JEDA.ID— Di tengah kontroversi terkait dampak yang ditimbulkan, Malaysia sudah mulai membicarakan legalisasi tanaman ganja untuk keperluan medis. Kabar pelegalan ganja medis di Malaysia kali pertama mencuat setelah warga di sana membuat petisi untuk membebaskan Muhammad Lukman Bin Mohamad dari hukuman mati wajib karena memiliki lebih dari 200 gram ganja yang ia lakukan untuk mengobati lebih dari 800 orang.
Direktur Jenderal Badan Anti Narkoba Nasional Malaysia, Datuk Seri Zulkifli Abdullah menuturkan ada ketentuan dalam undang-undang Malaysia yang mengizinkan penanaman tanaman ganja di negara asalkan memenuhi beberapa persyaratan atau izin khusus.
Jika tanaman ganja terbukti bermanfaat untuk penggunaan obat-obatan maka pihak-pihak terkait harus melihat ke dalam pengembangan industri secara lokal selama itu sesuai dengan ketentuan hukum Malaysia. “Itulah mengapa penting bagi kementerian kesehatan untuk memverifikasi ganja agar dapat digunakan untuk tujuan pengobatan karena mereka memiliki wewenang untuk melakukannya,” katanya dikutip dari The Coverage.
Sementara itu, Menteri Air, Tanah, dan Sumber Daya Alam Dr. A. Xavier Jayakumar Malaysia mengungkapkan bahwa kabinet telah memulai pembicaraan informal untuk mempertimbangkan nilai obat dari ganja. Mengutip bahwa legalisasi ganja medis telah dilakukan di negara-negara tertentu, Dr. Xavier menambahkan bahwa obat tersebut harus diizinkan untuk digunakan untuk tujuan pengobatan.
“Pandangan pribadi saya adalah bahwa jika mendapat nilai obat, maka itu dapat menjadi item yang terkontrol yang dapat digunakan oleh Departemen Kesehatan untuk tujuan resep,” sebut Xavier seperti dilansir The Star. Rencana Malaysia ini, menyusul Thailand yang sudah terlebih dahulu mengesahkan peraturan soal ganja di akhir 2018 silam.
Dirangkum berbagai sumber, berikut beberapa fakta yang perlu diketahui tentang narkoba jenis ini.
Dalam lampiran Undang-undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, ganja dikategorikan sebagai narkotika golongan 1. Artinya, zat ini tidak boleh dipakai bahkan untuk keperluan medis di Indonesia. Dalam jumlah terbatas, bisa dipakai untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Ganja diolah dari tanaman Cannabis sativa. Zat yang memberikan efek memabukkan adalah delta 9-tetrahydrocannabinol atau disingkat THC. Efek paling banyak dilaporkan adalah bikin rileks dan dalam kadar berlebih memicu halusinasi. Kandungan lainnya adalah CBD ata cannabidiol, yang efeknya berlawanan dengan THC. Zat ini memicu kegelisahan dan paranoia.
Laman Drugabuse.gov menyebut pemakaian ganja bisa menyebabkan masalah kejiwaan seperti halusinasi dan paranoia temporer. Penyalagunaan ganja juga dikaitkan dengan depresi, kegelisahan, dan keinginan bunuh diri. Dalam jangka panjang, ganja juga berpengaruh pada perkembangan otak.
Namun demikian, di tengah kontroversi tersebut, pada kenyataannya sejumlah negara telah melegalkan penggunaan ganja. Berikut beberapa negara dengan regulasi tentang ganja medis maupun rekreasional.
Belanda adalah surga bagi penikmat ganja maupun produk-produk turunannya. Penggunaan ganja di negara ini untuk rekreasional diperbolehkan. Di Amsterdam, ganja dalam berbagai rupa mudah sekali ditemukan di ‘cofeeshop’. Ada yang diisap, ada yang diolah sebagai kue. Tentu tetap ada pembatasan, misalnya tidak boleh mengonsumsinya di tempat umum. Menanam ganja juga masih ilegal di negara ini.
Pada 2018, Kanada menerapkan legalisasi penuh untuk ganja. Artinya, baik ganja medis maupun rekreasional tidak dilarang. Untuk menanam tumbuhan ini pun diperbolehkan, tentunya dengan izin atau lisensi. Larangannya cuma tidak boleh mempromosikan ganja.
Regulasi ganja di Amerika Serikat ditetapkan oleh masing-masing negara bagian. Beberapa negara bagian mengizinkan pemakaian ganja medis untuk pengobatan, tetapi beberapa yang lain masih mengaturnya dengan sangat ketat dan bahkan ada yang melarang.
Thailand menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang melegalkan penggunaan ganja medis untuk pengobatan dan ilmu pengetahuan. Kebijakan ini diambil akhir 2018 dan dianggap sebagai kado tahun baru bagi pasien yang membutuhkan alternatif penghilang rasa sakit.
Jamaika lekat sekali dengan image tentang ganja dan musik reaggae. Namun ternyata, pemakaian ganja di kampung halaman legenda reaggae Bob Marley ini baru legal pada 2015. Pemilikan dalam jumlah kecil masih diperbolehkan.
Ganja merupakan obat depresan yang dibuat dari daun cannabis, zat yang ditemukan di dalam ganja adalah THC (delta 9 tetrahidrokanibinol) zat tersebut merupakan salah satu dari 400 zat kimia yang ditemukan di dalam ganja dan zat tersebut dapat menyebabkan efek perubahan suasana hati. Ganja disebut juga sebagai obat depresan karena ganja dapat memengaruhi sistem saraf dengan cara memperlambat sistem saraf.
Ganja itu sendiri berasal dari tumbuh-tumbuhan sejenis rumput, walaupun ganja adalah sejenis obat tapi tidak dikenal sebagai obat. Sejak zaman dulu ganja sudah digunakan, di India sering disebut dengan bhang, charas, atau Ghana. Di negara Mesir disebut dengan hasish, di negara Afrika menyebutnya kef dan di negara maju menyebutnya marijuana.
Penyalahgunaan pemakaian ganja sering dilakukan kalangan muda, biasanya mereka menggunakan untuk meningkatkan rasa percaya diri. Orang yang menggunakan ganja tidak dapat mengendalikan tawa dan suka berbicara melantur, dalam kondisi sadar efek dari ganja dapat menyebabkan orang yang mengkonsumsinya memiliki ketakutan berlebih, mengigau, dan bersedih. Berikut bahaya ganja dan efek buruk bagi kesehatan jasmani dan mental yang ditimbulkan jika mengonsumsi ganja:
Salah satu efek samping ganja ini sangat dikenal di masyarakat luas adalah ganja bisa menyebabkan seseorang hilang kendali, menyebabkan halusinasi, amnesia, peningkatan sensasi, dan eurofia. Oleh karena itu bahan obat-obatan ini berstasur ilegal di negara kita.
Efek negatif ganja pada pengguna biasanya memiliki masalah paru-paru terutama pernapasan, dengan mengonsumsi ganja 3-4 puntung sama bahayanya dengan mengonsumsi rokok 20 puntung. Selain masalah pernapasan akan muncul berbagai masalah lain pada paru-paru. Bahkan ganja lebih berisiko menyebabkan ganguan paru-paru dibanding rokok, seperti dilansir dari Steadyhealth.
Ganja memiliki kadar bahan adiktif sehingga dapat menyebabkan ketergantungan. Lebih berbahaya lagi, pengguna ganja akan ketagihan mengonsumsi marijuana hingga menjadi ketergantuingan. Dampak buruknya dapat menyebabkan berbagai efek negatif hingga overdosis.
Dampak ganja selanjutnya adalah kehilangan kendali, akibat penggunaan ganja yang berlebihan. Pengguna akan benar-benar tidak bisa mengendalikan dirinya dan bahkan bisa mengalami gangguan mental atau jiwa jika tidak segera ditangani.
Penggunaan ganja dalam jangka panjang juga memungkinkan seseorang untuk terkena gejala putus obat, yang meliputi insomnia, perubahan mood, dan penurunan nafsu makan. Risiko ketergantungan ganja juga bisa terjadi. Risiko terkena psikosis akan lebih tinggi jika Anda mulai menggunakan ganja di usia remaja, atau memiliki riwayat penyakit mental dalam keluarga.
Melalui proses penelitian diketahui bahwa ganja membuat hormon testosterone, oleh karena itu dapat mengurangi jumlah sperma, dan dampak ganja selanjutnya adalah menurunnya vitalitas pria atau bahkan menyebabkan mandul.
Terlalu lama menggunakan ganja dapat menyebabkan gangguan pada kemampuan berpikir, kehilangan memori, dan menghambat fungsi otak. Penelitian dengan memanfaatkan pemindaian MRI otak menunjukkan adanya perubahan struktur di bagian tertentu pada otak pengguna ganja dalam jangka panjang. Perubahan ini juga memengaruhi kinerja otak.
Beberapa saat setelah mengisap ganja, detak jantung, pengguna akan bertambah 20-50 denyut per menit. Efek ganja ini berlangsung sampai tiga jam. Bagi penderita penyakit jantung, detak jantung yang lebih cepat ini bisa meningkatkan risiko serangan jantung. Selain itu, dampak ganja juga dapat menyebabkan naiknya tekanan darah dalam jangka pendek, risiko perdarahan, dan membuat mata menjadi merah karena pembuluh darah diperlebar.
Mengisap ganja dapat menyebabkan rasa menyengat atau sensasi terbakar (rasa perih) di mulut dan tenggorokan.
Untuk ganja yang dikonsumsi secara ditelan (oral) makan dapat menimbulkan mual dan muntah. Namun pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi, efek ganja justru terlihat dapat mengobati gejala mual dan muntah.
Dampak ganja bisa membuat sistem kekebalan tubuh melemah. Penelitian juga menunjukkan adanya kaitan antara penggunaan ganja dengan meningkatknya risiko terkena penyakit yang dapat melemahkan kekebalan tubuh, seperti HIV/AIDS. Akibatnya, tubuh menjadi semakin sulit melawan infeksi.
Mengisap ganja selama kehamilan dapat memengaruhi perkembangan otak janin, memperlambat pertumbuhan janin, menyebabkan kecacatan dan gangguan pada janin, serta leukemia. Selain itu, mencampur ganja dan tembakau juga diduga meningkatkan risiko bayi terlahir prematur atau terlahir dengan berat badan rendah.
Perempuan hamil yang mengonsumsi ganja ketika menyusui dapat membuat zat kimia dalam mariyuana yang disebut tetrahydrocannabinol (THC) masuk ke dalam ASI. Akibatnya, pertumbuhan bayi akan terhambat.
JEDA.ID — Berikut ini terdapat daftar lokasi pembantaian yang melibatkan Partai Komunis Indonesia atau PKI…
JEDA.ID — Berikut ini terdapat deretan wisata di dekat atau sekitar Sirkuit Mandalika, Lombok Tengah,…
JEDA.ID — Masa pensiun kerap menjadi momok bagi sebagian orang lantaran sudah tidak adanya penghasilan…
JEDA.ID — Berikut ini terdapat spesifikasi lengkap dari Sirkuit Mandalika di Lombok yang sempat mencuri perhatian…
JEDA.ID — Berikut ini terdapat potret ganteng seorang polisi di Instagram bernama Ega Prayudi, yang merupakan…
JEDA.ID — Apa bunyi bacaan doa dan zikir agar cepat mendapatkan pekerjaan yang diinginkan menurut…