JEDA.ID—Temuan limbah radioaktif di Perumahan Batan Indah, Serpon, Tangerang Selatan (Tangsel) menghebohkan publik.
Badan Tenaga Nuklir Nasional (Bapeten) masih mengidentifikasi soal temuan tersebut. Pelaku ‘pembuang’ limbah pun masih terus dicari.
Bapeten belum bisa mengetahui apa limbah radioaktif tersebut sengaja dibuang oleh seseorang atau ada kemungkinan lain. Upaya investigasi pun dilakukan, termasuk melibatkan aparat kepolisian.Adanya limbah radioaktif ini juga diyakini bukan berasal dari kebocoran fasilitas nuklir yang ada di Serpong. Fasilitas nuklir di Serpong dinyatakan aman. Tak ada kebocoran.
Limbah radioaktif tersebut mulai diangkut ke Pusat Teknologi Limbah Radioaktif di Serpong Tangerang. Diperkirakan total akan ada 100 drum tanah mengandung radioaktif yang dicek.
Kepala Bagian Komunikasi Publik dan Protokol Bapeten Abdul Qohhar mengatakan sebagian tanah yang terkontaminasi zat radioaktif telah diangkut. Dia menjelaskan Bapeten akan bekerja sama dengan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) untuk melakukan proses identifikasi dari tanah yang sudah diambil itu.
Dia mengatakan, tak banyak yang menggunakan Cs 137, jenis unsur radioaktif yang ditemukan di Batan Indah. Pengguna Cs 137 akan tercatat di Batan atau di Bapeten. Bapeten akan melakukan pengecekan dan pendataan ke seluruh pengolah yang memakai unsur Cs 137 di seluruh Indonesia.
Dikutip detikcom dari Pubchem, cesium merupakan elemen yang secara alami ditemukan dalam jumlah kecil di dalam batu, tanah, dan debu. Cesium 137 atau disebut juga radiocesium adalah bentuk isotop radioaktif yang terbentuk sebagai byproduct pada reaksi nuklir.
Cesium 137 dan isotop radioaktif lain yakni Cesium 134 dihasilkan dari fisi nuklir atau pembelahan inti nuklir untuk menghasilkan sejumlah energi. Cesium 137 juga termasuk byproduct atau produk sampingan dari reaktor nuklir dan uji coba senjata nuklir.
Sejumlah kecil Cesium 137 ditemukan di lingkungan dari hasil uji coba senjata nuklir yang terjadi di tahun 1950-1960-an. Kecelakaan reaktor nuklir di Chernobyl pada 1986 juga mencemari lingkungan dengan Cesium 137.
Karena umumnya terikat dengan klorida, Cesium 137 lebih sering ditemukan dalam bentuk serbuk kristal dibandingkan bentuk aslinya yakni cair Dalam jumlah kecil, Cesium 137 digunakan untuk mengkalibrasi alat-alat untuk melacak paparan radiasi. Dalam jumlah yang lebih besar, digunakan juga di dunia medis sebagai terapi radiasi untuk mengobati kanker.
Lantas, apakah bahan ini berbahaya? Tergantung intensitasnya. Paparan eksternal dalam jumlah besar bisa memicu luka bakar, penyakit radiasi akut, dan bahkan kematian. Paparan Cesium 137 bisa meningkatkan risiko kanker karena radiasi gamma yang dihasilkan.
Paparan internal lewat pernapasan misalnya, menyebabkan material radioaktif terdistribusi ke dalam jaringan lunak, terutama otot. Jaringan yang terkontaminasi akan terpapar partikel beta dan radiasi gama, sehingga risiko kanker meningkat
Di negara maju seperti Jepang sekalipun, risiko kecelakaan nuklir selalu ada dan tidak hanya sekali ini saja terjadi. Gempa kecil pada 2007 juga pernah memicu kebocoran salah satu reaktor nuklir milik Jepang, meski dampaknya tidak sebesar Chernobyl.
Bagi pendukung teknologi nuklir, PLTN dianggap lebih ramah lingkungan dibandingkan sumber energi konvensional asal tidak bocor. Jika minyak bumi dan batubara bisa habis suatu saat nanti, uranium yang merupakan bahan bakarnya nuklir sangat efisien dan limbahnya masih bisa menghasilkan energi.
Namun bagi penentang nuklir, uranium tidak pernah masuk dalam kategori sumber energi terbarukan karena memang kenyataannya harus ditambang dan tidak bisa dibuat sendiri. Sumber energi yang terbarukan dan lebih disarankan oleh para pemerhati lingkungan hidup di antaranya adalah angin dan sinar matahari.
Bahaya lain dari kecelakaan nuklir adalah bahwa dampak radiasi nuklir bersifat inheren atau melekat. Berkaca dari tragedi Chernobyl, banyak warga yang masih merasakan dampaknya sampai sekarang meski peristiwanya sudah berlalu hampir 27 tahun silam.
Selain untuk pembangkit listrik, teknologi nuklir juga digunakan dalam dunia kesehatan terutama di bidang kedokteran nuklir. Pemanfaatan radioisotop mempermudah para dokter menemukan lokasi kanker tanpa harus membedahnya, sekaligus untuk membunuh sel-sel kanker lewat radioterapi.
Radioisotop juga dipakai untuk mensterilkan alat-alat kedokteran dari berbagai kuman penyebab penyakit. Teknologi ini biasanya digunakan untuk alat-alat kedokteran yang tidak tahan terhadap panas tinggi atau mudah bereaksi dengan senyawa kimia dalam cairan pembersih yang digunakan.
Risiko pemanfaatan nuklir di bidang kedokteran diminimalisasi dengan memastikan agar dosis radiasi tidak melewati batas aman. Dokter juga akan memberi jeda waktu sebelum menjalani radioterapi atau pemeriksaan radiologi berikutnya agar sel-sel yang sehat tak menjadi rusak karena kebanyakan radiasi.
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi beberapa waktu lalu melakukan kajian pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir di empat daerah yakni Jepara, Bangka, Kalimantan Barat, dan Nusa Tenggara Barat.
Seperti dilansir Bisniscom, beberapa waktu lalu, Staf Ahli Bidang Relevansi dan Produktivitas Kemenristekdikti Agus Puji Prasetyono mengatakan kajian pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Jepara, Jawa Tengah telah dilakukan pada 2012. Sementara, kajian di Bangka dan Kalimantan Barat secara berturut-turut dilakukan pada 2012 dan 2014. Saat ini, kajian PLTN di NTB masih dilakukan.
Dari kajian tersebut, potensi PLTN yang bisa dikembangkan di Jepara,Bangka, dan Kalimantan Barat yakni masing-masing sebesar 1 gigawatt, 600 MW, dan 100 MW sampai 1 Gigawatt. Menurutnya, 4 daerah tersebut, kecuali NTB, dipilih karena merupakan daerah yang aman dari gempa. Meskipun dia meyakini, teknologi yang digunakan untuk mengembangkan PLTN relatif aman dari kegempaan.
Agus mengatakan dari empat wilayah tersebut, Kalimantan Barat menjadi wilayah dengan sambutan yang cukup positif untuk mengembangkan PLTN. Terlebih, Kalimantan Barat ingin menjadi provinsi industri dan menyiapkan kecukupan energi listrik dalam rangka menyongsong rencana pemndahan ibu kota baru.
Menurutnya, sudah seharusnya Indonesia beralih ke pemanfaatan nuklir untuk pembangkitan seperti yang dilakukan negara maju lainnya. Apalagi, cadangan uranium yang dimanfaatkan untuk PLTN lebih panjang dari pada memanfaatkan batu bara.
Sementara, jika memanfaatkan energi baru terbarukan (EBT) untuk pembangkitan prosesnya akan lama.
Setidaknya untuk mengejar target 23% bauran energi baru terbarukan untuk pembangkitan pada 2025, perkembangan pemanfaatan EBT harus sebesar 0,9% per tahun. Sementara, rata-rata saat ini baru sebesar 0,55% per tahun.
Agus menilai ada tiga jenis pembangkitan energi bersih yang mampu dikembangkan dengan kapasitas besar yakni air, geotermal, dan nuklir. Hanya saja, pembangkit tenaga air dan geotermal memiliki kelemahan. Seperti misalnya pembangkit geotermal yang harus dibangun pada kawasan ring of fire ataupun tenaga air yang tidak semua area memadai untuk dikembangkan pembangkitan.
JEDA.ID — Berikut ini terdapat daftar lokasi pembantaian yang melibatkan Partai Komunis Indonesia atau PKI…
JEDA.ID — Berikut ini terdapat deretan wisata di dekat atau sekitar Sirkuit Mandalika, Lombok Tengah,…
JEDA.ID — Masa pensiun kerap menjadi momok bagi sebagian orang lantaran sudah tidak adanya penghasilan…
JEDA.ID — Berikut ini terdapat spesifikasi lengkap dari Sirkuit Mandalika di Lombok yang sempat mencuri perhatian…
JEDA.ID — Berikut ini terdapat potret ganteng seorang polisi di Instagram bernama Ega Prayudi, yang merupakan…
JEDA.ID — Apa bunyi bacaan doa dan zikir agar cepat mendapatkan pekerjaan yang diinginkan menurut…