• Tue, 19 March 2024

Breaking News :

Potensi Rp1,6 Triliun dari Cukai Plastik dan Potret Parahnya Polusi Laut

Rencana pengenaan tarif cukai pada kantong plastik senilai Rp30.000 per kilogram berpotensi menyumbang penerimaan negara hingga Rp1,6 triliun.

JEDA.ID-–  Rencana pengenaan tarif cukai pada kantong plastik senilai Rp30.000 per kilogram atau Rp200 per lembar berpotensi menyumbang penerimaan negara hingga Rp1,6 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan mengatakan besaran penerimaan negara Rp1,6 triliun diperoleh jika penerapan cukai plastik disetujui oleh anggota Komisi XI DPR. Kebijakan itu lebih memberikan kepastian hukum termasuk terkait kejelasan pertanggungjawaban.

“Apabila disetujui Komisi XI dengan konsumsi kantong plastik menjadi 55 juta kilogram per tahun, potensi penerimaannya Rp1,605 triliun,” katanya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (19/2/2020) seperti dilansir Antara.

Sementara itu, Sri Mulyani menegaskan penerapan cukai plastik tidak hanya untuk menambah penerimaan negara namun juga untuk menekan dampak negatif terhadap lingkungan dan makhluk hidup.

Sri Mulyani menyatakan melalui kebijakan tarif cukai kantong plastik diyakini mampu menekan konsumsi plastik hingga 50 persen yakni menjadi 53,5 juta kilogram per tahun sebab selama ini penggunaannya mencapai 107 juta kilogram per tahun.

Pencemaran Laut

Masalah sampah plastik di Indonesia memang sudah sering menjadi sorotan publik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jenna R. Jambeck dari University of Georgia, pada  2010 ada 275 juta ton sampah plastik yang dihasilkan di seluruh dunia. Sekitar 4,8-12,7 juta ton di antaranya terbuang dan mencemari laut.

Indonesia memiliki populasi pesisir sebesar 187,2 juta yang setiap tahunnya menghasilkan 3,22 juta ton sampah plastik yang tak terkelola dengan baik. Sekitar 0,48-1,29 juta ton dari sampah plastik tersebut diduga mencemari lautan.

Data itu juga menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan jumlah pencemaran sampah plastik ke laut terbesar kedua di dunia. China memimpin dengan tingkat pencemaran sampah plastik ke laut sekitar 1,23 juta-3,53 juta ton/tahun.

Padahal, jumlah penduduk pesisir Indonesia hampir sama dengan India, yaitu 187 juta jiwa. Namun tingkat pencemaran plastik ke laut India hanya sekitar 0,09-0,24 juta ton/tahun dan menempati urutan ke 12.

Industri Minuman

Pencemaran plastik di Indonesia diperkirakan akan terus meningkat. Saat ini, industri industri minuman di Indonesia merupakan salah satu sektor yang pertumbuhannya paling pesat. Pada kuartal I-2019, pertumbuhan industri pengolahan minuman mencapai 24,2% secara tahunan (YoY) hanya kalah dari industri pakaian jadi.

Banyak dari hasil akhir produk minuman menggunakan plastik sekali pakai sebagai packaging. Minuman-minuman tersebut dapat dengan mudah ditemui di berbagai gerai ritel, baik modern maupun tradisional.

Pertumbuhan industri minuman yang sangat pesat tentu saja akan menghasilkan pertumbuhan jumlah sampah yang semakin banyak. Terlebih saat ini kapasitas pengolahan limbah plastik masih terbilang minim.

Sampah Impor

Ancaman lain adalah gelombang impor sampah yang kemungkinan besar akan datang dari negara-negara lain. Sudah sejak tahun 90-an, China melakukan impor sampah plastik sebagai bahan baku industri pengolahan limbah. Berdasarkan penelusuran Tim Riset CNBC Indonesia, pada tahun 2017, jumlah impor sampah plastik (HS 3915) China mencapai 5,8 juta ton. Jumlah terbesar berasal dari Jepang dan negara-negara Eropa.

Namun pada November 2017, pemerintah China dengan tegas melarang impor sampah plastik, sehingga para eksportir kebingungan mencari alternatif tempat pembuangan. Terbukti pada 2018, jumlah impor sampah plastik China turun drastis hingga sebesar 51.000 ton saja.

Alhasil, negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia mendapat limpahan sampah plastik dari negara-negara yang sebelumnya mengekspor ke China. Hal itu mengakibatkan volume impor sampah plastik Indonesia pada 2018 mencapai 320.000 ton atau naik hingga 150% dari tahun sebelumnya.

Polusi Meningkat

Dampak penghentian impor oleh China, bagi Indonesia, tentu saja polusi akan semakin meningkat. Kualitas lingkungan hidup sudah tentu akan terancam.

Indonesia adalah salah satu pusat dari ekosistem laut dunia. Perairan Indonesia merupakan rumah dari 76% spesies karang, hutan bakau, dan padang lamun. Berbagai spesies perikanan, tentu akan terganggu dengan adanya sampah.

Selain dampak lingkungan, sampah plastik juga berisiko menekan kegiatan perekonomian Indonesia. Berdasarkan buku saku Kementerian Pariwisata, sektor pariwisata RI menyumbang 9% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) 2014.

Adanya polusi perairan berdampak pada penurunan kinerja pariwisata. Apalagi dunia internasional menilai daya tarik utama pariwisata Indonesia adalah di wilayah pesisir. Jumlah wisatawan asing yang mendarat di Bali mencapai 2,29 juta sepanjang Januari-Mei 2019 atau 62% dari total wisatawan yang datang melalui pintu udara.

Kala potensi pariwisata tidak bisa digarap akibat hambatan faktor polusi, laju pertumbuhan ekonomi semakin sulit untuk diangkat dari kisaran 5% seperti sekarang ini.

Sampah plastik yang masuk ke laut dapat terbelah menjadi partikel-partikel kecil yang disebut mikroplastik dengan ukuran 0,3 – 5 milimeter. Mikroplastik ini sangat mudah dikonsumsi oleh hewan-hewan laut.

Sampah Sedotan

Berdasarkan data The World Bank tahun 2018, sebanyak 87 kota di pesisir Indonesia memberikan kontribusi sampah ke laut diperkirakan sekitar 1, 27 juta ton. Dengan komposisi sampah plastik mencapai 9 juta ton dan diperkirakan sekitar 3,2 juta ton adalah sedotan.

Sebelumnya, Peneliti Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) M Reza Cordova juga membeberkan mikroplastik memang sudah mengancam kerusakan ekosistem laut di Indonesia dan itu terus berlangsung sepanjang tahun tanpa henti.

Diperkirakan saat ini mikroplastik yang ada di air laut Indonesia jumlahnya ada di kisaran 30 hingga 960 partikel/liter. Keberadaan mikroplastik di dalam air laut Indonesia, jumlahnya sama dengan jumlah mikroplastik yang ditemukan di air laut Samudera Pasifik dan Laut Mediterania. Namun, lebih rendah dibandingkan di pesisir Tiongkok, Pesisir California, dan Barat Laut Samudera Atlantik.

Melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut yang berisikan strategi, program, dan kegiatan yang sinergis, terukur, dan terarah untuk mengurangi jumlah sampah di laut.

Kebijakan tersebut perlu dibarengi kesadaran semua lapisan bangsa untuk mengurangi sampah. Agar alam terutama laut Indonesia bisa bebas dari sampah dan ekosistem tetap terjaga.

Ditulis oleh : Anik Sulistyawati

Sign up for the Newsletter

Join our newsletter and get updates in your inbox. We won’t spam you and we respect your privacy.