DPRD Jember sepakat memakzulkan Bupati Faida pada sidang paripurna penyampaian Hak Menyatakan Pendapat (HMP). Pemakzulan ini dipicu adanya mutasi ratusan pejabat yang dinilai ilegal.
JEDA.ID – DPRD Jember sepakat memakzulkan Bupati Faida pada sidang paripurna penyampaian Hak Menyatakan Pendapat (HMP), Rabu (22/7/2020). Pemakzulan ini dipicu adanya mutasi ratusan pejabat yang dinilai ilegal.
“Mutasi itu tak sesuai aturan. Dan itu dibuktikan dengan terbitnya surat dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Di surat itu jelas disebutkan bahwa mutasi itu cacat hukum. Bayangkan saja, 700 pejabat dimutasi tak prosedural,” kata Wakil Ketua DPRD Jember Ahmad Halim, Kamis (23/7/2020) seperti dilansir detikcom.
Selain itu, Bupati Faida juga membuat susunan kelembagaan yang tidak memiliki nomenklatur. Susunan kelembagaan itu juga tak memiliki dasar hukum.
“Contoh di Dinas Peternakan, di situ ada Kasi Kambing. Dasar membuat Kasi Kambing ini apa…? Nggak ada aturan yang menjadi cantolannya. Kemudian di Dinas Perhubungan ada Kasi Haji. Padahal urusan haji bukan ranah pemerintah daerah,” terang Halim.
“Ada lagi mutasi pejabat di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Dapat teguran dari Dirjendukcapil. Sebab mutasi di lembaga itu bukan ranah bupati,” sambung Halim.
Akibat dari mutasi yang tak prosedural itu, banyak pejabat yang terganjal kenaikan pangkatnya. Jember akhirnya tidak mendapat kuota penerimaan CPNS. Bahkan kemudian ada surat dari Kemendagri yang memerintahkan agar Bupati Faida mengembalikan posisi pejabat yang dimutasi.
Pelanggaran Berat
Selain itu pemakzulan terhadap Bupati Faida karena dinilai telah melakukan pelanggaran berat. Disebut pelanggaran berat karena dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM) dan berdampak luas bagi kehidupan masyarakat Jember.
“Jadi kita menilai pelanggarannya ini sudah TSM. Dan memiliki dampak yang luas bagi masyarakat Jember,” kata Ahmad Halim, Kamis (23/7/2020).
Yang pertama, menurut Halim, adalah keterlambatanBupati Jember dalam merespon informasi dari Kemenpan RB tentang penerimaan CPNS tahun 2019. Akibatnya, Jember tidak mendapat kuota.
“Ini terjadi karena bupati tidak cermat dalam merespon informasi dari KemenPAN RB sehingga usulan kebutuhan PNS di Jember terlambat. Kenapa usulan terlambat, karena analisa kebutuhan dan beban kerja serta susunan Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) belum diputuskan,” kata Halim.
Akibatnya, kesempatan bagi masyarakat Jember untuk mengabdi sebagai PNS menjadi hilang. Dan ini juga berdampak bagi kehidupan kesejahteraan masyarakat.
“Terutama yang tahun kemarin usianya merupakan batas maksimal yang dipersyaratkan untuk mendaftar PNS. Kesempatan mereka ini jadi musnah,” tegas Halim.
“Juga peluang GTT/PTT untuk diangkat jadi PNS jadi terhambat,” tambahnya.
Terakhir, yakni tentang proses pengadaan barang dan jasa.Bupati Jember dinilai dengan sengaja tidak mematuhi aturan dalam proses tersebut. Ini menyebabkan kerugian negara.
“Contoh, ada beberapa gedung ambruk, kemudian pembangunan infrastruktur yang mangkrak. Belum lagi soal unefisiensi anggaran. Ini sangat berdampak luas terhadap masyarakat,” pungkas legislator Partai Gerindra itu.
Tanggapan Bupati Faida
Bupati Jember Faida mempersilakan dewan melakukan Hak Menyatakan Pendapat (HMP) yang kemudian berujung pada pemakzulan dirinya. Namun Faida menegaskan bahwa apa yang dituduhkan dalam pemakzulan, sebelumnya sudah diklarifikasi dalam mediasi yang difasilitasi kemendagri.
“Bagi saya, apa yang dituduhkan dewan itu semuanya sudah diklarifikasi dan sudah mendapat mediasi di kemendagri. Sebelumnya juga sudah melalui Provinsi Jawa Timur,” kata Faida kepada wartawan usai mengikuti pengajian di pendopo kabupaten, Kamis (23/7/2020) malam seperti dilansir detikcom.
Dia menjelaskan, mediasi itu berlangsung lebih dari 7 jam. Dari DPRD Jember juga hadir dalam mediasi itu. Dan dari mediasi itu sudah menghasilkan solusi.
“Dan [sebelumnya] kami diberi waktu untuk paparan. Jadi semua itu sudah klir,” tambah Faida.
Dia menyebut, di antara hasil mediasi itu menyatakan APBD Jember sudah sah, meski hanya menggunakan Peraturan Kepala Daerah (Perkada). Demikian juga tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) sudah klir.
“Jadi masalah-masalah yang dibahas [dalam HMP] itu sudah mencapai kesepakatan. Bahkan dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani semua pihak, tanpa paksaan. Dan itu masih berjalan,” tegasnya.
“Jadi kalau dewan melakukan HMP ini juga kami persilakan. Bahwa ini ada mekanisme. Bahwa dewan melanjutkan ke Mahkamah Agung ya kita ikuti mekanismenya,” sambungnya.
Perjalanan Karier Faida
Faida merupakan bupati perempuan pertama di Kabupaten Jember.Faida dilantik Gubernur Soekarwo di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Rabu (17/2/2016).
Dia dilantik bersama 17 kepala daerah di Jawa Timur. Sebelum dilantik sebagai Bupati Jember, Faida menjabat sebagai Direktur RS Bina Sehat.
Wanita kelahiran Malang 1968 lalu adalah Bupati Jember yang menjabat pada periode 2016-2021. Dia dilantik pada 17 Februari 2016 menggantikan Ir H MZA Djalal yang habis masa jabatannya pada 2015.
Mengawali karier di RS Al-Huda, Genteng, Banyuwangi yang merupakan milik ayahnya sendiri, Bupati Jember Faida menjadi staf bidang pelayanan medis. Lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (UA) lulus pada 1994, ini posisinya naik menjadi wakil kepala bidang pelayanan medis tahun 1996-1998.
Sebelumnya, Faida masuk ke Pascasarjana UGM dan memperoleh gelar Magister Manajemen Rumah Sakit (MMR) tahun 1998.
Faida mendaftarkan diri sebagai calon bupati dan wakil bupati yang diusung PAN, PDIP, Hanura, NasDem. Dalam pilkada, pasangan ini bersaing dengan satu pasangan lainnya, yakni pasangan Sugiarto-Dwi Koryanto.
Lalu pada rekapitulasi suara yang dilakukan KPUD Jember, pasangan Faida-Abdul Muqit memperoleh suara sebesar 525.519 suara (53,76 persen), mengalahkan pasangan lainnya yang mendapat perolehan 452.085 suara atau sebesar 46,24 persen.
Meski saat rekapitulasi suara sempat diwarnai walk-out oleh saksi pasangan Sugiarto-Dwi Koryanto, namun putusan Mahkamah Konstitusi membuat pemenang pilkada tetaplah Faida. Lalu Bupati Faida dilantik Gubernur Soekarwo bersama 17 bupati-wakil bupati dan wali kota-wakil wali kota di Jawa Timur lainnya, di Gedung Negara Grahadi, Surabaya.
Kini nasib Bupati Faida ada di tangan Mahkamah Agung (MA) yang saat ini tengah menangani masalah pemakzulannya.