaikan dengan jarak rumah, tingkat pendidikan, dan pekerjaan. Adanya aturan ini menjadikan tidak sedikit pria Sasak yang memilih menikahi gadis sekampung. Kabarnya, biaya mahar untuk pasangan satu kampung setara Rp500.000.
Namun, jika calon perempuan tinggal di desa lain mahar bisa mencapai Rp 50 juta. Bila calon perempuan berbeda desa, memiliki pendidikan tinggi, dan pekerjaan yang mapan seperti PNS, nilai mahar akan berlipat ganda.
Nilai mahar pernikahan tidak kaku alias ada tawar menawar. Awalnya ada skenario yang juga harus dimainkan kedua belah pihak. Sebelum menikah, pihak pria harus menculik calon istri. Setelah itu, keluarga pria akan datang ke rumah calon mempelai wanita untuk mengatakan bahwa anak mereka ada di rumahnya. Saat itulah terjadi tawar-menawar mahar yang tidak melulu uang, namun bisa sapi, kerbau, atau beras.
Adat Bugis
Suku Bugis menggunakan istilah uang panai untuk mahar. Uang panai sebenarnya adalah dana belanja pernikahan. Bagi masyarakat Bugis, pemberian uang panai dianggap sebagai uang adat yang wajib dipatuhi.
Tidak ada besaran yang pasti untuk uang panai. Semuanya tergantung pada kesepakatan kedua belah pihak. Meski begitu, uang panai juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan calon mempelai perempuan. Perempuan dengan pendidikan tinggi akan mendapatkan mahar termahal.
Pernikahan adat Bugis sebenarnya menerapkan mahar sedemikian rupa untuk melihat seberapa serius pihak laki-laki. Perempuan dengan tingkat pendidikan S1 bisa mendapatkan sampai Rp100 juta sebagai uang panai. Hal ini juga sebagai pengharapan agar pihak pria tidak mudah menceraikan istrinya. Apalagi mengingat betapa sulit persyaratan untuk menikahinya.
Adat Aceh
Orang Aceh memerlukan mahar yang disebut mayam sebelum menikah. Mayam diberikan pihak pria ke pihak perempuan. Mayam sering dianggap sebagai maharnya perkawinan Aceh yang berupa emas. Sebagai mas kawin, biasanya perlu memberikan 15 hingga 50 mayam emas.
Satu mayam bernilai sekitar 3,33 gram emas. Harga emas yang cenderung meningkat tiap tahunnya menyebabkan harga mayam pun turut meningkat. Jika harga satu mayam berkisar Rp1,8 juta, maka perlu menyediakan dana sekitar Rp27 juta hingga Rp90 juta hanya untuk mas kawinnya.
Adat Padang Pariaman
Di Padang Pariaman, Sumatra Barat, bukan laki-laki yang harus memberikan mahar. Japuik atau mahar pernikahan ini diberikan oleh pihak perempuan pada calon suami. Mempelai pria juga dijemput oleh mempelai wanita. Saat proses menjemput ini japuik harus diberikan.
Jenis mahar bisa berupa uang atau barang yang jumlah dan bentuknya sudah disepakati bersama. Semakin tinggi status adat calon suami maka jumlahnya akan semakin besar.
Adat Banjar
Orang Banjar di Kalimantan Selatan harus memberikan mahar atau istilah di sana adalah jujuran kepada calon istri sebelum menikah. Jujuran bisa berwujud emas atau uang. Besaran jujuran sendiri bervariasi. Semakin tinggi tingkat pendidikan, calon istri, semakin besar jujuran yang harus diberikan. Jujuran diberikan sebagai wujud keseriusan calon mempelai pria ketika hendak menikah.
Proses pemberian jujuran ini hampir sama dengan seserahan. Nantinya, keluarga pihak laki-laki datang ke rumah pihak perempuan untuk memberikannya.