JEDA.ID-Telur asin Brebes merupakan salah satu oleh-oleh khas Brebes, Jawa Tengah, yang sudah sangat populer. Belum lama ini, telur asin Brebes ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTb) oleh Kemedikbud Indonesia. Seperti apa sejarah telur asin Brebes?
Kabid Kebudayaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Brebes, Wijanarto, menjelaskan telur asin ini bukan sekadar produk kuliner. Namun di dalamnya merangkum pengetahuan dan keterampilan tradisional, filosofi kegotongroyongan, serta identitas sosial masyarakat Brebes.
Wijanarto menjelaskan, sejarah telur asin berawal tradisi warga keturunan Tionghoa dalam mengawetkan bahan makanan termasuk telur. Telur asin ini kemudian bisa menjadi ikon makanan khas Brebes setelah melalui sejarah yang panjang.
Benny Tjokrosaputro Divonis Seumur Hidup, Uang Hasil Korupsi Rp16 Triliun Kemana Saja?
Jadi awalnya dari tradisi mengawetkan makanan dengan cara diasinkan. Peranakan Tionghoa selalu mengawetkan bahan makanan bila akan bepergian jauh sebagai bekal. Tidak hanya telur, jenis makanan lain juga diasinkan agar awet,” ujar Wijanarto seperti dikutip dari detikcom, Jumat (16/10/2020).
Telur asin yang semula berawal dari tradisi, setelah melalui sejarah yang panjang kemudian menjadi ikon makanan khas daerah. Ini dimulai dari kuliner khas kalangan etnis Tionghoa yang kemudian dikomersialkan sejak tahun 1950-an.
“Sebetulnya kalau kita lacak, telur asin ini berasal dari tradisi mengawetkan makanan dan ritus sesaji pada Sejit atau dewa bumi di klenteng-klenteng,” ungkap Wijanarto.
Sebagaimana diketahui, kata Wijanarto, kebudayaan kuliner khas etnis Tionghoa telah memberikan pengaruh pada budaya kuliner di nusantara ini. Salah satunya adalah teknologi kekuatan pangan.
Teknik pengawetan makanan dengan pengasinan ini juga memberikan kontribusi paling penting dalam teknologi kuliner nusantara, termasuk membuat telur asin.
RI Jadi Negara Paling Rumit untuk Berbisnis, Ini Penyebabnya
Di mana, bermula dari sesaji dewa bumi, kemudian masyarakat Tionghoa ini menjadikan telur asin ini sebagai bagian dari kekuatan untuk bertahan pada masa transisi pasca kemerdekaan.
“Karena kita ketahui, selepas revolusi periode pada 1945 sampai menjelang 1950, kondisi ekonomi saat itu dalam masa transisi setelah adanya dekolonisasi. Nah telur asin yang sudah awet ini menjadi bagian ekonomi substansi masyarakat Tionghoa. Lama-kelamaan, telur asin ini kemudian memiliki aspek ekonomis. Nah tahun 1950-an ini mereka baru memulai untuk mengomersialkan telur asin,” ulas dia.
Masyarakat Brebes mulai mengenal telur asin baru tahun 1960-an. Tidak hanya keturunan Tionghoa, masyarakat pribumi juga sudah banyak yang mengenal cara pembuatan telur asin.
“Awalnya dari warga pribumi yang dipekerjakan untuk membuat telur asin oleh masyarakat Tionghoa. Setelah menyerap ilmunya mereka membuat sendiri dan terus berkembang sampai sekarang,” beber Wijanarto.
Dengan makin banyaknya masyarakat yang membuat telur asin, maka banyak bermunculan pengusaha makanan ini. Tidak hanya Tionghoa, masyarakat pribumi juga banyak yang menjadi pengusaha telur asin. Sejak saat itulah, Brebes mulai dikenal sebagai kota penghasil telur asin.
Brebes sebagai penghasil telur asin diuntungkan dengan adanya jalur Daendels atau yang dikenal dengan pantura. Jalur ini menghubungkan kota-kota besar yang ada di pulau Jawa. Kampung-kampung Pecinan dan kampung lain yang memproduksi telur asin berada tidak jauh dari jalur ini.
“Setelah pantura, kemudian berkembang ke daerah tengah setelah dibukanya jalur tengah. Di situ muncul gerai-gerai telur asin yang menjadi sarana promosi dan terus berkembang hingga saat ini,” sambung dia.
Pembangunan infrastruktur Trans Jawa, pada awalnya sempat membuat usaha telur asin ini terjatuh. Outlet telur asin di Pantura banyak yang gulung tikar.
Bak seleksi alam, sejumlah pengusaha yang tetap mempertahankan mutu dan kualitas bisa eksis hingga sekarang. Mereka tetap diburu pembeli dari kalangan pelancong luar kota.
Pemilik gerai oleh-oleh telur asin terkemuka di Brebes, Hendra Purnomo, 74, mengatakan bisnisnya ini tetap eksis meski sempat terpuruk dengan keberadaan tol Trans Jawa. Dia menyebut, kondisi itu tidak berlangsung lama dan sekarang sudah kembali normal.
“Pelanggan saya yang semula tidak mampir karena lewat tol, sekarang dibela-belain keluar tol untuk membeli di sini. Karena memang kami menjaga mutu telur asin,” tutur Hendra saat ditemui terpisah.
JEDA.ID — Berikut ini terdapat daftar lokasi pembantaian yang melibatkan Partai Komunis Indonesia atau PKI…
JEDA.ID — Berikut ini terdapat deretan wisata di dekat atau sekitar Sirkuit Mandalika, Lombok Tengah,…
JEDA.ID — Masa pensiun kerap menjadi momok bagi sebagian orang lantaran sudah tidak adanya penghasilan…
JEDA.ID — Berikut ini terdapat spesifikasi lengkap dari Sirkuit Mandalika di Lombok yang sempat mencuri perhatian…
JEDA.ID — Berikut ini terdapat potret ganteng seorang polisi di Instagram bernama Ega Prayudi, yang merupakan…
JEDA.ID — Apa bunyi bacaan doa dan zikir agar cepat mendapatkan pekerjaan yang diinginkan menurut…