• Fri, 22 November 2024

Breaking News :

Usia Remaja Masih Rentan, Ini Alasan Pelajar Sebaiknya Tak Ikut Demonstrasi

Gelombang aksi demonstrasi belakangan ini tak hanya melibatkan mahasiswa namun juga pelajar atau siswa seperti yang terjadi di Jakarta, dan sejumlah daerah.

JEDA.ID— Gelombang aksi demonstrasi belakangan ini tak hanya melibatkan mahasiswa namun juga pelajar atau siswa seperti yang terjadi di Jakarta, dan sejumlah daerah, Senin (30/9/2019). Tak sedikit dari mereka yang masih menggunakan seragam putih-abu-abu.

Massa mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di bundaran Universitas Gadjah Mada (UGM), Jogja untuk mengikuti aksi #GejayanMemanggil2 juga diikuti para pelajar. Maraknya pelajar demonstrasi membuat keprihatinan tersendiri bagi Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau KPAI.

Menurut Komisioner Bidang Pendidikan KPAI, Retno Listyarti, pihaknya tidak setuju dengan ide untuk meliburkan anak-anak dari kegiatan sekolah mengingat situasi terkini di beberapa akibat demonstrasi. Jika sekolah diliburkan, Retno takut hal tersebut malah akan membuka kesempatan bagi anak-anak untuk ikut berkumpul dan melakukan demonstrasi.

“Kalau diliburkan anak-anak tidak punya kegiatan dan malah ikut demo. Anak-anak harus dipastikan tetap sekolah dan orang tua melakukan koordinasi dengan wali kelas,” tambahnya seperti dilansir suara.com. 

Membahayakan Diri

Melihat gejala ini, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy bahkan menerbitkan Surat Edaran Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pencegahan Keterlibatan Peserta Didik dalam Aksi Unjuk Rasa yang Berpotensi Kekerasan.
Surat edaran yang ditandatangani 27 September 2019 itu memuat larangan pelibatan peserta didik dalam kegiatan unjuk rasa yang berpotensi pada tindakan kekerasan, kekacauan, dan perusakan.

Muhadjir mengatakan, penerbitan surat edaran ini merupakan buntut dari aksi unjuk rasa pelajar pada 25 September lalu yang berujung kerusuhan hingga membahayakan keselamatan diri dan orang lain.

“Saya ingin mengingatkan peserta didik kita, siswa kita harus kita lindungi dari berbagai macam tindak kekerasan atau berada di dalam lingkungan di mana ada kemungkinan mengancam jiwa yang bersangkutan,” ujar Muhadjir melalui keterangan tertulis, Minggu (29/9/2019) seperti dilansir suara.com. “Siswa itu masih tanggung jawab guru dan orang tua, karena menurut undang-undang statusnya masih sebagai warga negara yang dilindungi. Belum dewasa, belum bisa mengambil keputusannya sendiri,” terangnya.

Muhadjir juga meminta kepala sekolah dan guru membangun komunikasi harmonis dan melakukan kegiatan belajar yang dapat menyalurkan pemikiran kritis, bakat, dan kreativitas peserta didik. Pihak sekolah juga diminta memastikan pengurus Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dan peserta didik tidak mudah terprovokasi informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan menyesatkan.

Faktor Hormonal

Dilarangnya para pelajar dalam aksi demonstrasi dikarenakan usia mereka yang masih rentan dan mudah terprovokasi.  Menurut psikolog Anna Surti Ariani aksi siswa yang terkesan lebih berani dalam aksi demo bisa didorong oleh faktor hormonal yang dimilikinya. Karena di usia remaja adalah masa pubertas, yang memang cenderung ingin diakui lingkungan.

“Usia remaja itu ada yang namanya masa pubertas. Di masa itulah hormonnya sedang tidak stabil. Mereka cenderung ingin diakui dan diterima oleh lingkungan, bagaimanapun caranya,” jelasnya seperti dilansir detikcom belum lama ini.

Anna mengatakan, perubahan hormon mendukung remaja berperilaku lebih impulsif dibandingkan dengan usia-usia sebelum maupun sesudah masa remaja. Pada saat ini, remaja memang cenderung ingin mendapat pengakuan dari orang lain. “Faktor perubahan hormonal inilah yang membuat remaja lebih impulsif dan rentan untuk ikut-ikutan aksi seperti demo ini. Diingat ya hanya rentan atau cenderung bukan pasti menyebabkan hal tersebut terjadi,” kata Anna.

Masa Peralihan

Masa remaja adalah masa peralihan yang membuat sebagian besar orang mengalami krisis mental yang sangat labil. Hal ini dikarenakan adanya ketidakseimbangan hormon.  Saat remaja terjadi perubahan hormon yang drastis yang membuat gejolak di dalam tubuhnya. Perubahan hormon yang belum stabil ini membuat remaja gampang mengalami krisis mental yang berdampak besar pada mood (suasana hati) dan perilaku remaja.

Sekarang ini, gejala ketidakseimbangan hormon pada remaja menjadi sangat umum. Hal ini disebabkan beberapa alasan yang menyebabkan hormonal pasang dan surut secara drastis. Remaja saat ini lebih banyak terkena bahan kimia dibandingkan remaja zaman dulu, bahkan hingga ratusan bahan kimia. Bahan kimia ini tidak hanya berasal dari lingkungan yang tercemar, tetapi juga sebagai pengawet, pewarna makanan serta bumbu makanan dan minuman.

Penyebab lain gejala ketidakseimbangan hormon pada remaja adalah stres. Dengan tekanan yang ada di rumah, persaingan di sekolah dan persaingan antarteman membuat remaja berada di bawah tekanan dan stres.

Stres ini menyebabkan naik turunnya sekresi hormon dalam tubuh remaja, yang akhirnya menyebabkan ketidakseimbangan. Dengan kondisi seperti ini, pelajar atau siswa akan mudah terpancing emosi. Apalagi bila dalam kerumunan massa seperti demonstrasi, remaja akan sangat rentan bertindak di luar kendali.

Kegiatan Positif

Dengan kondisi ketidakseimbangan hormon, sebaiknya remaja terutama pelajar memang tidak berada dalam kondisi di mana mereka mudah terprovokasi. Sebaliknya arahkan mereka untuk melakukan hal-hal yang bisa meningkatkan keseimbangan hormon secara keseluruhan. Berikut adalah beberapa hal yang perlu dilakukan remaja remaja untuk membantu menjaga keseimbangan hormonalnya seperti dirangkum dari berbagai sumber.

1. Makan dengan pola makan seimbang, kurangi junk food dan mulailah hari dengan sarapan sehat

2. Banyak minum air putih dan mengurangi minum soda atauminuman yang manis-manis

3. Rutin melakukan kegiatan fisik seperti olahraga

4. Mendapatkan sinar matahari yang cukup pada tubuh setiap hari, terutama sinar matahari pagi sebelum jam 10 dan sore setelah jam 3.

5. Istirahat cukup dengan ruangan yang tenang. Matikan televisi, komputer dan gadget sebelum tidur.

6. Hindari merokok, minum alkohol atau menggunakan obat-obatan terlarang

7. Mendapat dukungan penuh dari keluarga sangat diperlukan untuk menjaga keseimbangan hormon remaja.

Ditulis oleh : Anik Sulistyawati

Menarik Juga

Sign up for the Newsletter

Join our newsletter and get updates in your inbox. We won’t spam you and we respect your privacy.