JEDA.ID– Sebuah penelitian baru yang mengejutkan menunjukkan bahwa orang tanpa gejala (OTG) tanpa gejala memiliki viral load lebih banyak daripada pasien yang memiliki gejala dari penyakit pandemi global tersebut. Mengingat OTG punya virus corona lebih banyak dibanding pasien bergejala maka sebaiknya kita semua tetap waspada.
Tips kesehatan kali ini membahas tentang mengapa OTG punya virus corona lebih banyak dibanding pasien bergejala.
Dilansir dari Medical News Net dan Bisnis.com, Senin (30/11/2020) sebuah tim penelitian bertujuan untuk mengevaluasi viral load enam jenis sampel berbeda dari pasien berbagai usia, guna menentukan hubungan antara perjalanan penyakit dan viral load dari virus corona baru.
Studi yang diterbitkan dalam jurnal Infectious itu menyoroti peran penyebaran asimtomatik dalam pandemi. Untuk sampai pada temuan, peneliti mengumpulkan sampel nasofaring, orofaringeal, rongga mulut, rektal, air liur, urine, dan darah dari pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit.
Sebanyak 360 sampel dari 60 pasien diperoleh saat masuk. Dari jumlah tersebut, 25 persen merupakan pasien tanpa gejala sementara 75 persen pasien bergejala. Selanjutnya, para peneliti melakukan analisis sampel.
Mereka menemukan bahwa beban vital pasien asimtomatik lebih tinggi bila dibandingkan dengan pasien bergejala. Lebih lanjut, viral load memiliki kecenderungan negatif dengan bertambahnya usia, sementara penurunan viral load yang signifikan terlihat dengan meningkatnya keparahan penyakit.
“Ini menunjukkan bahwa pasien tanpa gejala memiliki viral load SARS-CoV-2 yang lebih tinggi daripada pasien yang bergejala, dan tidak seperti dalam beberapa penelitian atau literatur, penurunan viral load yang signifikan diamati dengan meningkatnya keparahan penyakit,” tulis pada peneliti.
Tim mencatat bahwa faktor-faktor yang terkait dengan prognosis yang buruk, termasuk opasitas kaca tanah bilateral pada rontgen dada, jumlah limfosit yang rendah, dan usia yang lebih tua berkorelasi dengan viral load SARS-CoV-2 yang rendah.
Mereka menyatakan bahwa Covid-19 adalah teka-teki rumit dengan potongan dalam banyak warna dan bentuk. Lebih lanjut, studi virologi dan imunologi sangat dbutuhkan untuk menggabungkan semua bagian dan melihat gambaran besarnya.
Pasien tanpa gejala diketahui menyebarkan virus tanpa mereka tahu bahwa mereka terinfeksi. Hal ini mempersulit negara untuk mengontrol penyebaran virus. Dengan banyak orang yang tidak menunjukkan gejala infeksi, tetap berhati-hati di sekitar orang lain sangat penting untuk mencegah penyebaran virus.
sementara itu aktivitas manusia yang sudah kembali normal dan seolah melupakan bahaya corona memunculkan kekhawatiran WHO. Pakar darurat utama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan dunia berisiko mengalami pandemi di masa mendatang jika tak belajar dari krisis COVID-19 yang dialami saat ini. Hal ini berkaitan dengan yang disebutnya ‘amnesia’ Covid-19.
“Saya telah melihat amnesia yang tampaknya turun ke dunia setelah peristiwa traumatis, dan itu bisa dimengerti,” kata Mike Ryan dalam pengarahan di Jenewa.
“Tapi jika kita melakukan ini lagi seperti yang kita lakukan setelah SARS, seperti yang kita lakukan setelah H5N1, seperti yang kita lakukan setelah pandemi H1N1, jika kita terus mengabaikan kenyataan tentang apa yang muncul dan patogen berbahaya dapat lakukan terhadap peradaban kita, maka kita cenderung mengalami hal yang sama atau lebih buruk lagi dalam hidup kita,” katanya menegaskan.
Selain itu, ia juga mengecam negara-negara maju, menilai bahwa mereka menjalankan sistem perawatan kesehatan bak ‘maskapai penerbangan berbiaya rendah’.
“Di utara, karena model biaya untuk sistem kesehatan, kami telah merancang sistem kesehatan kami untuk diberikan pada 95 persen, 98 persen, dengan efisiensi 100 persen. Ini hampir seperti model maskapai penerbangan berbiaya rendah untuk pemberian layanan kesehatan,” katanya.
Sementara itu, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus juga meminta agar negara-negara tidak mempolitisasi asal-usul Covid-19. Hal ini disebutkan akan menghambat investigasi WHO terkait kebenaran asal Covid-19.
“Kita perlu mengetahui asal muasal virus ini karena dapat membantu kita mencegah wabah di masa mendatang,” kata Tedros.
“Tidak ada yang disembunyikan. Kami ingin tahu asalnya, dan hanya itu,” lanjutnya.
Beberapa waktu lalu, Donald Trump menuduh China menyembunyikan Covid-19 di awal merebak bekerja sama dengan WHO, namun WHO berulang kali membantah pernyataan tersebut. Media pemerintah China juga mengatakan Covid-19 sebenarnya berasal dari luar negeri dengan terus menekankan penemuan jejak Corona di makanan beku impor
JEDA.ID — Berikut ini terdapat daftar lokasi pembantaian yang melibatkan Partai Komunis Indonesia atau PKI…
JEDA.ID — Berikut ini terdapat deretan wisata di dekat atau sekitar Sirkuit Mandalika, Lombok Tengah,…
JEDA.ID — Masa pensiun kerap menjadi momok bagi sebagian orang lantaran sudah tidak adanya penghasilan…
JEDA.ID — Berikut ini terdapat spesifikasi lengkap dari Sirkuit Mandalika di Lombok yang sempat mencuri perhatian…
JEDA.ID — Berikut ini terdapat potret ganteng seorang polisi di Instagram bernama Ega Prayudi, yang merupakan…
JEDA.ID — Apa bunyi bacaan doa dan zikir agar cepat mendapatkan pekerjaan yang diinginkan menurut…