JEDA.ID– Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengajak masyarakat untuk melestarikan bahasa Indonesia. Dia mengatakan salah satu cara agar masyarakat tertib menggunakan bahasa ialah dengan adanya pihak pengawas.
“Saya kira tugas kita sekarang bagaimana menjaga dan kemudian menegakkan keberadaan bahasa ini termasuk ketika berada di ruang publik. Ini harus ada namanya semacam law enforcement, harus ada penegakan hukum perundang-undangan tapi sampai sekarang memang dalam aspek sanksi kalau terjadi pelanggaran itu tidak, belum berjalan dengan seperti yang diharapkan,” ujar Muhadjir dalam Seminar dan Lokakarya bertema Pengutamaan Bahasa Negara di Ruang Publik: Perkuat Pengawasan di gedung Sasono Adiguno, TMII, Jakarta Timur, Selasa belum lama ini seperti dilansir detikcom.
Muhadjir berharap dalam lokakarya ini bisa dirumuskan soal pihak yang diberi wewenang untuk memberikan sanksi bagi pelanggar bahasa Indonesia di ruang publik. Kelemahan penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik selama ini dinilai Muhadjir karena penggunaan bahasa lain selain Bahasa Indonesia. Hal tersebut dikatakan Muhadjir menggerus identitas dan eksistensi Bahasa Indonesia itu sendiri.
“Salah satu kelemahan saya kira kenapa bahasa Indonesia ini menjadi tidak terkontrol penggunaan bahasa selain bahasa Indonesia di ruang publik yang itu menggerus identitas dan menggerus eksistensi bahasa Indonesia itu karena ada aturannya tapi tidak ada menegakkan hukum dan tidak ada kepastian siapa sebetulnya yang punya tanggung jawab untuk menegakkan hukum itu,” sebutnya.
Penggunaan bahasa Indonesia telah diatur dalam UU 24/2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pelayanan administrasi publik; komunikasi resmi di lingkungan kerja pemerintah dan swasta; nama bangunan/gedung, merek dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan, organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh WNI atau badan hukum Indonesia; informasi produk tentang barang atau jasa produksi dalam negeri atau luar negeri yang beredar di Indonesia; spanduk dan alat informasi lain yang merupakan pelayanan umum atau informasi melalui media massa.
Selain itu, belum lama ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga telah meneken Perpres soal Bahasa Indonesia.
Perpres Nomor 63/2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia yang diteken Presiden Jokowi berisi lebih lengkap daripada Perpres 16/2010 yang dulu diterbitkan SBY. Selain soal pidato, Perpres ini mengatur penggunaan bahasa Indonesia dalam dokumen hingga bangunan.
Perpres 63/2019 yang diteken Jokowi pada 30 September 2019 ini diterbitkan atas pertimbangan bahwa perpres era SBY hanya mengatur mengenai penggunaan bahasa Indonesia dalam pidato resmi presiden dan/atau wakil presiden serta pejabat negara lainnya. Perpres era SBY belum mengatur penggunaan bahasa Indonesia yang lain.
“Bahwa Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2010 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Pidato Resmi Presiden dan/atau Wakil Presiden serta Pejabat Negara Lainnya hanya mengatur mengenai penggunaan bahasa Indonesia dalam pidato resmi Presiden dan/atau Wakil Presiden serta pejabat negara lainnya dan belum mengatur penggunaan Bahasa Indonesia yang lain sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan,” demikian bunyi pertimbangan di Perpres 63/2019.
Dengan adanya Perpres 63/2019 yang diteken Jokowi, Perpres era SBY dinyatakan tidak berlaku lagi. “Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 20l0 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Pidato Resmi Presiden dan/atau Wakil Presiden serta Pejabat Negara Lainnya, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku,” demikian bunyi Perpres 63/2019.
Bagian Kedua Belas dari Perpres ini mengatur Penamaan Geografi, Bangunan atau Gedung, Jalan, Apartemen atau Permukiman, Perkantoran, Kompleks Perdagangan, Merek Dagang, Lembaga Usaha, Lembaga Pendidikan, Organisasi yang Didirikan atau Dimiliki Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum Indonesia.
Indonesia memang telah menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan salah satu alat pemersatu bangsa. Namun, seperti diketahui Indonesia juga memiliki beragam bahasa daerah yang masih hidup dan banyak dipakai oleh masyarakat. Berdasarkan data Badan Pengembangan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan Kebudayaan disebutkan Indonesia memiliki sedikitnya 652 bahasa daerah.
Pengguna bahasa daerah ini disinyalir makin sedikit karena semakin jarang dipakai dalam percakapan sehari-hari. Namun ada juga bahasa daerah yang masih populer digunakan. Berikut sejumlah bahasa daerah yang masih eksis karena jumlah penuturnya tergolong besar seperti dilansir dari berbagai sumber.
Bahasa Jawa merupakan bahasa daerah yang masih banyak dipakai oleh sebagian besar masyarakat di Jawa terutama Jawa Tengah dan Jawa Timur. Bahkan di luar negeri pun juga terdapat penutur-penutur Bahasa Jawa, di antaranya Suriname, Kaledonia Baru, Malaysia, dan Singapura.
Menurut data sensus 2000, penutur bahasa Jawa di Indonesia adalah kurang lebih 84 juta jiwa lebih. Bahasa Jawa memiliki beberapa tingkatan, seperti Ngoko, Madya, dan Krama. Bahasa Jawa juga punya beberapa dialek, di antaranya dialek Banten, Banyumas, Blora, Brebes, Bumiayu, Cirebon, Kedu, Madiun, Malang, Pantura Timur (Jepara, Rembang, Demak, Kudus, Pati), Pantura Jawa Timur (Tuban, Bojonegoro) Pekalongan, Semarang, Serang, Surabaya, Surakarta, Suriname, dan Tegal.
Bahasa Sunda banyak dituturkan oleh masyarakat pulau Jawa bagian barat. Tak hanya mereka yang masih tinggal di Jawa bagian Barat tapi juga oleh warga Sunda yang telah migrasi ke tempat lain. Menurut data sensus 2000, bahasa Sunda dituturkan oleh 34 juta jiwa.
Sama dengan Bahasa Jawa, Bahasa Sunda juga memiliki beberapa dialek di antaranya dialek barat (Banten Selatan), dialek utara (Bogor, dan sekitarnya), dialek selatan/dialek Priangan (Bandung dan sekitarnya, dialek tengah timur (Majalengka dan sekitarnya), dialek timur laut (Kuningan dan sekitarnya), dialek tenggara (Ciamis dan sekitarnya).
Dugunakan oleh masyarakat di pulau Madura dan kawasan pantai utara Jawa Timur (Probolinggo dan sekitarnya). Bahasa Madura juga banyak dituturkan di Surabaya dan sekitarnya, Malang dan sekitarnya, kepulauan Masalembo, hingga Kalimantan. Menurut data sensus 2000, penutur bahasa Madura sekitar 13 juta jiwa. Bahasa Madura banyak terpengaruh oleh bahasa Jawa, Melayu, Bugis, Tionghoa, dan sebagainya. Banyak pula kata-kata dari bahasa ini yang berakar pada bahasa Melayu, bahkan sampai bahasa Minangkabau.
Bahasa Minangkabau dituturkan oleh masyarakat di Provinsi Sumatera Barat, bagian barat Riau, dan Negeri Sembilan, Malaysia. Selain itu juga terdapat di berbagai daerah, karena orang Minangkabau banyak yang merantau ke luar daerahnya. Menurut sensus 2007, bahasa Minangkabau dituturkan oleh sedikitnya 5 juta jiwa.
Bahasa Musi adalah bahasa yang dituturkan oleh masyarakat di sepanjang hulu dan hilir sungai Musi, Provinsi Sumatra Selatan. Bahasa Musi juga dikenal sebagai bahasa Sekayu dan bahasa Palembang. Penutur bahasa ini menurut sensus 2000 adalah 3,9 juta jiwa.
Bahasa Bugis adalah bahasa yang dituturkan oleh masyarakat di Sulawesi Selatan. Selain itu, bahasa ini juga dituturkan di daerah lain di antaranya provinsi di Sulawesi selain Sulawesi Selatan, Kalimantan, Maluku, Papua, Sumatra, dan juga di Sabah, Malaysia.
Menurut sensus tahun 1991 bahasa ini dituturkan oleh sekitar 3,5 juta jiwa. Bahasa Bugis memiliki beberapa dialek, di antaranya dialek Bone, Pangkep, Camba, Sidrap, Pasangkayu, Sinjai, Soppeng, Wajo, Barru, Sawitto, dan Luwu.
Bahasa Banjar adalah bahasa yang dituturkan oleh suku Banjar di Kalimantan Selatan. Bahasa ini juga dituturkan di daerah lain seperti Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Kabupaten Indragiri Hilir, Riau. Di luar negeri, bahasa Banjar juga dituturkan oleh suku Banjar di Malaysia. Bahasa ini banyak dipengaruhi oleh bahasa Melayu, Jawa, dan Dayak. Menurut sensus penduduk tahun 2000 penutur bahasa ini kurang lebih 3,5 juta jiwa.
Bahasa Aceh adalah bahasa yang dituturkan oleh suku Aceh yang terdapat di pesisir, sebagian pedalaman, dan sebagian kepulauan Aceh. Bahasa ini dituturkan di Provinsi Aceh kecuali 3 kecamatan di Aceh Timur yang menggunakan bahasa Gayo, dan 1 kecamatan di Aceh Barat Daya yang menggunakan bahasa Kluet. Menurut sensus tahun 2000 penutur bahasa ini berjumlah 3,5 juta jiwa.
Bahasa Bali adalah bahasa yang dituturkan oleh Masyarakat di pulau Bali, Lombok bagian barat, dan sedikit ujung timur pulau Jawa. Di Lombok, bahasa Bali dituturkan terutama di sekitar kota Mataram, sedangkan di pulau Jawa dituturkan di beberapa desa di Banyuwangi.
Bahasa Bali memiliki berbagai macam dialek, di antaranya dialek Dataran Rendah Bali (Klungkung, Karangasem, Buleleng, Gianyar, Tabanan, Jembrana, Badung), Dataran Tinggi Bali (Bali Aga), dan Nusa Penida. Menurut sensus tahun 2000 pemakai bahasa Bali mencapai 3.330.000 Jiwa.
Bahasa Betawi adalah bahasa yang dituturkan oleh orang Betawi di daerah Jakarta. Bahasa ini merupakan anak dari bahasa Melayu. Bahasa Betawi merupakan bahasa kreol (percampuran) yang didasarkan pada bahasa Melayu Pasar ditambah unsur bahasa Sunda, Jawa, Bali, Tiongkok bagian Selatan (terutama Hokkian), Arab, dan Eropa (terutama Belanda dan Portugis). Tidak ada struktur baku dalam bahasa ini yang membedakan dengan bahasa Melayu, karena bahasa ini berkembang secara alami. Menurut sensus tahun 1993, penutur bahasa Betawi adalah 2,7 juta jiwa.
JEDA.ID — Berikut ini terdapat daftar lokasi pembantaian yang melibatkan Partai Komunis Indonesia atau PKI…
JEDA.ID — Berikut ini terdapat deretan wisata di dekat atau sekitar Sirkuit Mandalika, Lombok Tengah,…
JEDA.ID — Masa pensiun kerap menjadi momok bagi sebagian orang lantaran sudah tidak adanya penghasilan…
JEDA.ID — Berikut ini terdapat spesifikasi lengkap dari Sirkuit Mandalika di Lombok yang sempat mencuri perhatian…
JEDA.ID — Berikut ini terdapat potret ganteng seorang polisi di Instagram bernama Ega Prayudi, yang merupakan…
JEDA.ID — Apa bunyi bacaan doa dan zikir agar cepat mendapatkan pekerjaan yang diinginkan menurut…