JEDA.ID–Menyiapkan ibu kota baru tidak sebatas cerita tentang pembangunan gedung-gedung yang akan mengisi wilayah Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Sandang, pangan, dan papan, menjadi kebutuhan yang mendesak saat ibu kota baru mulai beroperasi.
Di mata Wakil Dekan Bidang Penelitian Pengabdian kepada Masyarakat dan Kerja Sama Fakultas Geografi UGM, Dyah Rahmawati Hizbaron, pembangunan ibu kota baru di Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara membutuhkan kajian lintas disiplin ilmu.
”Melihat kebutuhannya yang cukup mendesak, beberapa hal mungkin dibutuhkan [di ibu kota negara yang baru] adalah kajian interdisipliner terkait kajian ruang, kajian neraca sumber daya air, kemudian kebetulan pangan,” tutur Dyah sebagaimana dikutip dari Detikcom.
Dyah menyampaikan hal itu saat bertemu dengan jajaran Pemkab Penajam Paser Utara yang meminta masukan UGM mengenai pembangunan ibu kota baru. Dia menyebut sandang, pangan, dan papan sudah harus tersedia di ibu kota baru.
Bukan perkara kecil menyiapkan kebutuhan dasar itu di ibu kota baru. Perhitungan awal, ibu kota baru akan dihuni 1,5 juta penduduk yang terdiri atas PNS dan keluarga mereka, serta warga lain.
”Ini diproyeksikan ada sekitar 1,5 juta [penduduk]. Ini bisa dimasukkan umum,” kata Ketua Tim Kajian Pemindahan Ibu Kota Negara dari Bappenas, Imron Bulkin, sebagaimana dikutip dari laman Detikcom.
Pada 2018, jumlah penduduk Kalimantan Timur mencapai 3,6 juta orang. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan BPS memprediksi jumlah penduduk Kaltim pada 2024 akan mencapai 3,8 juta orang.
Bila ditambah dengan 1,5 juta warga yang akan datang bersamaan dengan pemindahan ibu kota, Kaltim akan dihuni sekitar 5,3 juta orang.
Kebutuhan pangan yang menjadi kebutuhan pokok dasar harus menjadi perhatian utama ibu kota baru. Kebutuhan beras misalnya. Data Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian pada 2017 menyebutkan rata-rata tiap penduduk Kalimantan Timur mengonsumsi beras 84,1 kg/tahun.
Dengan jumlah penduduk Kalimantan Timur sebanyak 3.648.835 orang, dalam setahun dibutuhkan 306.867 ton beras. Bila ibu kota baru beroperasi dengan asumsi penduduk menjadi 5,3 juta orang, kebutuhannya akan melonjak menjadi sekitar 445.000 ton beras.
Kondisi ini bukan perkara kecil karena Kaltim bukan lumbung beras. Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Kalimantan Timur dalam Angka 2019 menyebutkan produksi beras setara nasi pada 2018 adalah 139.689 ton.
Untuk kebutuhan saat ini, bisa dibilang produksi beras di Kaltim belum mencukupi karen masih kurang sekitar 167.000 ton. Bila ditambah penduduk baru setelah ibu kota pindah, kekurangan beras akan menembus 306.000 ton.
Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara selama ini menjadi penyumbang terbesar produksi beras di Kalimantan Timur. Dari 139.689 ton beras yang diproduksi Kaltim, Kutai Kartanegara menyumbang 85.849 ton. Sedangkan Penajam Paser Utara memproduksi 21.254 ton beras.
Artinya, dua daerah itu menyokong 75% produksi beras di Kaltim. Harus menjadi perhatian agar tidak ada alih fungsi lahan sawah di Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara agar tidak mengganggu produksi beras.
”Kami akan membatasi zona-zona ruang mana saja yang untuk pemukiman atau properti dan zona lain sebagai kawasan pertanian,” jelas Kabag Bagian Pembangunan Setkab Penajam Paser Utara Niko Herlambang sebagaimana dikutip dari Suara.com.
Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor menyebutkan sembako termasuk beras akan banyak dipasok dari Sulawesi Selatan yang tidak berjauhan dengan Kaltim. Kondisi ini juga akan menguntungkan Sulawesi Selatan karena kebutuhan pangan di ibu kota baru akan melonjak.
Berdasarkan data BPS, Sulawesi Selatan pada 2018 mampu memproduksi 3.313.944 ton beras setara nasi. Jumlah penduduk Sulawesi Selatan pada 2018 mencapai 8.771.970 dan rata-rata konsumsi beras tiap orang adalah 114,7 kg setahun.
Untuk kebutuhan warga Sulawesi Selatan, paling tidak butuh 1 juta ton beras, sehingga masih ada sisa sekitar 3,2 juta ton beras yang bisa dikirim ke daerah lain termasuk Kaltim.
Bagaimana dengan kebutuhan pangan lainnya yang dibutuhkan ibu kota baru seperti daging. Contohnya daging sapi. Dengan rata-rata konsumsi daging sapi di Kaltim pada 2017 adalah 2,5 kg/tahun, ke depan ibu kota negara akan membutuhkan hingga 12.750 ton daging sapi.
Pada 2018, produksi daging sapi di provinsi itu baru mencapai 7.944 ton. Jumlah itu menurun bila dibandingkan 2017 lalu yang memproduksi 8.241 ton daging sapi.
Begitu pula untuk kebutuhan pangan berupa telur di ibu kota baru. Bila dirata-rata konsumsi telur tiap penduduk dalam setahun adalah 7,8 kg, kebutuhan telur saat ibu kota baru beroperasi menembus 39.780 ton telur.
Pada 2018, produksi telur di Kalimantan Timur yaitu 2.926 ton dari ayam kampung, 8.137 ton dari ayam petelur, dan 1.366 ton dari itik. Artinya, kebutuhan telur dari luar akan sangat banyak.
Kondisi yang sama terjadi untuk kebutuhan sayuran. Wilayah Kaltim bisa dibilang bukan daerah yang surplus produksi sayuran sehingga harus mendatangkan dari luar daerah. Kacang panjang misalnya, Kaltim memiliki kapasitas produksi sekitar 95.921 kuintal pada 2018.
Kemudian buncis 56.631 kuintal, labu siam sekitar 1.284 kuintal, dan bayam 47.377 kuintal. Begitu juga dengan pangan lainnya seperti gula, bumbu-bumbuan, buah, sampai susu.
Pakar pembangunan wilayah Universitas Gadjah Mada (UGM) R. Rijanta mengatakan kebutuhan pangan sangat urgen terkait pemindahan ibu kota baru karena selama ini Kalimantan masih mendatangkan bahan pangan dari Jawa Timur.
Menurutnya, stok pangan untuk ibukota baru perlu didatangkan dari tempat yang tidak jauh dari tempat tinggal penduduk. Untuk itu, pengembangan wilayah-wilayah pendukung untuk menyediakan kebutuhan tersebut.
Bisa melalui penguatan kapasitas pengelolaan sumber daya serta program transmigrasi di kabupaten sekitar mendesak dilakukan.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho mengatakan pemindahan ibu kota pemerintahan ke Kalimantan Timur akan mendorong sektor riil, utamanya pangan di daerah lain.
Kondisi ini mengingat Provinsi Kalimantan Timur bukanlah penghasil pertanian, sehingga kebutuhan pangan masyarakat Bumi Etam sangat bergantung pada pasokan pangan dari Jawa dan Sulawesi.
”Sulawesi mungkin akan mendapatkan multiplier effect lebih kepada pertanian dan peternakan. Untuk sektor ini Jawa pun akan kecipratan,” ungkap Andry sebagaimana dikutip dari Bisnis.com.
JEDA.ID — Berikut ini terdapat daftar lokasi pembantaian yang melibatkan Partai Komunis Indonesia atau PKI…
JEDA.ID — Berikut ini terdapat deretan wisata di dekat atau sekitar Sirkuit Mandalika, Lombok Tengah,…
JEDA.ID — Masa pensiun kerap menjadi momok bagi sebagian orang lantaran sudah tidak adanya penghasilan…
JEDA.ID — Berikut ini terdapat spesifikasi lengkap dari Sirkuit Mandalika di Lombok yang sempat mencuri perhatian…
JEDA.ID — Berikut ini terdapat potret ganteng seorang polisi di Instagram bernama Ega Prayudi, yang merupakan…
JEDA.ID — Apa bunyi bacaan doa dan zikir agar cepat mendapatkan pekerjaan yang diinginkan menurut…