JEDA.ID – Artidjo Alkostar menjadi salah satu sosok yang ditunjuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menjadi anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dewan Pengawas KPK berisi orang-orang yang ditunjuk oleh Presiden Jokowi berdasarkan UU KPK yang telah direvisi. Pada periode berikutnya, Dewan Pengawas KPK tidak lagi dipilih langsung oleh Jokowi, melainkan oleh DPR dan Presiden.
Alexander Marwata: Mantan ”Wakil Tuhan” yang Dua Kali Jadi Pimpinan KPK
Dewan Pengawas (Dewas) merupakan produk UU KPK versi revisi. Kelima anggota Dewas itu memiliki wewenang mengawasi tugas dan fungsi KPK, menangani dugaan pelanggaran kode etik pimpinan dan pegawai KPK, hingga memberikan izin atau tidak terhadap penggeledahan, penyitaan, dan penyadapan.
Salah satu nama yang ditunjuk adalah Artidjo Alkostar. Hakim agung itu resmi pensiun sejak 22 Mei 2018 lalu. Sejak tahun 2000, setelah 28 tahun menjadi advokat, Artidjo mengabdikan dirinya sebagai hakim agung di MA. Sejak saat itulah sosoknya dikenal luas.
Berbagai keputusannya kerap membuat para koruptor gentar. Banyak koruptor yang justru mencabut perkara di MA saat tahu Artidjo yang menangani perkaranya.
Kisah Artidjo Alkostar: Sidang Pak Harto, Sandal Jepit, dan ”Jagal” Koruptor
Salah satu terpidana korupsi yang diperberat hukumannya adalah mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, dalam perkara korupsi penerimaan gratifikasi terkait proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional atau P3SON Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
Anas awalnya divonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta delapan tahun penjara. Anas mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Hukuman Anas berkurang menjadi tujuh tahun. Pada tingkat kasasi, hukuman Anas malah diperberat 100 persen.
Artidjo menjatuhkan vonis 14 tahun penjara untuk Anas. Ditambah denda Rp 5 miliar. Tidak cuma Anas. Hukuman politikus Partai Demokrat Angelina Patricia Pinkan Sondakh juga diperberat Artidjo Alkostar. Dari empat tahun menjadi 12 tahun penjara.
Mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq juga pernah menjadi “korban” vonis Artidjo Cs. Pada tingkat kasasi, Artijo memperberat hukuman Luthfi dari 16 menjadi 18 tahun penjara.
Kepala Daerah Korupsi, Monopoli Kekuasaan Sampai Diskres
Sepanjang menjadi hakim agung, Artidjo menyelesaikan berkas di MA sebanyak 19.708 perkara. Bila dirata-rata selama 18 tahun, Artidjo menyelesaikan 1.095 perkara setiap tahun.
Artidjo juga dikenal lewat kasus Angelina Sondakh. Dia memperberat vonis 4 tahun penjara menjadi 12 tahun kepada politikus Angelina Sondakh untuk kasus korupsi, serta vonis 10 bulan kepada dokter Ayu untuk kasus malapraktik.
Artidjo juga pernah menolak kasasi mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Dia memperkuat vonis seumur hidup untuk Akil dalam perkara suap pengurusan perkara sengketa pilkada di MK. Sebelumnya, Pengadilan Tipikor Jakarta juga memvonis Akil seumur hidup.
Dalam kasus lain, Artidjo juga kembali menjadi perbincangan saat menangani kasus mantan gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Artidjo diketahui menolak Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh Ahok terkait perkara penistaan agama. Putusan itu diumumkan pada 26 Maret 2018 lalu, setelah diajukan pada 19 Maret 2018.
Selain itu, Artidjo memvonis 10 bulan penjara kepada dokter Ayu dkk terkait kasus malapraktik, November 2013 lalu. Putusannya menuai kecaman dari para dokter saat itu yang turun ke jalan mendukung Ayu.
Korupsi ”Receh” Berujung 214 Kepala Desa Jadi Tersangka
Artidjo Alkostar lahir di Situbondo, Jawa Timur, ayah dan ibunya berasal dari Sumenep, Madura. Ia menamatkan pendidikan SMA di Asem Bagus, Situbondo. Kemudian, masuk Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta.
Artidjo melanjutkan pendidikan hukum Master of Laws di Noth Western University, Chicago, Amerika Serikat. Setelah pensiun pada 2018, Artidjo mengabdi di almamaternya FH UII.
Sebelum menjadi hakim agung, Artidjo pernah menjadi Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta.
Berdasarkan situs elhkpn.kpk.go.id Artidjo merupakan anggota Dewan Pengawas KPK yang memiliki harta kekayaan paling sedikit dengan jumlah Rp181.996.576. Artidjo terakhir menyerahkan LHKPN pada 31 Desember 2017 saat masih menjabat Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung.
Dalam rincian kekayaan, harta Artidjo terdiri dari tanah dan bangunan di Sleman, Yogyakarta senilai Rp76.960.000, serta alat transportasi berupa sepeda motor Honda Astrea tahun 1978 seharga Rp1 juta dan mobil Chevrolet minibus tahun 2004 seharga Rp40 juta.
Artidjo juga tercatat memiliki harta bergerak lain senilai Rp4 juta serta kas dan setara kas Rp60.036.576.
JEDA.ID — Berikut ini terdapat daftar lokasi pembantaian yang melibatkan Partai Komunis Indonesia atau PKI…
JEDA.ID — Berikut ini terdapat deretan wisata di dekat atau sekitar Sirkuit Mandalika, Lombok Tengah,…
JEDA.ID — Masa pensiun kerap menjadi momok bagi sebagian orang lantaran sudah tidak adanya penghasilan…
JEDA.ID — Berikut ini terdapat spesifikasi lengkap dari Sirkuit Mandalika di Lombok yang sempat mencuri perhatian…
JEDA.ID — Berikut ini terdapat potret ganteng seorang polisi di Instagram bernama Ega Prayudi, yang merupakan…
JEDA.ID — Apa bunyi bacaan doa dan zikir agar cepat mendapatkan pekerjaan yang diinginkan menurut…