JEDA.ID–Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim tengah mengkaji penghapusan Ujian Nasional (UN). Dunia pendidikan di Indonesia memiliki sejarah panjang dalam pelaksanaan ujian nasional.
Wacana penghapusan UN sebenarnya sudah disuarakan sejak beberapa tahun terakhir. ”Itu [penghapusan UN] yang sedang kami kaji. Ditunggu kabarnya,” ujat Nadiem di Jakarta Selatan, Kamis (28/11/2019), sebagaimana dikutip dari Detikcom.
Mantan bos Gojek ini mengatakan Kemendikbud sedang mengkaji penyederhanaan kurikulum. Kurikulum pendidikan akan lebih mengutamakan kompetensi daripada sekadar menghafal.
UN selama ini kerap dikritik karena menjadi standar dalam dunia pendidikan. Padahal, dunia pendidikan di Indonesia sangat beragam. Hal ini juga diakui Nadiem dengan menyatakan standardisasi sekolah akan berdampak buruk apabila terus dilakukan.
”Bagi satu sekolah mungkin kelas V matematika lebih cocok kelas II di Jakarta. Jadi bisa sebaliknya juga. Mungkin sebaliknya di bidang seni level kelas VI tetapi di Jakarta mungkin masih level kelas II,” ujar Nadiem Makarim.
Sejarah ujian nasional di Indonesia tersaji sejak 1950-an. Nama ujian nasional pun berganti-ganti. Tidak hanya nama yang berganti, standar dan konsep dasar ujian itu berbeda-beda.
Seperti apa perjalanan sejarah ujian nasional di Indonesia? Berikut sejarah ujian nasional di Indonesia yang dikutip dari laman Radio Edukasi Kemendikbud.
Sejarah mencatat pada periode ini, ujian nasional disebut dengan Ujian Penghabisan. Materi ujian dibuat oleh Departemen Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan.
Format ujian yang diberlakukan kala itu adalah seluruh soal dikerjakan dalam bentuk esai atau isian. Hasil ujian diperiksa di pusat rayon yang telah ditentukan.
Selama masa 1965-1971, ujian nasional disebut dengan Ujian Negara. Waktu dan materi ujian ditentukan oleh pemerintah pusat. Menariknya, seluruh mata pelajaran diujikan dalam Ujian Negara.
Misalnya bila di tingkat SD ada 6 mata pelajaran, maka seluruh pelajaran itu diujikan dalam Ujian Negara.
Sejarah ujian nasional lewat Ujian Negara tutup buku pada 1972. Mulai 1972, pemerintah pusat hanya menyusun pedoman dan panduan ujian nasional yang bersifat umum.
Penyelenggaraan ujian nasional dilakukan oleh masing-masing sekolah. Bisa juga sekelompok sekolah dengan waktu dan materi yang dapat disesuaikan. Dengan demikian materi dan hasil ujian dilakukan masing-masing sekolah atau kelompok.
Dengan pola ini, ujian nasional antara sekolah yang satu atau daerah yang satu dengan daerah lainnya bisa berbeda-beda. Biasanya ujian disesuaikan dengan kondisi pendidikan di sekolah itu.
Sejarah ujian nasional kembali berubah pada 1980. Pada periode ini ujian nasional disebut dengan Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (Ebtanas) dan Evaluasi Belajar Tahap Akhir (EBTA).
Kelulusan siswa ditentukan oleh kombinasi nilai Ebtanas yang dikoordinasi oleh pemerintah pusat dan EBTA yang dikoordinasi oleh pemerintah daerah serta ditambah nilai ujian harian yang tertera di buku rapor.
Pada periode ini dikenal dengan Daftar Nilai Ebtanas Murni (Danem) yaitu hasil nilai Ebtanas apa adanya. Namun kelulusan berdasarkan nilai rata-rata seluruh mata pelajaran yang diujikan meskipun ada siswa yang mendapat nilai di bawah tiga pada mata pelajaran tertentu.
Sejarah ujian nasional dengan pola EBTA/Ebtanas berakhir pada 2001. Namun, pola ini ini berlaku cukup lama yaitu sekitar 21 tahun.
Pola EBTA/Ebtanas mulai diganti dengan Ujian Akhir Nasional (UAN) menggantikan Ebtanas. Standar kelulusan UAN setiap tahun berbeda-beda. Pada UAN 2002 kelulusan ditentukan oleh nilai mata pelajaran secara individual.
Sedangkan pada UAN 2003 standar kelulusan adalah 3,01 pada setiap mata pelajaran dan nilai rata-rata minimal 6.00. Soal ujian dibuat oleh Depdiknas dan pihak sekolah tidak dapat mengangkat nilai UAN. Para siswa yang tidak/belum lulus masih diberi kesempatan mengulang selang satu minggu sesudahnya.
Terakhir pada UAN 2004, kelulusan siswa didapat berdasarkan nilai minimal pada setiap mata pelajaran 4,01 dan tidak ada nilai rata-rata minimal. Pada mulanya UAN 2004 ini tidak ada ujian ulang bagi yang tidak/belum lulus.
Namun, setelah mendapat masukan dari berbagai lapisan masyarakat, akhirnya diadakan ujian ulang.
Sejak 2005, ujian nasional dikenal dengan nama UN. Standar kelulusan UN setiap tahun juga berbeda. Dalam UN 2005 minimal nilai untuk setiap mata pelajaran adalah 4,25. UN 2005 para siswa yang belum lulus pada tahap I boleh mengikuti UN tahap II hanya untuk mata pelajaran yang belum lulus.
Setelah itu, nilai standar kelulusan terus dinaikkan misalnya pada UN 2011 dan 2012. Nilai kelulusan siswa adalah 5,5. Setelah 2012, UN beberapa kali mengalami perubahan konsep.
Awalnya, UN menjadi satu-satunya syarat kelulusan sekolah. Artinya bila nilai UN tidak memenuhi standar, siswa dinyatakan tidak lulus. Namun, kebijakan ini kemudian diubah. Nilai UN tidak lagi mutlak digunakan sebagai kriteria kelulusan seorang siswa.
Penerapan UN selama ini kerap menuai pro-kontra. Berbagai sejarah konsep ujian nasional itu bisa menjadi gambaran bagaimana kebijakan dunia pendidikan di Indonesia kerap berganti. Jadi kita nantikan saja apakah Mendikbud Nadiem Makarim akan menghapus UN?
JEDA.ID — Berikut ini terdapat daftar lokasi pembantaian yang melibatkan Partai Komunis Indonesia atau PKI…
JEDA.ID — Berikut ini terdapat deretan wisata di dekat atau sekitar Sirkuit Mandalika, Lombok Tengah,…
JEDA.ID — Masa pensiun kerap menjadi momok bagi sebagian orang lantaran sudah tidak adanya penghasilan…
JEDA.ID — Berikut ini terdapat spesifikasi lengkap dari Sirkuit Mandalika di Lombok yang sempat mencuri perhatian…
JEDA.ID — Berikut ini terdapat potret ganteng seorang polisi di Instagram bernama Ega Prayudi, yang merupakan…
JEDA.ID — Apa bunyi bacaan doa dan zikir agar cepat mendapatkan pekerjaan yang diinginkan menurut…