Generasi muda atau generasi milenial boleh bangga dengan batik karena selain sebagai aset budaya juga telah menjadi Warisan Dunia.
JEDA.ID, SOLO – Generasi muda atau generasi milenial boleh bangga dengan batik karena selain sebagai aset budaya juga telah menjadi Warisan Dunia. Sehingga ke depan batik tetap ada dan berkembang menjadi ikon pariwisata.
Keinginan itu disampaikan oleh para narasumber dalam Webinar Batik yang digelar Solopos dalam rangka Hari Batik yang disiarkan melalui kanal Youtube, Instagram dan Facebook, Jumat (2/10/2020).
Adapun pembicara yang hadir di Webinar Batik tersebut, adalah Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Kemendikbud Dr. Restu Gunawan, K.G.P.H. Dipokusumo (Keraton Surakarta Hadinigrat), Danarsih Santosa (Danarhadi), dan Gunawan Setiawan (Kampung Batik Kauman).
Acara yang dipandu Redpel Solopos Syifaul Arifin mendapat dukungan Batik Pria Tampan, Batik Ima_Zha, komunitas desainer indie Rempeyeks Jogja, Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, Universitas Pekalongan, Indosat Ooredo, Batik Danarhadi, Pisalin Solopos, La Tulipe Cosmetiques, dan Hana Parasayu, serta Batik Benang Ratu Heritage.
“Perlu edukasi mengenai filosofi batik terkait motif agar tidak salah dalam mengenakan batik. Jangan sampai ke pesta pakai batik motif Slobog di mana motif tersebut biasa dipergunakan ketika ada kematian. Kemudian motif batik parang/kawung untuk karpet ruangan,” ujar K.G.P.H. Dipokusumo.
Sambut Hari Batik Nasional, Google Pamerkan Koleksi Batik Indonesia
Sehingga saatnya menyadari , memahami, dan mengerti mengenai batik. Agar nantinya ketika ada orang yang bertanya tentang batik generasi muda atau siapa saja bisa menjelaskan. Memang dahulu batik hanya untuk kalangan tertentu. Namun sejak PB VII batik mulai diperkenankan untuk dikembangkan masyarakat.
Generasi Muda
Memang, lanjut Gusti Dipo sapaan akrab K.G.P.H Dipokusumo, batik telah melampaui beberapa masa. Yakni Jawa kuna, kolonial Belanda, era Jepang, hingga awal kemerdekaan. Di mana di setiap eranya ada pasang surut batik.
“Hingga akhirnya batik mengalami kebangkitan di era Ali Sadikin, dan saat acara Internasional termasuk saat ini ketika batik digunakan ketika sidang Dewan Keamanan PBB. Puncaknya pada 2 Oktober 2009 batik ditetapkan oleh Unesco sebagai warisan dunia,” jelas Gusti Dipo.
Hal itu juga dibenarkan oleh Danarsih Santosa, bahwa batik mengalami pasang surut. Namun sejak Ali Sadikin menggunakan batik sebagai pakaian resmi, maka batik mulai dikenal. Bahkan saat ini generasi muda pun mau mengenakan batik. Tentu dengan kreasi mereka.
“Saya senang ketika anak muda menyukai batik, tentu dengan desain yang disesuaikan. Misal dikombinasikan dengan kain yang lain atau dipadupadankan dengan motif yang lain sesuai selera anak muda,” jelas Danarsih.
Memang di masa pandemi saat ini semua pelaku usaha mengalami kendala. Namun, menurut Anna Avantie dengan keikhlasan menerima keadaan, Tuhan akan memberikan solusi. Seperti yang dialaminya ketika di masa sulit justru tergerak membuat APD yang diberikan gratis untuk tenaga kesehatan.
“Justru kemudian batik menjadi penyelamat. Saya membuat jaket pelindung diri [JPD] dari batik justru itu booming. Gusti Allah mboten sare,” ujar Anna Avantie.
Virtual Amazing Batik Solopos Semarakkan Hari Batik Nasional 2020
Namun di tengah kebanggan batik menjadi warisan dunia, Anna Avantie mengaku prihatin. Karena masih ada pengusaha batik yang tidak memanusiakan perajin. “Ini saya tahu ketika membeli masker di Pasar Klewer harganya Rp3.000, ternyata perajin masker hanya menerima Rp200 per masker,” kata Anna Avantie.
Mengenalkan Batik
Sementara Restu Gunawan mengatakan, batik telah ditetapkan sebagai warisan dunia oleh Unesco. Namun, jangan sampai kita yang memiliki batik justru tidak mengetahui sejarahnya, dan filosofinya. Apalagi batik yang diakui sebagai warisan dunia adalah batik tulis dan batik cap. Tapi itu tidak menjadi penghalang untuk mengetahui batik.
“Karena bagaimanapun batik sudah menjadi bagian dalam kehidupan kita sejak lahir, menikah, hingga meninggal dunia. Oleh karena itu batik kini menjadi mata kuliah calon diplomat. Agar ketika bertugas bisa mengenalkan batik ke dunia atau ke negara lain,” jelasnya.
Ketika disampaikan bahwa batik juga perlu ada maestro atau empu yang bisa menjadi tempat belajar dan mendidik generasi muda, Restu Gunawan pun menyetujuinya. Ke depan tidak hanya empu untuk keris, maestro untuk keroncong namun juga untuk batik.
Kilas Balik Deretan Artis K-Pop Berbatik
Batik juga menjadi ikon wisata, hal ini menurut Gunawan Setiawan, terjadi ketika muncul kampung batik di Solo, salah satunya Kampung Batik Kauman. Di mana pada 2006 para pelaku batik bergairah kembali, selain berproduksi juga membuka kesempatan belajar membatik.
“Sehingga kampung batik menjadi tempat jujugan wisatawan, yang melihat cara berproduksi dan ikut belajar membatik. Kini di masa pandemi, semua juga merasakan imbasnya termasuk pelaku usaha batik,” ujarnya.
Namun, di tengah masa sulit ternyata tetap ada jalan. Terbukti generasi milenial juga mulai tergerak selain terlibat dalam produksi, menurut Gunawan Setiawan, mereka juga ikut memasarkan melalui kemajuan dunia digital.
“Yang jelas batik sebagai warisan dunia, aset budaya, juga memiliki nilai ekonomi. Sehingga bagaimana pemerintah pusat, daerah, stakeholder bisa menjaga warisan dunia tersebut,” imbuhnya.