Categories: Real

Lubang Ozon di Antartika Capai Rekor Terbesar dalam 15 Tahun

Share

JEDA.ID-Lubang ozon  telah mencapai ukuran terbesarnya menjadi satu yang terluas dan terdalam dalam 15 tahun terakhir. Lubang ozon berkembang dengan cepat pada pertengahan Agustus dan mencapai puncaknya pada awal Oktober

Demikian cuitan International Science Council (@ISL). Tahun ini Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) telah memonitor lapisan ozon di bumi bekerja sama dengan Copernicus Atmospheric Monitoring Service, NASA, Badan Lingkungan dan Perubahan Iklim Kanada dan partner lainnya.

Melalui pengamatan ini tampak bahwa lubang ozon berkembang dengan cepat pada pertengahan Agustus dan mencapai puncaknya pada awal Oktober sebesar 24 juta kilometer persegi dikutip pada laporan WMO dalam situs resminya.

“Banyak variabilitas yang menentukan seberapa jauh peristiwa lubang ozon berkembang setiap tahunnya. Kejadian tahun ini mirip dengan yang terjadi pada 2018. Keadaan tahun ini jelas merupakan bagian terbesar selama 15 kebelakang,” ungkap Direktur Copernicus Atmospheric Monitoring Service, Vincent-Henri Peuch, seperti dikutip dari bisnis.com, Kamis (8/10/2020).

5 Industri Ini Cari Banyak Pekerja di Tengah Badai PHK

Peuch juga memaparkan dengan sinar matahari yang kembali ke Kutub Selatan di beberapa pekan terakhir, penipisan lapisan ozon masih terus berlangsung di area tersebut.

“Kita butuh untuk terus mendorong dengan kuat pelaksanaan Protokol Montreal yang melarang emisi bahan kimia yang menguras lapisan ozon,” jelasnya.

Lapisan ozon berfungsi untuk melindungi bumi dari radiasi sinar ultraviolet yang dipancarkan matahari.

Dikutip dari Indonesiabaik.id, contoh Bahan Perusak Ozon (BPO) yaitu Klorofluorokarbon (CFC) atau freon yang biasa digunakan sebagai bahan pengembang dalam pembuatan busa dan panel insulasi, bahan pendingin dalam berbagai berbagai peralatan refrigerasi, serta bahan pendorong (propelan) dalam tabung spray, bahan pelarut dan pembersih.

Sebelumnya, hasil penelitian terbaru menunjukkan pemanasan di Antartika (kutub selatan) tiga kali lebih cepat dibandingkan bagian bumi lainnya. Penelitian tersebut dipublikasikan di Jurnal Nature pada kategori perubahan iklim pada 29 Juni 2020.

Penelitian itu menunjukkan Kutub Selatan telah menghangat tiga kali lebih cepat dibandingkan belahan Bumi lainnya dalam 30 tahun terakhir karena suhu laut tropis yang lebih hangat. Temperatur Antartika sangat bervariasi sesuai dengan musim dan wilayah, dan selama bertahun-tahun diperkirakan bahwa Kutub Selatan tetap dingin bahkan ketika benua itu memanas.

5 Manfaat Rutin Minum Air Hangat di Pagi Hari

Para peneliti di Selandia Baru, Inggris,dan Amerika Serikat menganalisis 60 tahun data stasiun cuaca dan menggunakan pemodelan komputer untuk menunjukkan apa yang menyebabkan percepatan pemanasan.

Penulis penelitian mengungkapkan tren pemanasan alami kemungkinan didorong oleh emisi gas rumah kaca buatan manusia dan bisa menutupi efek pemanasan dari polusi karbon di Kutub Selatan.

“Sementara suhu diketahui sebagai pemanasan di Antartika Barat dan Semenanjung Antartika selama abad ke-20, Kutub Selatan sedang mendingin,” kata Kyle Clem, seorang peneliti di Victoria University of Wellington, dan penulis utama studi tersebut, dikutip dari laman Phys.org, belum lama ini.

Dia menambahkan pada bagian Antartika ini diduga kebal atau terisolasi dari pemanasan. Namun, tim penelitian mendapati bahwa itu bukan menjadi masalahnya lagi. Pasalnya, data menunjukkan bahwa Kutub Selatan — tempat paling terpencil di Bumi — sekarang memanas pada laju sekitar 0,6C (1,1F) satu dekade, dibandingkan dengan sekitar 0,2C (1,4F) untuk seluruh planet ini.

Tim peneliti menghubungkan perubahan itu dengan fenomena yang dikenal sebagai Interdecadal Pacific Oscillation (IPO). Siklus IPO berlangsung sekitar 15-30 tahun, dan berganti-ganti antara negara “positif” – di mana Pasifik tropis lebih panas dan Pasifik utara lebih dingin dari rata-rata – dan keadaan “negatif” di mana anomali suhu terbalik.

Mengenang Eddie Van Halen, Sang Gitaris Legendaris Berdarah Indonesia

IPO beralih ke siklus negatif pada awal abad ini, mendorong konveksi yang lebih besar dan lebih banyak tekanan ekstrem di lintang tinggi, yang mengarah ke aliran udara hangat yang kuat tepat di Kutub Selatan.

Clem mengatakan bahwa tingkat pemanasan 1,83C (3,3F) melebihi 99,99 persen dari semua tren pemanasan model selama 30 tahun.

“Sementara pemanasan hanya dalam variabilitas alami dari model iklim. Sangat mungkin aktivitas manusia berkontribusi,” katanya.

Australia Memanas

Pada awal Juni, penelitian dari The Australian National University (ANU) menunjukkan penurunan ekstrem dingin dan peningkatan gelombang panas sejak 1838. Peneliti utama Joelle Gergis dari ANU mengatakan studi ini meneliti catatan harian dari seluruh Adelaide.

“Kami dapat menempatkan suhu harian yang baru-baru ini diamati dalam konteks yang lebih panjang dengan menggunakan catatan cuaca historis dari wilayah Adelaide,” katanya seperti dikutip dari laman resmi The Australian National University.

Penelian mereka dipublikasikan dalam Jurnal Climate Dynamics. Gergis mengungkapkan bahwa analisis mereka menunjukkan salju dulunya merupakan fitur reguler dari iklim Australia selatan.

“Ketika Australia terus menghangat, kami telah melihat penurunan yang jelas dalam ekstrem dingin dan peningkatan gelombang panas,” katanya.

Sementara sebagian besar studi historis lain iklim Australia telah melihat nilai-nilai tahunan atau bulanan, catatan baru berarti sekarang mungkin untuk melihat ekstrem harian. Dia menambahkan hal tersebut penting karena dampak kenaikan suhu global terhadap kesehatan manusia, pertanian, dan lingkungan paling terasa melalui peristiwa ekstrem seperti gelombang panas.

Para peneliti menggunakan ratusan surat kabar dan dokumen bersejarah untuk merekonstruksi dampak suhu ekstrem masa lalu. Studi ini berfokus pada periode pra-1910 yang sebelumnya tidak ditentukan untuk memperpanjang catatan resmi Biro Meteorologi.

“Catatan dokumenter sejarah memberikan pemahaman tentang dampak sosial dari peristiwa ekstrem terhadap orang-orang selama masa pra-industri. Australia Selatan adalah negara paling kering di negara itu, dan Adelaide adalah kota paling rawan gelombang panas di Australia. Gelombang panas adalah cuaca ekstrem yang paling mematikan,” ujarnya.

Antara 1844 dan 2010 panas ekstrem telah berkontribusi terhadap lebih dari 5.332 kematian di Australia, dan Australia Selatan memiliki tingkat kematian terkait panas tertinggi dalam sejarah dari negara bagian atau teritori manapun dari tahun 1907 hingga 2010.

Published by

Recent Posts

Daftar Lokasi Pembantaian yang Libatkan PKI di Solo, Adakah yang Tahu?

JEDA.ID — Berikut ini terdapat daftar lokasi pembantaian yang melibatkan Partai Komunis Indonesia atau PKI…

30 September 2021

5 Wisata Dekat atau Sekitar Sirkuit Mandalika Lombok, Ada Pantai Eksotis Hlo!

JEDA.ID — Berikut ini terdapat deretan wisata di dekat atau sekitar Sirkuit Mandalika, Lombok Tengah,…

30 September 2021

Pengin Dapat Uang Rp1 Miliar Saat Pensiun? Ini Hlo Caranya!

JEDA.ID — Masa pensiun kerap menjadi momok bagi sebagian orang lantaran sudah tidak adanya penghasilan…

29 September 2021

Disoroti Pembalap Dunia, Ini Spesifikasi Sirkuit Mandalika di Lombok

JEDA.ID — Berikut ini terdapat spesifikasi lengkap dari Sirkuit Mandalika di Lombok yang sempat mencuri perhatian…

29 September 2021

Setia Temani Tukul Arwana, Ini Potret Kece Ega Prayudi Berseragam Polisi di Instagram

JEDA.ID — Berikut ini terdapat potret ganteng seorang polisi di Instagram bernama Ega Prayudi, yang merupakan…

28 September 2021

Pengin Cepat Mendapatkan Pekerjaan yang Diinginkan? Baca Doa dan Zikir Ini

JEDA.ID — Apa bunyi bacaan doa dan zikir agar cepat mendapatkan pekerjaan yang diinginkan menurut…

28 September 2021