Categories: Fresh

Sutopo Berjuang Lawan Hoax Bencana dan Kanker

Share

Pesawat Lion Air bernomor penerbangan JT 610 hilang kontak pada 29 Oktober 2018. Pesawat itu terbang dari Jakarta tujuan Pangkal Pinang. Sebelum pecahan badan pesawat dengan 181 penumpang dan 8 kru itu itu ditemukan, di media sosial juga geger. Sutopo mendapatkan kabar yang ternyata hoax bencana.

Pada hari itu , ada yang mengunggah video suasana di dalam pesawat yang mengalami turbulensi. Video itu diklaim keadaan sebelum Lion Air JT 640 jatuh ke laut. Melalui akun Twitter @Sutopo_PN, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menjelaskan video itu bukan terjadi pesawat Lion Air JT 610, tetapi ini pesawat Lion Air JT 353 Padang-Jakarta yang mengalami turbulensi, beberapa waktu lalu. Semua semua penumpang selamat.

“Tidak ada video/foto kondisi penumpang sebelum JT 610 jatuh. Jangan ikut menyebarkan hoax,” demikian cuitan Sutopo melalui akun @sutopo_PN pada 29 Oktober 2018 menyinggung bencana pesawat jatuh.

Tak hanya video bencana tersebut. Di medsos beredar postingan ada bayi penumpang pesawat JT 610 yang selamat.  Lagi-lagi Sutopo memberikan klarifikasi pada 29 Oktober 2018. Foto itu adalah bayi yang selamat dalam peristiwa tenggelamnya KM Lestari Maju di Perairan Selayar, 3 Juli 2018. “Jadi info tersebut [bayi penumpang pesawat Lion JT 610] adalah hoax. Jangan menyebarkan hoax,” demikian cuitan Sutopo.

Hoax soal Lion Air JT 610 tak hanya satu atau dua konten. Masih di medsos, beredar foto bangkai Lion Air JT 610. “Itu hoax. Foto ini adalah bangkai pesawat Lion Air JT 904 yang mengalami musibah di Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai, Bali, pada 13/4/2013. Jangan menyebarkan hoax,” tulis Sutopo pada 29 Oktober 2019.

Ada juga dua foto penumpang pesawat yang menggunakan masker oksigen yang lagi-lagi diklaim sebagai kondisi terakhir penumpang Lion Air JT 610. “Jika anda menerima foto berikut dan mengatakan ini kondisi penumpang Lion Air sebelum jatuh. Itu semua bohong. Hoax. Foto ini kondisi penumpang pesawat Sriwijaya saat turbulensi beberapa waktu lalu. Semua penumpang dan pesawat selamat,” demikian cuitan lelaki asal Boyolali itu pada 29 Oktober 2018.

Dalam satu hari, Sutopo menyanggah empat hoax soal pesawat Lion Air JT 610. Begitulah kerja Sutopo Purwo Nugroho sehari-hari berkutat dengan informasi bencana sebelum menjalani pengobatan kanker paru di RS St. Stamford Guangzhou, Tiongkok.  Sutopo akhirnya meninggal, Minggu (7/7/2019) dan dimakamkan di Boyolali, Senin (8/7/2019).

Pemakaman jenazah Sutopo Purwo Nugroho di TPU Sonolayu, Boyolali, Senin (8/7/2019). (Nadia Lutfiana Mawarni)

Sutopo adalah orang yang gigih mengklarifikasi informasi soal bencana. Dia sering mengonter informasi hoax bencana. Dia aktif menggunakan Twitter dengan akun terverifikasi @sutopo_PN. Hoax soal bencana adalah satu dari sekian banyak jenis hoax seperti hoaks politik, agama, kesehatan, dan sebagainya.

Saat terjadi bencana, seperti biasa hoax berseliweran. Produksi hoaks bencana biasanya dilatarbelakangi keisengan dan upaya bikin sensasi. Pembuat hoax bencana itu betul-betul orang yang tak bertanggung jawab, menimbulkan ketakutan publik.

Biasanya, materi hoax yang diunggah adalah video atau foto bencana yang terjadi pada masa lalu. Ketika terjadi bencana sejenis, foto dan video lama itu diunggah lalu diberi keterangan bahwa konten itu adalah kasus yang baru terjadi.

Sudah jamak, jika ada bencana baru terjadi, sedang hangat dan jadi pembicaraan warganet, biasanya warganet akan membagikan ulang (share) konten terkait.

Terkadang, hoax bencana itu membuat publik khawatir. Sebagai contoh,  hoax yang beredar pada 30 September 2018 dengan narasi sebagai berikut,” Tolong hubungi Mama Mea dll yang dipalu, Palu siaga 1. Barusan temanku di BMKG habis periksa alat deteksi gempa, yg dorang taro dilaut… kalau gempa susulan akan ada.. lebih besar dari kemarin.. berkekuatan 8.1 keatas.. dan berpotensi tsunami yg lebih besar dari kemarin.”

Konten itu beredar hanya dua hari setelah gempa dan tsunami melanda Kota Palu, Sigi, dan Donggala, Sulawesi Tengah, pada 28 September 2018. Gempa dengan magnitudo 7,7 itu merenggut sekitar 2.113 nyawa dan menghancurkan rumah dan bangunan.

Di tengah duka karena gempa dan tsunami, siapa yang tak takut saat ada pesan akan terjadi  gempa susulan yang magnitudonya 8,8? Yang 7,7 saja sudah membuat daerah Palu dan sekitarnya luluh lantak. Bagaimana kalau gempa magnitudo 8,8 terjadi?

Biasanya, orang yang menerima pesan itu di media sosial maupun aplikasi perpesanan akan  cepat-cepat membagikannya kepada koleganya, teman, maupun ke grupnya. Tujuannya sebenarnya baik, biar orang waspada. Itu adalah bentuk kepedulian warganet kepada orang lain.

Namun, orang yang membagikan pesan itu kadang kala tak mengecek kebenaran informasi itu. Bisa jadi mereka memang tidak tahu bahwa gempa tidak bisa diprediksi.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwi Korita Karnawati mengibaratkan gempa bagaikan kematian. Tidak ada orang yang bisa mengetahui gempa datang.

Karena itu, saat pesan akan terjadi gempa susulan di Palu, Sutopo mengingatkan warganet bahwa itu hoax. “Hoax ancaman gempa dan tsunami mulai menyebar di Kota Palu dan daerah lain. Masyarakat resah. Mohon jika menerima informasi seperti ini ABAIKAN. Ini HOAX. Tidak ada satu pun negara di dunia dan iptek yang mampu memprediksi gempa secara pasti,” demikian Sutopo menulis di akun Twitter pada 30 September 2018.

Hoaks bencana itu membikin masyarakat panik. Sampai-sampai, Polri bertindak tegas karena hoax bencana sudah sampai taraf meresahkan dan bikin panik masyarakat. Polisi menangkapi orang yang menyebarkan hoax bencana. Pada waktu itu, delapan orang ditangkap gara-gara membagikan pesan hoax di medsos soal bencana, khususnya gempa.

Saat Sutopo masih fit, pesan hoaks soal bencana dipastikan akan dicek kebenarannya. Dia bagaikan penjaga gerbang informasi bencana. Selain Sutopo, ada komunitas Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo), media massa yang memiliki program Cek Fakta, hingga warganet.

Namun, walau berkali-kali berita hoaks itu di-debunk, demikian istilah kegiatan membongkar hoaks, orang yang bikin onar di dunia maya dengan membikin hoaks bencana tidaklah kurang. Bikin gemes yaa. Mungkin kita sampai bertanya sebenarnya apa sih motif mereka membuat berita bohong itu.

Kendati sebuah berita hoax telah di-debunk, pesan yang kadung menyebar tidak bisa ditarik sepenuhnya. Segigih apa pun Sutopo menangkal hoaks, penyebarannya tetap lebih masif.

Pengguna Twitter

Ada penelitian soal peredaran hoax bencana di medsos seperti Twitter yang dilakukan Jun Zhuang dkk dari Buffalo University soal perilaku pengguna Twitter. Penelitian berjudul Rumor response, debunking response, and decision makings of misinformed Twitter users during disasters itu dimuat di Jurnal Natural Hazard. Di Amerika, saat terjadi Badai Sandy pada 2012 dan pemboman Boston Marathon pada 2013, hoax juga muncul mengiringi peristiwa itu.

Ketika ada rumor tidak jelas beredar, yang dilakukan oleh pengguna Twitter di antaranya membagikannya (85,86%-91,40%), mencari konfirmasi (5,39%-9,37%), atau ragu (0,71%-8,75%). Jika kabar itu dibantah dan dianggap hoaks, biasanya yang membagikannya merespons dengan  menghapus tweet rumor (2,94%-10,00%), mengklarifikasi informasi rumor dengan tweet baru (0%-19,75%), atau tidak menghapus atau mengklarifikasinya (78,13%–97,06%).

Jadi, jika hoax itu sudah dibantah, pengguna Twitter yang meretweet atau membagikan kabar itu tidak merespons secara bertanggung jawab dengan meminta maaf, menghapus, atau membuat klarifikasi. Zhuang menyebut pengguna Twitter berkinerja buruk dalam pendeteksian rumor dan terburu-buru menyebarkan desas-desus.

Sutopo pun tak henti-henti mengingatkan warganet agar tidak termakan hoax bencana. Padahal Sutopo dalam satu tahun terakhir tengah didera penyakit kanker paru stadium 4B. Di tengah deraan rasa sakit yang tak kadang tak bisa diredakan oleh morfin, lelaki asal Boyolali itu tetap membuat klarifikasi, bahan jumpa pers, dan materi untuk medsos.

Karena dedikasinya, Sutopo diganjar penghargaan “Tokoh Teladan Anti Hoax Indonesia” dari Mafindo (Masyarakat Antifitnah Indonesia). Dalam berbagai kesempatan, Sutopo sering mengenakan jaket Mafindo dengan tulisan “Turn Back Hoax”.

Dia juga mendapatkan penghargaan dari Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI), dan berbagai media massa baik di dalam dan luar negeri karena berhasil mengomunikasikan informasi kebencanaan kepada publi dengan bahasa  sederhana dan populer.

Sutopo berharap upayanya melawan hoax bencana biar masyarakat tenang. Isu yang sering dijadikan materi hoax adalah foto dan video saat terjadi letusan gunung api. Indonesia memiliki gunung api terbanyak di dunia.

Gunung Meletus

Saat terjadi letusan, apakah itu Gunung Merapi, Gunung Agung, Sinabung, Soputan, dan lainnya, ada saja warganet brengsek (maaf menggunakan kata kasar) yang bikin hoaks. Modusnya, foto atau video letusan di luar negeri dan di tempat lain diklaim sebagai peristiwa yang baru terjadi.

“Video ini HOAX. Ini bukan lava Gunung Soputan. Gunung Soputan meletus pada 3/8/2018 pukul 08.47 WITA. Tapi tidak mengeluarkan lava keluar dari kawah. Abaikan dan delete jika menerima video ini di medsos. Ini bukan letusan Gunung Soputan. Foto ini HOAX. Foto ini rekayasa yang pernah juga disebarkan sebagai letusan Gunung Sinabung tahun 2014. Jangan ikut menyebarkan. Buang saja karena hoax,” ujar dia mengklarifikasi foto dan video kasus di luar negeri yang soal aliran lava pijar.

Di samping menmbantah hoax, Sutopo juga rajin mengingatkan warganet agar menjaga keselamatan dan menghindari risiko.

Misalnya, saaat beredar video wisatawan mancanegara berada di puncak Gunung Agung Bali, dia mengingatkan tindakan itu sangat berbahaya karena Gunung Agung dapat erupsi kapan saja. “Ini video 18/4/2019 yang tersebar di medsos. Jangan ditiru. Berbahaya!” demikian cuitan Sutopo.

Kendati demikian, Sutopo tetap saja sosok menyenangkan dan jenaka, baik di medsos maupun dalam keseharian. Dia sering me-mention penyanyi Rossa maupun Raisa yang jadi idolanya. Dia juga sering guyonan. Salah satunya adalah postingan guyonan soal hoax ini adalah “Kalo saya dibilang tampan itu hoax hehe.”

Kini, Sutopo telah tiada. Semoga banyak pejuang kemanusiaan yang mengedukasi bencana dan melawan hoaks bencana untuk dengan cara populer dan mudah dicerna.

Syifaul Arifin

Wartawan di Solo, tidak menyukai hoaks, minat di bidang sosial budaya

Published by

Recent Posts

Daftar Lokasi Pembantaian yang Libatkan PKI di Solo, Adakah yang Tahu?

JEDA.ID — Berikut ini terdapat daftar lokasi pembantaian yang melibatkan Partai Komunis Indonesia atau PKI…

30 September 2021

5 Wisata Dekat atau Sekitar Sirkuit Mandalika Lombok, Ada Pantai Eksotis Hlo!

JEDA.ID — Berikut ini terdapat deretan wisata di dekat atau sekitar Sirkuit Mandalika, Lombok Tengah,…

30 September 2021

Pengin Dapat Uang Rp1 Miliar Saat Pensiun? Ini Hlo Caranya!

JEDA.ID — Masa pensiun kerap menjadi momok bagi sebagian orang lantaran sudah tidak adanya penghasilan…

29 September 2021

Disoroti Pembalap Dunia, Ini Spesifikasi Sirkuit Mandalika di Lombok

JEDA.ID — Berikut ini terdapat spesifikasi lengkap dari Sirkuit Mandalika di Lombok yang sempat mencuri perhatian…

29 September 2021

Setia Temani Tukul Arwana, Ini Potret Kece Ega Prayudi Berseragam Polisi di Instagram

JEDA.ID — Berikut ini terdapat potret ganteng seorang polisi di Instagram bernama Ega Prayudi, yang merupakan…

28 September 2021

Pengin Cepat Mendapatkan Pekerjaan yang Diinginkan? Baca Doa dan Zikir Ini

JEDA.ID — Apa bunyi bacaan doa dan zikir agar cepat mendapatkan pekerjaan yang diinginkan menurut…

28 September 2021