JEDA.ID – Seorang remaja berusia 16 tahun, AD, menghadapi tuntutan pidana oleh ayah dari pacarnya, NN, 15. Perkaranya, AD terancam dipidana diketahui beberapa kali melakukan hubungan zina hingga menyebabkan NN hamil.
Perkara yang terjadi Pandeglang ini telah menjadi permberitaan nasional. Dilansir Okezone.com, Senin (6/1/2019), Kasat Reskrim Polres Pandeglang AKP Ambarita pelaku dijerat dengan pasal undang-undang perlindungan anak.
Pelaku dikenakan pasal 76D Jo Pasal 81 dan/atau pasal 76E Jo Pasal 82 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Ayah korban yang melaporkan secara resmi kejadian tersebut ke polres Pandeglang bersama pelaku untuk diserahkan ke unit PPA Polres Pandeglang. Sebagai barang bukti, petugas mengamankan barang bukti berupa kaos dan celana milik korban.
Terbongkarnya aksi bejat pelaku berawal saat sang ibu korban memergoki perbuatan mesum keduanya di gazebo belakang rumah korban pada Jumat 3 Januari 2020 yang lalu.
Tak terima ayah korban kemudian melaporkan peristiwa tersebut ke Mapolsek Picung. “Saat diintrogasi pelaku dan korban mengaku sudah sering kali melakukan hubungan badan hingga korban telat datang bulan dan setelah di cek medis korban hamil dengan usia kehamilan 2 Minggu,” ujar Ambarita.
“Pelaku dan korban berpacaran dan pelaku sering menonton film porno di gudjet sehingga mendorong pelaku untuk melakukan hubungan seksual dengan korban,” kata Kasat Reskrim Polres Pandeglang AKP Ambarita. minggu (5/1/2020).
Mahkamah Konstitusi pernah menyidangkan perkara uji materi tiga pasal terkait kejahatan kesusilaan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal-pasal itu berkaitan dengan perzinaan.
Dalam konteks uji materi pasal 284 KUHP, pemohon meminta MK menafsikan perbuatan zina yang dilakukan dua orang tanpa ikatan perkawinan atau hubungan seksual di luar nikah dapat dipidana.
Artinya secara substansial, pemohon meminta MK merumuskan tindak pidana baru yang merupakan wewenang pembentuk undang-undang, yakni Presiden dan DPR.
Pasal 284 yang mengatur tentang perzinaan antara laki-laki atau perempuan dengan orang yang sudah menikah, diusulkan pihak pemohon untuk diperluas menjangkau siapa pun yang berhubungan badan di luar status nikah.
Untuk pasal 285 yang mengatur tentang perkosaan, pemohon meminta MK untuk merevisi regulasi tersebut sehingga bisa menyasar pelaku laki-laki maupun perempuan.
Sedangkan untuk pasal 292, pemohon mengusulkan untuk memperluas cakupan subjek yang dapat dikenakan sanksi. Mereka menginginkan tidak hanya percabulan yang dilakukan orang dewasa ke anak-anak saja yang bisa dijerat hukum. Melainkan siapa saja yang berhubungan dengan sesama jenis terlepas dari berapa pun usia mereka.
MK akhirnya menolak permohonan untuk merevisi tiga pasal undang-undang terkait kesusilaan itu pada 14 Desember 2017 lalu melalui putusan perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016.
Cuckold: Saat Suami Menikmati Istri Bersetubuh dengan Pria Lain
Karenanya, perzinaan hanya dikriminalisasi lantaran sebab tertentu termasuk diatur dalam pasal 284 KUHP. Di pasal itu disebutkan, seks di luar nikah dapat dipidana apabila salah satu pelaku perzinaan terikat perkawinan. Alasan lain adalah apabila melakukan perzinaan dengan wanita sebelum 15 tahun
Perkara ini diatur dalam pasa 287 jo. 290 KUHP. Lalu setelahnya pasal 285 KUHP apabila melakukan perzinaan dengan ancaman kekerasan atau melakukan perkosaan.
Keadaan lain adalah apabila melakukan perzinaan, padahal diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau dalam keadaan tidak berdaya.
Selain dari kondisi-kondisi diatur dalam pasal-pasal KUHP itu, seseorang yang melakukan hubungan seks dengan pacar tidak dapat dijerat pasal perzinaaan. Umumnya disebut seks yang dilakukan atas dasar suka sama suka dan keduanya telah dewasa.
Beda lagi di Undang-undang Perlindungan Anak. “Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.”
Hubungan seksual yang dapat dipidana adalah hubungan seksual yang dilakukan dengan anak yang belum berusia 18 tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 76D.
Namun yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana dengan pelaku yang merupakan anak di bawah umur.
Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2011 memutuskan bahwa batas bawah usia anak yang bisa dimintai pertanggungjawaban pidana adalah 12 tahun. Hal ini diumumkan Ketua Majelis Hakim Sidang MK saat itu Mahfud ketika dalam sidang uji materi di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis, (24/2/2011).
Usia 12 tahun secara relatif sudah memiliki kecerdasan emosional, mental, dan intelektual yang stabil sesuai psikologi anak dan budaya bangsa Indonesia. Karenanya, batas umur 12 tahun lebih menjamin hak anak untuk tumbuh berkembang dan mendapatkan perlindungan sebagaimana dijamin pasal 28B ayat (2) UUD 1945.
JEDA.ID — Berikut ini terdapat daftar lokasi pembantaian yang melibatkan Partai Komunis Indonesia atau PKI…
JEDA.ID — Berikut ini terdapat deretan wisata di dekat atau sekitar Sirkuit Mandalika, Lombok Tengah,…
JEDA.ID — Masa pensiun kerap menjadi momok bagi sebagian orang lantaran sudah tidak adanya penghasilan…
JEDA.ID — Berikut ini terdapat spesifikasi lengkap dari Sirkuit Mandalika di Lombok yang sempat mencuri perhatian…
JEDA.ID — Berikut ini terdapat potret ganteng seorang polisi di Instagram bernama Ega Prayudi, yang merupakan…
JEDA.ID — Apa bunyi bacaan doa dan zikir agar cepat mendapatkan pekerjaan yang diinginkan menurut…