JEDA.ID–Rabies merupakan penyakit paling mematikan di dunia. Setiap tahun, rabies merenggut nyawa 55.000 orang di seluruh dunia.
Kejadian rabies pada hewan maupun manusia hampir selalu diakhiri dengan kematian sehingga akibat penyakit ini menimbulkan rasa takut dan kekhawatiran serta keresahan bagi masyarakat.
Di Indonesia, sebanyak 86 orang meninggal karena rabies pada 2016. Saat ini terdapat sembilan provinsi di Indonesia dinyatakan sebagai daerah bebas rabies, sedangkan 24 provinsi lainnya masih endemis.
“Rabies adalah penyakit paling mematikan di dunia dengan tingkat kematian 99,9 persen setelah gejala klinis muncul,” terang Kasubdit Zoonosis Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis (P2TVZ) Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan Endang Burni Prasetyowati sebagaimana dikutip dari laman depkes.go.id, Kamis (20/6/2019).
Selama periode 2011 hingga 2017, ada lebih 500.000 kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) yang dilaporkan di Indonesia dan sebanyak 836 kasus positif rabies. Kawasan Asia dan Afrika menjadi kontributor terbesar kasus rabies hingga mencapai 95 persen.
Rabies dilaporkan kali pertama oleh Esser pada 1884, yaitu pada seekor kuda di Bekasi, Jawa Barat. Selanjutnya kasus rabies pada kerbau dilaporkan pada 1889. Kemudian rabies pada anjing dilaporkan oleh Penning pada 1890 di Tangerang.
Setelah itu, kasus rabies pada manusia dilaporkan E.V. de Haan pada seorang anak di Desa Palimanan, Cirebon tahun 1894. Selanjutnya rabies dilaporkan semakin menyebar ke beberapa wilayah di Indonesia.
Menurut World Health Organization (WHO) rabies terjadi di 92 negara dan bahkan bersifat endemik di 72 negara. WHO menyebut lebih dari 99% kasus rabies pada manusia terjadi akibat dari gigitan anjing yang terinfeksi.
Rabies yang ditularkan anjing sebagian besar menjangkiti masyarakat perdesaan yang miskin, terutama anak-anak, dengan mayoritas kematian manusia (80%) terjadi di daerah perdesaan.
Endang mengatakan cara penularan rabies kepada manusia maupun hewan lainnya biasanya melalui luka gigitan, jilatan pada kulit yang lecet, selaput lendir mulut, hidung, mata, anus, dan genitalia.
“Penularan dari orang ke orang [langsung] mungkin dapat terjadi melaui saliva atau air liur penderita rabies,” sebut dia.
Kemenkes menyebut terdapat sejumlah kendala dalam penanganan rabies seperti hambatan sosial budaya. Anjing memiliki nilai sosial budaya bahkan ekonomis bagi masyarakat Indonesia seperti berburu babi di Sumatra Barat atau adu bagong (babi hutan) bagi masyarakat Sunda.
Kemudian membawa anjing untuk keselamatan pada pelayaran tradisional bagi masyarakat Bugis, belis (mas kawin) bagi masyarakat Flores. Ada pula konsumsi daging anjing bagi masyarakat tertentu di Sumatra Utara, Sulawesi Utara, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur.
“Anjing diperjualbelikan sehingga memiliki nilai ekonomi, pada kondisi seperti ini, eliminasi sulit dilakukan karena ada penolakan,” sebut Kemenkes.
JEDA.ID — Berikut ini terdapat daftar lokasi pembantaian yang melibatkan Partai Komunis Indonesia atau PKI…
JEDA.ID — Berikut ini terdapat deretan wisata di dekat atau sekitar Sirkuit Mandalika, Lombok Tengah,…
JEDA.ID — Masa pensiun kerap menjadi momok bagi sebagian orang lantaran sudah tidak adanya penghasilan…
JEDA.ID — Berikut ini terdapat spesifikasi lengkap dari Sirkuit Mandalika di Lombok yang sempat mencuri perhatian…
JEDA.ID — Berikut ini terdapat potret ganteng seorang polisi di Instagram bernama Ega Prayudi, yang merupakan…
JEDA.ID — Apa bunyi bacaan doa dan zikir agar cepat mendapatkan pekerjaan yang diinginkan menurut…