JEDA.ID-Kisah Sarip Tambak Oso mirip-mirip kisah Robinhood. Apa yang dilakukan Sarip Tambak Oso seperti Robinhood yaitu merampok orang kaya untuk dibagikan kepada orang miskin.
Sarip Tambak Oso adalah ikon populer bagi masyarakat Jawa Timur, khususnya Surabaya dan Sidoarjo. Sosoknya dikisahkan sebagai jawara pembela rakyat kecil yang tertindas pada zaman penjajahan kompeni Belanda. Sarip Tambak Oso menjadi kisah legenda.
Budayawan Sidoarjo Henri Nurcahyo menuturkan masyarakat mengenal sosok Sarip selama ini sebagai lakon dalam kesenian ludruk. Karena itu Sarip tak banyak dikenal sebagai lakon sejarah.
“Dia lebih dikenal sebagai lakon ludruk daripada dikenal sebagai lakon sejarah. Saya pernah ke Desa Tambak Oso, Waru Sidoarjo. Warga banyak mengenalnya sebagai lakon dalam ludruk daripada sejarah,” kata Henri seperti dikutip dari detikcom, belum lama ini.
Sarip sendiri diperkirakan hidup pada abad 19 di era zaman penjajahan kompeni Belanda. Sejak kecil, Sarip diceritakan sebagai anak yatim dan diasuh oleh ibunya dengan penuh kasih sayang.
“Konon, ayah Sarip adalah keturunan dari salah seorang pejuang dalam kancah perang Diponegoro. Ayah Sarip seorang jago silat yang rajin melakukan semedi sehingga memiliki ilmu kanuragan,” tutur Henri.
Oleh ayahnya, ilmu kesaktiannya itu kemudian diturunkan ke Sarip. Salah satunya yakni Sarip tidak bisa mati meskipun dibunuh seribu kali dalam sehari selama ibunya masih hidup.
Konon kesaktian Sarip itu diturunkan dari ayahnya ketika masih dalam kandungan ibunya. Saat itu, ayah Sarip memberikan sebongkah lemah abang (tanah merah) hasil dari bertapa dalam goa kepada ibu Sarip yang kemudian dimakan
Kehidupan yang miskin dan tertindas membuat Sarip tumbuh menjadi pemuda yang keras dan temperamen. Meski begitu, Sarip dikenal suka menolong kepada rakyat miskin di lingkungannya yang tertindas oleh orang-orang belanda dan antek-anteknya.
Melihat banyaknya penindasan itu, Sarip kemudian kerap melampiaskan dengan mencuri dan merampok rumah orang-orang Belanda dan saudagar kaya yang suka memeras rakyat kecil. Meski begitu, hasil dari perampokan dan pencuriannya itu dibagi-bagikan ke orang-orang miskin.
Apakah kisah Sarip betulan ada atau hanya urban legend? Henri menyebut kisah Sarip Tambak Oso selama ini belum ada yang benar-benar membuktikan bahwa Sarip itu pernah ada. Sarip sendiri diyakini hidup di di akhir abad 18-an.
Meski begitu, lanjut Henri, semua setting lokasi yang diceritakan dalam kisah Sarip memang ada semua. Termasuk desa dan tiga makamnya yang mengubur bagian tubuhnya.
“Ya tapi kalau makam kan bisa dibuat-dibuat juga. Bisa jadi adanya karena kearifan lokal saja, sebagai penanda. Tapi siapa yang tahu dan selama ini pula belum ada yang membuktikannya kalau itu benar-benar makam Sarip,” ujar Henri.
Henri sendiri berpendapat bahwa eksistensi Sarip merupakan hasil dari rekayasa budaya yang diciptakan Belanda. Tujuannya, untuk menakut-nakuti rakyat agar tak melawan waktu itu. Namun rekayasa budaya itu kemudian berkembang dan menjadi budaya lisan budaya. Terutama dalam lakon ludruk.
“Jadi eksistensi Sarip ini lebih melekat sebagai lakon ludruk daripada sebagai lakon sejarah. Terus analisa saya sebagai pribadi. Lakon itu dikonstruksi sebagai rekayasa budaya,” terangnya.
“Rekayasa budaya artinya bagaimana kita menciptakan legenda-legenda dari orang-orang yang melawan kekuasaan tapi dia akhirnya akan mati,” imbuh Henri.
Ia kemudian memberikan contoh kisah Sarip Tambak Oso dengan berbagai cerita yang ada diberbagai daerah yang mempunyai kesamaan. Di antaranya Si Pitung dan Sakera.
“Sama semua seperti Pitung, Sakera, Sarip itu kan melawan kompeni Belanda dan berakhir mati juga semua. Selalu begitu, ini memang rekayasa Belanda dan sebagai warning,” tandas Henri.
Berbeda dengan Henri, Lambertus Hurek, pegiat seni dan budaya Sidoarjo menegaskan bahwa Sarip belum bisa dikatakan sebagai sosok rekayasa. Sebab menurutnya, baru-baru ini sosok Sarip ternyata pernah diberitakan oleh satu koran di Belanda
Adapun surat kabar Belanda yang dimaksudnya adalah koran Het Vaderland. Koran yang memberitakan Sarip itu tertanggal 4 Maret 1912. Saat itu, diberitakan bahwa Sarip yang dilabeli perampok oleh pemerintah kolonial ditangkap dan terbunuh.
Menurut koran itu, oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda, jenazah Sarip usai terbunuh kemudian dibawa ke Sidoarjo Kota untuk diperlihatkan kepada bupati. Sarip sendiri kemudian dimakamkan di sekitar kawasan Lemahputro.Adapun surat kabar Belanda yang dimaksudnya adalah koran Het Vaderland. Koran yang memberitakan Sarip itu tertanggal 4 Maret 1912. Saat itu, diberitakan bahwa Sarip yang dilabeli perampok oleh pemerintah kolonial ditangkap dan terbunuh.
Meski demikian, dalam versi lain, makam Sarip Tambak Oso diyakini ada di tiga tempat. Banyaknya makam itu karena Belanda menyakini bahwa tubuh Sarip harus dipisah (dimutilasi). Karena jika tidak, maka Sarip dipercaya akan kembali hidup.
“Makam itu juga tak jelas. Katanya di 3 tempat karena Cak Sarip dulu dimutilasi. Makam 1 di tambak oso. Makam 2 di dekat jalan layang Jenggolo. Makam 3 di Kwedengan Lemahputro,” tandas Hurek.
JEDA.ID — Berikut ini terdapat daftar lokasi pembantaian yang melibatkan Partai Komunis Indonesia atau PKI…
JEDA.ID — Berikut ini terdapat deretan wisata di dekat atau sekitar Sirkuit Mandalika, Lombok Tengah,…
JEDA.ID — Masa pensiun kerap menjadi momok bagi sebagian orang lantaran sudah tidak adanya penghasilan…
JEDA.ID — Berikut ini terdapat spesifikasi lengkap dari Sirkuit Mandalika di Lombok yang sempat mencuri perhatian…
JEDA.ID — Berikut ini terdapat potret ganteng seorang polisi di Instagram bernama Ega Prayudi, yang merupakan…
JEDA.ID — Apa bunyi bacaan doa dan zikir agar cepat mendapatkan pekerjaan yang diinginkan menurut…