JEDA.ID–Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengingatkan perubahan iklim yang berdampak kepada suhu Indonesia semakin panas pada 2030. Bahkan, kenaikan suhu di Indonesia akan mulai terasa pada 2020.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan perubahan tren iklim di Indonesia yang lebih hangat diakibatkan oleh perubahan iklim global. ”Big data analytics BMKG menunjukkan tren peningkatan suhu Indonesia sebesar 0,5 derajat Celcius dari kondisi saat ini di Indonesia pada 2030 nanti,” ujar dia di Jakarta, Selasa (23/7/2019), sebagaimana dikutip dari Bisnis.com.
Kian panasnya suhu di Indonesia menjadikan kekeringan yang makin kering hingga 20 persen dari pada kondisi kekeringan saat ini. Kondisi ini bisa terjadi di Sumatra Selatan, sebagian besar Pulau Jawa, Madura, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Sebaliknya pada musim hujan, berdasarkan analisis BMKG, jumlah hujan lebat hingga ekstrem juga cenderung meningkat hingga 40 persen dibandingkan saat ini.
Deputi Klimatologi BMKG Herizal mengatakan rata-rata wilayah daratan Indonesia akan lebih panas. Suhu Indonesia akan naik 0,2 derajat hingga 0,3 derajat Celcius pada 2020 – 2030 dibandingkan kurun 2005-2015.
Herizal mengatakan wilayah yang diperkirakan mengalami kenaikan suhu tertinggi pada 2020-2030 adalah Sumatra Selatan, bagian tengah Papua, dan sebagian Papua Barat. ”Berdasarkan hasil simulasi proyeksi iklim multimodel menggunakan skenario RCP 4.5, suhu udara akan lebih panas pada 2020 – 2030,” kata Herizal sebagimana dikutip dari Antara.
Dwikorita menyatakan berbagai tantangan tersebut membutuhkan langkah antisipasi lebih dini secara konkret. Agar Indonesia mampu beradaptasi dan melakukan mitigasi secara tepat.
”Terobosan dan lompatan inovasi berbasis kepada big data analytics dan artificial intelligent merupakan keniscayaan untuk menjaga ketangguhan dalam mengantisipasi dan menghadapi berbagai tantangan di atas,” jelasnya.
Sebagai contoh, dia menyebut BMKG tengah mengembangkan aplikasi yang mampu menjalankan proyeksi iklim dengan resolusi tinggi untuk 100 tahun ke depan secara lebih efisien dengan dukungan dari high performance computing dan big data analytics.
Saat ini aplikasi proyeksi tersebut masih membutuhkan waktu komputasi selama 11 bulan untuk menjalankan satu skenario simulasi untuk jangka 16 tahun mendatang
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Kerangka Kerja Perubahan Iklim (UNFCCC) mendefinisikan perubahan iklim sebagai perubahan iklim yang disebabkan baik secara langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia sehingga mengubah komposisi dari atmosfer global dan variabilitas iklim alami pada periode waktu yang dapat diperbandingkan.
Komposisi atmosfer global yang dimaksud adalah komposisi material atmosfer bumi berupa Gas Rumah Kaca (GRK) yang di antaranya, terdiri dari karbon dioksida, metana, nitrogen, dan sebagainya.
Gas Rumah Kaca dibutuhkan untuk menjaga suhu bumi tetap stabil. Akan tetapi, konsentrasi Gas Rumah kaca yang semakin meningkat membuat lapisan atmosfer semakin tebal.
Penebalan lapisan atmosfer tersebut menyebabkan jumlah panas bumi yang terperangkap di atmosfer bumi semakin banyak. Sehingga mengakibatkan peningkatan suhu bumi, yang disebut dengan pemanasan global.
Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Kementerian Lingkungan HIdup dan Kehutanan (LHK) menyatakan perubahan iklim berdampak sangat luas pada kehidupan masyarakat.
Kenaikan suhu bumi tidak hanya berdampak pada naiknya temperatur bumi tetapi juga mengubah sistem iklim yang memengaruhi berbagai aspek pada perubahan alam dan kehidupan manusia, seperti kualitas dan kuantitas air, habitat, hutan, kesehatan, lahan pertanian dan ekosistem wilayah pesisir.
“Curah hujan yang berlebihan dapat mengakibatkan banjir dan longsor. Namun sebaliknya curah hujan yang terlalu sedikit berakibat pada kekeringan dan penurunan ketersediaan air. Hal ini akan memengaruhi pasokan air untuk wilayah perkotaan dan pertanian. Terjaganya ekosistem hutan, kawasan esensial serta keanekaragaman hayati akan menjamin ketersediaan air. Hal ini dapat dicapai apabila gangguan dan kerusakan ekosistem hutan dapat dikurangi. Sehingga ketahanan air sangat bergantung pada ketahanan ekosistem. Terutama ekosistem hutan,” sebut Ditjen PPI Kementerian LHK di laman ditjenppi.menlhk.go.id.
Ditjen PPI menyebut selain mitigasi, warga juga harus beradaptasi dengan perubahan iklim. Sektor yang paling rentan dalam pertanian.
Adaptasi merupakan tindakan keharusan pada bidang pertanian. Misalkan perubahan musim yang berubah harus diatasi antara lain menyesuaikan waktu tanam dengan musim hujan pertama> Kemudian menanam varietas tanaman pangan yang tahan terhadap suhu ekstrem. Ada juga perbaikan sistem irigasi yang lebih mampu menampung air agar pada musim kemarau panjang masih tersedia cadangan air.
Adaptasi dinilai penting karena bagian membangun strategi antisipasi dan memanfaatkan peluang-peluang yang menguntungkan. Tujuannya adalah meringankan dampak buruk perubahan iklim.
JEDA.ID — Berikut ini terdapat daftar lokasi pembantaian yang melibatkan Partai Komunis Indonesia atau PKI…
JEDA.ID — Berikut ini terdapat deretan wisata di dekat atau sekitar Sirkuit Mandalika, Lombok Tengah,…
JEDA.ID — Masa pensiun kerap menjadi momok bagi sebagian orang lantaran sudah tidak adanya penghasilan…
JEDA.ID — Berikut ini terdapat spesifikasi lengkap dari Sirkuit Mandalika di Lombok yang sempat mencuri perhatian…
JEDA.ID — Berikut ini terdapat potret ganteng seorang polisi di Instagram bernama Ega Prayudi, yang merupakan…
JEDA.ID — Apa bunyi bacaan doa dan zikir agar cepat mendapatkan pekerjaan yang diinginkan menurut…