JEDA.ID–Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dilanjutkan dengan keluarnya Peraturan Pemerintah No. 40/2019 menjadi tonggak bersejarah pengakuan penghayat kepercayaan di Indonesia.
Setelah sebelumnya hak asasi mereka berkeyakinan sempat terlunta-lunta, kini penghayat kepercayaan memperoleh pengakuan negara. Penghayat kepercayaan bisa mencantumkan keyakinan mereka di kolom agama di KTP-el. Begitu pula dengan perkawinan penghayat kepercayaan juga akan disahkan oleh negara.
Cerita panjang tentang penghayat kepercayaan sempat tersaji dalam sidang MK pada 2017. Kala itu para penghayat kepercayaan mengajukan uji materi UU Adiminstrasi Kependudukan. Sebagaimana dikutip dari Detikcom, Rabu (24/7/2019), penyintas Ugamo Bangsa Batak, Rosni Simarmata, sempat mencurahkan nasib para penghayat.
”Image daripada kepercayaan itu sangat-sangat buruk. Mereka menganggap kepercayaan itu adalah Sipelebegu, Yang Mulia, yang artinya menyembah hantu. Padahal kepercayaan itu, Yang Mulia, bukan Sipelebegu, hanya kepercayaan itu mempercayai semua warisan leluhur,” sambung Rosni di depan sembilan hakim MK.
Rosni mencontohkan keyakinannya menghargai orang tua dengan cara memberi persembahan kepada leluhur. Dengan harapan, orang tua nenek moyang mereka menyampaikan kepada Tuhan permohonan yang dimintanya.
”Itulah cara kami meminta kepada Tuhan. Jadi, kami tidak menyembah hantu seperti image yang dikenakan kepada kepercayaan,” tutur Rosni.
Saat persidangan, hakim konstitusi Arief Hidayat sempat menyinggung soal agama. Dia berujar mengapa agama yang asli dari Indonesia malah tidak diakui. ”Dari yang asing diakui, tapi kalau agama leluhur yang genuine yang asli Indonesia kenapa tidak diakui?” kata Arief.
MK memutuskan mengizinkan penghayat kepercayaan ditulis di kolom agama di KTP-el. MK menilai kedudukan kepercayaan sudah setara dengan keenam agama yang diakui Indonesia.
“Yang menjadi problem adalah ketika pada praktiknya berbeda sehingga menimbulkan diskriminasi dan seterusnya,” jelas Jubir MK Fajar Laksono.
Pembinaan kepercayaan sejak 1978 dilimpahkan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan setelah sebelumnya berada di bawah Kementerian Agama.
Kepala Seksi Kelembagaan Kepercayaan Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Kemendikbud Minang Warman mengatakan penghayat kepercayaan sering dianggap kelas nomor dua. Padahal setiap kebudayaan di Indonesia memiliki unsur religi.
Antropolog lulusan Universitas Indonesia ini mengatakan penghayat kepercayaan adalah tuan rumah di Indonesia yang memiliki ekspresi ketuhanan berlandaskan kearifan lokal. Penghayat kepercayaan yang selama ini dibina oleh pemerintah adalah penghayat kepercayaan yang berbasis kebudayaan lokal, bukan aliran agama tertentu.
Berdasarkan data Kemendikbud dalam Statistik Kebudayaan 2019, ada 188 organisasi penghayat tingkat pusat dan 983 organisasi penghayat tingkat cabang atau daerah.
Untuk organisasi penghayat tingkat pusat memiliki anggota lebih dari 11,2 juta orang. Sedangkan organisasi penghayat tingkat cabang memiliki anggota sekitar 350.000 orang.
Berdasarkan data itu, organisasi penghayat tingkat pusat tersebar di 14 provinsi dengan jumlah warga terbanyak ada di Jawa Timur yaitu 8,95 juta orang. Sedangkan organisasi penghayat tingkat cabang tersebar di 27 provinsi dengan jumlah terbanyak juga di Jawa Timur yaitu sekitar 161.000 orang.
Pengakuan negara terhadap penghayat ini harus ditindaklanjuti dengan berbagai kesiapan daerah. Seperti aturan tentang perkawinan penghayat kepercayaan yang harus dilakukan pemuka penghayat yang organisasinya telah diakui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
”Menjadi masalah tidak dapat dilangsungkannya perkawinan terhadap sepasang warga negara penghayat karena secara teknis organisasi dan pemuka penghayat kepercayaan tidak terdaftar di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” ujar pakar hukum tata negara Jimmy Usfunan sebagaimana dikutip dari Detikcom.
Besar kemungkinan adanya organisasi penghayat yang eksis namun belum terdaftar. Saat persidangan MK, terungkap Laporan Depag tahun 1953 ada 360 organisasi kebatinan/kepercayaan.
”Sudah semestinya pemerintah provinsi dan kabupaten/kota memfasilitasi pendaftaran organisasi dan pemuka penghayat kepercayaan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Hal itu sesuai dengan Pasal 12 ayat [2] huruf g UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah,” sebut dia.
Berikut perincian organisasi penghayat tingkat pusat sebagaimana dikutip dari laman kebudayaan.kemdikbud.go.id.
Sumatra Utara
– 6 Kabupaten/kota
– 12 Organisasi
– Jumlah warga 21.614 orang
Lampung
– 2 Kabupaten/kota
– 5 Organisasi
– Jumlah warga 907 orang
Riau
– 1 Kota
– 1 Organisasi
– Jumlah warga 14.000 orang
Banten
– 1 Kabupaten
– 1 Organisasi
– 21 orang
DKI Jakarta
– 4 Kota
– 14 Organisasi
– Jumlah warga 2.115.494 orang
Jawa Barat
– 5 Kabupaten/Kota
– 7 Organisasi
– Jumlah warga 7.641 orang
Jawa Tengah
– 19 Kabupaten/kota
– 53 Organisasi
– Jumlah warga 75.109 orang
DIY
– 4 Kabupaten/kota
– 25 Organisasi
– Jumlah warga 25.050 orang
Jawa Timur
– 15 Kabupaten/Kota
– 50 Organisasi
– Jumlah warga 8.958.484 orang
Bali
– 3 Kabupaten/kota
– 5 Organisasi
– Jumlah warga 33.230 orang
Kalimantan Selatan
– 1 Kabupaten
– 1 Organisasi
Nusa Tenggara barat
– 2 Kabupaten
– 2 Organisasi
– Jumlah warga 9.017 orang
Nusa Tenggara Timur
– 5 Kabupaten
– 5 Organisasi
– Jumlah warga 17.458 orang
Sulawesi Utara
– 4 Kabupaten/kota
– 4 Organisasi
– Jumlah warga 10.932 orang
JEDA.ID — Berikut ini terdapat daftar lokasi pembantaian yang melibatkan Partai Komunis Indonesia atau PKI…
JEDA.ID — Berikut ini terdapat deretan wisata di dekat atau sekitar Sirkuit Mandalika, Lombok Tengah,…
JEDA.ID — Masa pensiun kerap menjadi momok bagi sebagian orang lantaran sudah tidak adanya penghasilan…
JEDA.ID — Berikut ini terdapat spesifikasi lengkap dari Sirkuit Mandalika di Lombok yang sempat mencuri perhatian…
JEDA.ID — Berikut ini terdapat potret ganteng seorang polisi di Instagram bernama Ega Prayudi, yang merupakan…
JEDA.ID — Apa bunyi bacaan doa dan zikir agar cepat mendapatkan pekerjaan yang diinginkan menurut…